[Empatbelas] Persiapan Berbuka Bersama Taya

876 144 0
                                    

"Mama, ini Taya kasih Bude...."

Taya memberikan plastik yang berisi takjil untuk berbuka puasa dari bude Mayang dan om Angga. Tadi waktu Taya pulang Taya belum bertemu dengan Pakde. Kata om Angga sebentar lagi pulang. Tapi Taya juga mau pulang, nggak mau tungguin pakde pulang.

"Tadi Abang bilang apa sama Bude Mayang?"

"Makasiiii.... Bude shaling Taya yah..."

"Alhamdulillah Abang tidak lupa bilang terimakasih."

"Taya pintal..."

"Siapa yang pintar?" Byakta ikut meningbrung obrolan Taya dan mamanya, ingin sekali menggoda putranya itu.

"Taya, Taya shaling kok. Bilang telimakasih."

Taya patut berbangga diri karena dirinya sudah menjadi anak yang baik dan berbakti.

"Masyaallah pintarnya, sekarang juga pintar yah. Pulang pas dengar suara orang mengaji di masjid." Byakta memuji putranya dengan senang.

Taya memang pintar, ia mengingat apa yang telah diberitahu oleh orangtuanya. Tidak boleh bermain sampai magrib. Kalau sudah magrib tidak boleh keluar rumah dan semua pintu dan jendela harus ditutup.

"Ada suala masjid sana Ayah. Olang ngaji...."

"Iya, orang mengaji, sekalian menunggu waktu berbuka puasa."

"Taya juga...."

"Taya juga kenapa?"

"Taya juga puasa Ayah...."

Byakta hanya terkekeh geli mendengar pengakuan putra gembulnya itu, tidak apa-apa. Masih proses belajar bagi Taya dan kedua orangtuanya.

"Ayo Abang mandi dulu sama Ayah. Sebentar lagi magrib..."

Baheera mengingatkan putranya untuk segera mandi, mengganti pakaian. Sedari tadi bocah gembul itu menolak mengganti baju dan langsung pergi bertamu ke rumah om favoritnya itu.

"Ndak mandi Mama...."

Entah bagaimana ceritanya bocah gembul itu menolak untuk mandi, padahal semua orang tahu jika Taya dan air itu ada sahabat karib. Kalau bisa Taya ingin tinggal dalam air saja agar selalu sejuk.

"Kenapa? Mandi sama Ayah..." Byakta yang malah bertanya, merasa heran lebih tepatnya.

"Ndak mandi, Taya sudah mandi tadi."

Kapan coba bocah gembul ini mandi, sejak sampai di rumah sedari tadi Taya sudah ke rumah tetangga. Lalu ia mengatakan jika sudah mandi.

Luar biasa sekali bocah ini.

"Lah kapan? Itu baju Abang saja masih sama."

Byakta merasa ditipu putranya.

"Tadi Ayah, lumah Necan saja." Taya ingat kok kalau tadi jika ia sudah mandi.

"Tapi Bang, ini kan sudah sore. Seharian kita dimobil dan belum mandi. Yuk Nak, sebentar lagi adzan magrib nih. Nanti terburu-buru..."

"Boleh main bubble lih nanti."

Baheera ikut membujuk dikala kesibukannya mempersiapkan makanan untuk berbuka. Kebanyakan adalah lauk yang dibawakan oleh ibu mertunya. Baheera hanya tinggal memanaskan lagi jika ingin dimakan.

"Main bubble lama-lama?" pintar sekali negosiasinya.

"Boleh, nanti Abang pilih yah mau berapa lama mainnya." tentu saja Baheera dan Byakta sudah mepertimbangkan waktu yang bisa dipilih putranya.

Taya belajar mengambil keputusan dari pilihan orangtuanya.

"Ayoo Ayah..."

Taya jadi bersemangat untuk melangkahkan kakinya ke kamar mandi. Setelah diiming-imingi bermain bubble di kamar mandi.

"Tadi main apa di rumah Om Angga?"

Pertanyaan simple seperti ini membangun komunikasi dan hubungan emosional yang baik untuk tumbuh kembang anak. Sebisa mungkin Baheera maupun Byakta meluangkan waktu untuk bertanya apa saja yang sudah dilakukan hari ini.

Byakta menuntun Taya untuk segera ke kamar mandi. Jika tak dituntun seperti ini ada saja alasannya untuk berbelok entah kemana.

"Om Angga ada kipas, lusak kata Om. Bongkal kipas Ayah. Taya juga ndak?"

"Abang mau bongkar kipas seperti om Angga juga?"

"Huuh Ayah, sama Dino sama tluk." Taya mengabsen mainan miliknya.

"Iya boleh nak. Tapi kipas kita masih bagus. Kita bongkar mainan truk abang saja yah."

"Ndak lusak Ayah..." rengeknya manja.


Ramadhan With Nataya (Seri Keempat)Where stories live. Discover now