[Duapuluhempat] Buka Puasa Bersama Nataya

970 71 1
                                    

Hari ini ada agenda buka puasa bersama di majid perumahan tempat Nataya tinggal.

Semua orang sudah beramai-ramai ke majid. Tentu saja Taya datang bersama Ayahnya, karena kegiatan buka puasa bersama ini dilakukan di hari sabtu. Tujuannya agar banyak yang dapat ikut berpartisipasi.

"Abang happy nggak buka puasa di masjid?"

Byakta sengaja melibatkan putranya dalam kegiatan seperti ini. Atau beberapa kegiatan yang dirasa ramah anak dan bermanfaat sering kali ia mengajak putranya ikut untuk berpartisipasi.

Baykta berharap putranya itu memiliki pengalaman dan memori masa kecil yang menyenangkan bersama orangtua dan keluarga terdekatnya.

"Ini semua banyak buka puasa sini."

"Iyaa, ini kita buka bersama."

"Sama sama semua?"

"Iya Bang."

"Kasian yah, ndak punya maam di lumah."

Byakta tak bisa berkata-kata lagi dengan respon putranya. Bisa-bisanya putra gembulnya ini memiliki pemikiran seperti itu, padahal mereka juga buka bersama di masjid.
"Punya Bang, tapi memang kita sedang buka puasa bersama." gemas sekali Byakta dengan putranya ini. Ada saja celetukan yang membuat orang dewasa di sekitar mereka tak habis pikir.

"Nanti dapat nasi sana?" mata Taya memindai halaman masjid yang sudah disulap dengan beberapa stand makanan untuk berbuka.

"Iya Bang. Nasinya nanti kita ambil disana."

"Siapa masak?"

"Catering Bang..."

"Ummmm, ndak masak. Kasian."

"Lah, kenapa kasian????" Byakta heran dengan putranya itu. Kenapa harus kasihan.

" Ndak masak Mama. Kasian kan Ayah, ndak ada mamanya." jawabnya dengan polos, mata bulat itu menatap ayahnya dengan sangat yakin dengan wajah penuh empati.

"Kan memang mau buka bersama Bang, jadi nggak di masakin Mama. Kalau Abang buka puasa di rumah, bukanya pakai masakan  Mama. Ada kok Mamanya di rumah, tapi tidak masak disini."

Sejujurnya Byakta bingung bagaimana menjelaskan itu, karena terkadang apa yang dimaksud Byakta tidak sama dengan tanggapan putranya itu.

" Taya ada maam di lumah, bawa sini?"

" Boleh kok, emang Abang mau bawa apa?"

Baiklah, biarkan putra gembulnya ini beramal dan saling berbagai tanpa diminta oleh orangtuanya. Entah apa alasan bocah gembul ini ingin sharing.

" Mamam masak yummi di lumah. Ayam Ayah, bawa sini."

" Boleh, tapi sebentar lagi kita buka puasa. Ini sudah mau masuk waktunya nak."

" Kasih masjid sini, ndak kasian. Mama masak loh." mata bulat itu menatap ayahnya penuh binar yang menggemaskan.

" Nanti yah, Abang nanti bilang Mama kalau Abang mau berbagi untuk berbuka di majid. Kalau sekarang kan makanannya sudah banyak, nanti tidak habis. Mubajir makanannya. Allah itu tidak suka orang yang mubajir Bang."

Byakta berusaha memberikan pemahaman kepada putranya. Komunikasi di antara mereka harus dibangun dengan baik.

"Nanti teman setan kan Ayah?"

"Iya, kalau mubajir temannya setan."

" Huuh, ndak beleh Ayah.." ujarnya sok bijak.

Dasar Taya.

" Sebenar lagi kita membatalkan puasa dulu, sehabis itu sholat berjamaah baru makan bersama." ucap Byakta memberitahu putranya.

" Wahhh maam kulmaa. Tiga saja, ndak banyak." ucapnya polos begitu melihat kurma di hadapannya.

Itu bukan pertanyaan yah, tapi pernyataan.

" Ada gorengan sama lontong juga Bang. Ini ada teh juga sama air mineral."

"Huuh, ada kok. Banyak banyak. Mau maam kulma.." jawabnya tak begitu mendengarkan ayahnya.

Dasarnya Taya tak terlalu sering mengemil, jadi tidak terlalu berminat.

" Alhamdulillah yah. Sudah adzan nak."

" Yaii maam.." girang sekali, seolah-olah ia puasa seharian saja.

Dasar Taya.

Du hast das Ende der veröffentlichten Teile erreicht.

⏰ Letzte Aktualisierung: Sep 09, 2023 ⏰

Füge diese Geschichte zu deiner Bibliothek hinzu, um über neue Kapitel informiert zu werden!

Ramadhan With Nataya (Seri Keempat)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt