Bab 29 Lepas Celana

6 0 0
                                    

Setelah kejadian semalam, kini Luna tahu bahwa Marcel bisa saja sedang dekat dengan Karina. Terlebih ketika dirinya mengetahui foto yang diunggah oleh Karina memperlihatkan tangan seorang lelaki yang mana jam tangannya milik Marcel seperti yang dilihatnya saat di ruangan.

Dari situ Luna mulai merasa kalau dirinya seperti ditipu oleh Karina dan ada niatan untuk mengetahui sebenarnya ada hubungan apa antara kakak tirinya itu dengan Marcel.

“Terserah sih, pasti gak lama juga bakal ketahuan di gue,” ucap Luna sambil menghabiskan sarapannya.

Di satu meja makan bersama, Karina sedari tadi hanya cuek makan sambil bermain ponsel. Bukan tanpa alasan, dirinya melakukan hal demikian karena ada info mendadak dari bagian management terkait kesalahan yang dia lakukan di hari lalu.

“Uudah kelar belum masalahmu?” tanya Karina sedikit melirik ke arah Luna.

Luna merasa dirinya ditanya lalu menjawab, “Gue? Masalah yang kemarin?”

“Iya iyalah. Dah tau hari pertama kerja harusnya kan bisa tuh ngedengerin atasan gimana caranya dia ngajarin, bukan seenaknya sendiri,” jawab Karina sedikit menyerobot perkataan Luna yang belum selesai.

Luna langsung membanting sendok dan garpunya hingga gesekan antara piring itu berbunyi. Untungnya, tidak ada Hani di meja makan tersebut sehingga tidak ada yang melerai.

“Eh, denger yah,” balas Luna sedikit merendahkan suaranya tetapi dengan wajah yang sedikit menunduk seolah mengancam Karina.

“Lo itu gak usah sok paling bener Cuma karena lo udah berada di atas level gue,” lanjutnya.

“Siapa emangnya yang sok meninggi? Gue tau karena di kabarin sama temen gue yang lo minta buat ngajarin. Noh, si spv itu temen gue, jadi apa yang lo perbuat pasti gue tau. Gak usah sok nuduh gitu,” ungkap Karina sedikit membela diri.

Tanpa mengindahkan perkataan dari Luna, kini Karina meninggalkan meja makan sambil membawa piring kotor ke wastafel.

Dia menggerutu sambil mencuci piring miliknya. Mendengarkan Luna yang masih saja tidak terima, bahkan mengungkit hubungannya dnegan Marcel.

“Enak yah, jadi sekertaris Marcel. Bonusnya bisa tuh deket sama dia,” sindir Luna menambahkan masalah.

Karina berhenti sejenak dari aktivitasnya lalu menghela napas lega. “Emang gue dulunya temen Marcel waktu SMA, emangnya kenapa? Lo iri sama keberuntungan gue?” ketus Karina sedikit lebih berani.

Dia berbicara semacam itu dengan berani di dekat wajah Luna. Bisikan maut itu cukup membuat Luna bergidik dan sedikit menghindar.

Dirinya tak tahu bahwa selama ini ternyata Karina adalah teman sekolah dari Marcel. Ada sedikit rasa malu pada dirinya, tetapi nampaknya Luna menganggapnya biasa saja.

Mereka berdua berangkat menuju kantor dalam satu taksi yang sama. Tidak ada obrolan satu sama lain karena Karina lebih memilih duduk di samping sopir.

Sesampainya di kantor, Karina melihat kalau Marcel datang lebih cepat dibanding dirinya. “Tumben nih, belum ada jam 8,” kata Karina sambil melirik ke arah jam tangannya.

“Biasa. Kemarin Daniel salah input ke bagian management padahal laporan udah jadi. Harus di revisi lagi sebelum dilanjut ke divisi yang lain,” jawab Marcel sambil menatap ke arah Karina.

Ada perbedaan dari pakaian yang dikenakan oleh Karina hari ini. Look yang dipakai terlihat lebih santai tetapi masih sopan.

Karina memakai dalaman berwarna hitam yang dipadupadankan dengan blazer berwarna coklas susu dan memakai celana loose pantas berwarna senada.

Yang unik dari penglihatan Marcel adalah Karina yang berganti gaya rambut. Ada sentuhan kepang kecil yang ada di bagian sisi kanan poninya. Hal ini tentu membuat Marcel sedikit tak berkedip saat melihat penampilan Karina di pagi hari.

“Heh! Ada yang salah sama penampilan gue?” tanya Karina sambil melihat penampilannya sendiri.

“Engga, engga!” jawab Marcel sambil menggeleng. “Kamu hari ini cantik, beda dari biasanya,” lanjutnya.

Mendengar hal itu Karina langsung tersenyum malu seolah pipinya berwarna merah merona. Tetapi bisa diatasi saat dirinya sadar akan perkataan dari Marcel.

“Oh, jadi selama ini gue itu gak cantik gitu? Baru kali ini lo ngakuin kalo gue cantik, begitu?” sembur Karina memunculkan masalah.

“Eh, mana ada aku bilang kamu gak cantik! Kamu itu cantik banget Karina … ini yang aku bilang karena kamu berbeda dari biasanya.”

“Berbeda lebih jelek maksudnya?” Kkarina mencoba untuk tidak percaya kalau dirinya dibilang cantik.

Memang seperti itu yang ada dipikiran Karina. Setiap ada yang memuji cantik pasti tidak percaya sepenuhnya, tetapi kalau dirinya tidak dikatakan cantik selalu saja merasa ada yang kurang atau dalam istilah yang dipakai Karina adalah uring-uringan.

“Apaan sih? Kan aku tadi bilang kalau kamu ini can—”

“Permisi, Pak Marcel, selamat pagi—”

Tiba-tiba perkataan Marcel terpotong saat ada sosok Daniel yang masuk ke dalam ruangan mereka. Daniel sedari tadi ternyata sudah menungu di depan pintu.

Hanya saja dirinya tak bisa masuk atau mendengar jawaban dari dalam karena Marcel dan Karina ternyata sibuk bertengkar masalah penampilan.

Sesuai dengan janji Marcel kalau Daniel harus ke ruangannya saat sudah berangkat ke kantor, Daniel pun langsung memenuhi permintaan dari bosnya tersebut.

Usai tiba di kantor, dia langsung membawa berkas dan hendak berdiskusi dengan Marcel di ruangannya.

“Oh, iya selamat pagi, silakan masuk,” jawab Karina berbalik badan dan langsung menuju ke meja kerjanya.

Selain Marcel, ternyata Daniel juga memandang Karina tidak seperti biasanya. Hal ini terlihat jelas pada sorot mata tajam dari Marcel yang sudah melihat gerak-gerik Daniel.

Nampaknya Marcel tahu kalau Daniel ini seperti terkesan suka pada Karina. Apakah memang Daniel benar-benar suka dengan Karina?

“Silakan masuk Daniel, kita diskusi sebentar di sini. Biarkan Karina yang meminpin rapat pagi hari ini,” ucap Marcel.

“Hah? Lo nyuruh gue buat mimpin rapat hari ini?” tanya karina tidak percaya.

“Mana bisa gue mimpin rapat. banyak loh rekan kerja yang harus gue hadapi nanti. Kalo misal gue gak bisa ngejawab apa problem mereka gimana?” protes Karina.

“Kamu kan—”

“Engga! Gue mana mau buat disuruh mimpin rapat, itu kan tugas lo di sini. Gue mah Cuma sekertaris yang nulisin pertanyaan dan kebutuhan mereka. Bukan malah mimpin apa yang harusnya lo pimpin!” protesnya lagi.

“Iya, tapi ini kan—”

“Apaan gue gak mau! Yang ada malah banyak kesalahan yang gue dapet nantinya kalo misal kinerja kepemimpinan gue hancur. Lo tau sendiri kan yang namanya dunia kerja itu keras, banyak rekan kerja fake. Pasti mereka bakal ngomongin gue dibelakang kalo gue gak sempurna seperti lo yang mimpin rapat!” potong Karina.

“Iya, Karina tapi ini kan Cuma—”

“Gak ada Cuma-Cuma, intinya gue gak mau!”

TAWANAN CINTA TUAN CEO Where stories live. Discover now