16. A Glimpse of Us

290 45 13
                                    

Minimnya hal yang bisa dilakukan membuat Jisoo lebih banyak menatap orang-orang dan menelaah ekspresi mereka. Jisoo tetap tidak dapat menebak pasti isi hati mereka. Dia hanya mencoba menyibukkan diri.

Saat ini Jisoo sedang menunggu. Menunggu Taeyeon melanjutkan menyuapinya. Jisoo tidak berniat sangat memperhatikan. Namun, karena Taeyeon menjadi sangat perhatian dan mereka sering bersama, Jisoo jadi menyadari, seminggu ini Taeyeon lebih banyak melamun.

Jisoo tidak memahami alasannya. Entah apa yang Taeyeon pikirkan. Padahal implan chipnya juga sudah batal total karena Taeyeon menolak setuju. Bagi Jisoo penolakan Taeyeon itu berarti halangan menuju kebebasan. Sesungguhnya Jisoo sangat ingin mencobanya, tidak peduli meski nyawanya mungkin menjadi taruhan. Itu lebih baik daripada hidup seperti ini dalam kehampaan.

"Nyonya Taeyeon, aku ingin ke teras saja kalau memang sudah selesai."

"Ohh ... maaf, Jisoo-ya. Habiskan dulu makanannya." Taeyeon kembali menyuapi Jisoo.

Kini Taeyeon memusatkan penuh mata dan hatinya pada Jisoo. Cukup satu hal yang sangat Taeyeon sesali, mengapa dulu Soohyun harus pergi tanpa sepatah kata. Andai Soohyun memberitahu, mungkin hidup Jisoo bisa lebih baik dari ini. Taeyeon bisa menjelaskan pada ayahnya bahwa Soohyun pasti akan kembali, sehingga Nam-gil tidak perlu sampai membuang Jisoo. Apa Soohyun tidak berpikir bahwa tindakannya itu bisa menghancurkan Taeyeon dan putri mereka?

"Nyonya Taeyeon, aku meminta rasa kasihan dari Anda. Aku berjanji akan mengganti uangnya setelah prosedurnya berhasil. Aku akan bekerja dan mengganti uang yang Anda gunakan untuk biaya hidupku selama ini. Aku juga tidak akan mengganggu Nona Jennie. Aku bahkan tidak akan melukis."

"Jisoo, Eomma menyayangimu. Kau tidak butuh rasa kasihan dari Eomma. Yang kau inginkan itu terlalu besar bagi Eomma. Eomma tidak bisa membiarkanmu pergi ke sana saat tidak ada jaminan seratus persen kau akan kembali ke rumah dalam keadaan baik-baik saja. Eomma hampir kehilanganmu. Rasanya sangat menyakitkan, Nak. Sedikit saja kasihani Eomma."

"Apa Anda tidak lelah terus berpura-pura sabar menghadapiku? Anda sedang kelelahan, siapa yang tidak tau tentang itu? Bebaskan aku dari sini, itu juga akan meringankan Anda."

"Eomma harus berbuat apa supaya kau percaya, Jisoo-ya? Eomma tidak lelah karena ini memang bukan pura-pura. Kau mungkin merasa tidak beruntung karena dilahirkan oleh Eomma, tapi Eomma tidak pernah merasa tidak beruntung karena sudah melahirkanmu. Sebaliknya, Eomma merasa telah menjadi pembawa ketidakberuntungan bagimu." Rasanya Taeyeon tidak bisa lagi membendung air mata.

"Maaf. Mari kita tenang sebentar. Ada terlalu banyak hal, Eomma tidak ingin melampiaskannya padamu." Taeyeon mencium kening Jisoo sebelum keluar dari kamar putrinya.

Saat berpapasan dengan Jennie di depan kamar, Taeyeon merangkap kedua pipi Jennie. Memandang lekat.

"Ada apa, Eomma? Kenapa tiba-tiba?" Bukan hanya tindakan ibunya, tatapan Taeyeon juga terlihat seperti ditimbun banyak bawang, penuh kepedihan.

"Uri Jennie telah melakukan banyak hal. Terima kasih, Nak. Temani kakakmu dulu, ya."

"Boleh aku mengajaknya pergi?"

"Mau ke mana?"

"Hanya berkeliling. Pasti di sini membosankan, dia selalu di rumah."

Taeyeon tidak bisa menahan hatinya yang bergelora merasa tenteram. "Ajak bodyguard. Dari banyak kemungkinan, Eomma lebih takut Jisoo bertemu kakekmu."

"Tenang saja, Eomma. Kami akan berhati-hati."






※❆____INCOMPLETE____❆※


Incomplete: Part 2. Other PiecesWhere stories live. Discover now