Bab 9 Cemburu

10 0 0
                                    

Karina menghela nafasnya setelah Ridwan mematikan sambungan teleponnya. Ia kemudian kembali duduk. "Siapa kak?" tanya Kayla. 

Bisa Kayla lihat perubahan suasana hati Karina yang memburuk. "Oh, itu... Keluarga," ucap Karina. 

Tentunya ia tak boleh membawa masalah pribadinya ke tempat kerja. Hanya cara yang Ridwan katakan lah yang bisa ia lakukan. "Aku mau rekomendasiin karyawan baru, itu langsung bilang ke Marcel, 'kan?" 

Kayla mengangguk, tak lupa ia meneguk kopinya. "Iya kak, langsung aja. Biar Pak Marcel tahu dan langsung ngasih surat persetujuan atau tidak," balas Kayla. 

"Marcel lagi ada dimana sekarang, ya?" 

"Biasanya ada di ruang pribadinya kak. Kakak coba cek aja." 

Karina mengangguk dan langsung melangkahkan kakinya. Aneh, padahal hanya akan bertemu dengan atasannya. Tapi kenapa hatinya jadi lebih senang seperti ini. Namun sedetik kemudian, semua rasa senang itu Karina usir jauh-jauh. 

"Dia itu pacar Kayla, Rin! Inget! Gak baik deketin pacar orang!" gumam Karina di depan pintu ruangan. 

Ia menarik nafas dalam-dalam, Karina ketuk pintu beberapa kali. "Masuk." 

Karina kaget saat Marcel benar-benar ada di ruangannya. Tak mau membuang banyak waktu lagi, gadis itu membuka pintu dan masuk. Interior ruangan nya begitu elegan. Berwarna abu dan pastel yang tak terlalu tajam.

"Tumben datang ke ruangan saya, ada apa?" tanya Marcel yang masih bersantai. 

Karina mengalihkan pandangannya berkali-kali. Ia tak mau bertatapan langsung dengan bos nya itu. "Itu, anu... Saya mau merekomendasikan pegawai baru buat divisi satu. Mereka lagi kurang orang 'kan?" ucap Karina penuh percaya diri. 

Marcel nampak terdiam sebentar. "Siapa yang mau kamu rekomendasikan?" 

"Adik saya." 

Marcel terkekeh cukup lama. Ia bangkit kemudian duduk tegap di hadapan Karina yang masih berdiri. Ia tatap lekat netra Karina yang menatap serius ke arahnya. 

"Kamu pikir saya gampang banget dibohongi? Saya tahu kamu itu anak tunggal. Kamu gak mungkin punya adik," ucap Marcel serius. 

"Dia adik tiri saya. Lagian saya juga males harus satu kantor sama dia. Itu terserah kamu, mau nerima dia atau enggak. Saya gak peduli." Karina berbalik dan melangkah keluar. 

Tepat saat dirinya hendak melewati ambang pintu, Marcel berkata lagi. "Suruh dia ngumpulin persyaratan masuk kerja. Kamu bawa persyaratan nya besok dan tujukkin ke saya." 

Karina membuang nafas kemudian benar-benar pergi meninggalkan ruangan. Ia kembali pada mejanya dan memeriksa pekerjaan selanjutnya. "Sial. Harus pergi ke divisi satu lagi," keluh Karina. 

Dirinya menuliskan catatan barang yang akan ia periksa di bagian perlengkapan. Karina berjalan menuju pintu. "Mau kemana?" tanya Marcel yang hendak masuk. 

"Ke rumah lo." Karina tak peduli. Ia hanya terus berjalan kemudian masuk ke dalam lift. 

¤¤¤

"Kayla itu asisten sekretaris, tapi ruangannya dimana woy." Karina sibuk bergumam pada dirinya sendiri. 

"Bu Karina?" 

Karina menoleh, ia mendapati seorang laki-laki yang terlihat familiar di matanya. "Pak Daniel?" tebak Karina. 

"Benar. Saya merasa beruntung bisa di ingat oleh Sekretaris pribadi perusahaan ini." Daniel tersenyum tulus pada Karina. 

"Ngomong-ngomong, Bu Karina mau kemana? Biar saya antar," tawar Daniel. 

Karina terkekeh pelan, "Jangan panggil 'Bu', panggil nama saya aja. Saya mau ke divisi satu bagian perlengkapan." 

"Oh, di sana bagian asisten sekretaris Kayla juga tempat saya. Biar saya antar." Daniel berjalan terlebih dahulu di ikuti Karina. 

Keduanya tiba di ruangan. "Makasih Pak Daniel. Saya masuk dulu, ya?" ucap Karina.

"Karina." Tangan Karina tertahan, dirinya memberikan tatapan penuh tanda tanya pada lawan bicaranya. 

Melihat itu, Daniel seketika melepas tangannya, "Maaf, Karina. Sebelum kembali kerja, apa saya boleh punya nomor kamu?" 

"Kirain butuh apa, boleh. Ini ya," kekeh Karina kemudian menuliskan nomornya. Keduanya masuk dan menemui Kayla. 

"Kak karina? Butuh apa? Ini kali pertama Kak Karina dateng ke ruangan aku loh!" seru Kayla. 

Karina terkekeh sebentar, mood nya langsung naik setiap kali bertemu Kayla. "Aku butuh data perlengkapan bulan ini, Kay. Sekalian jalan-jalan juga, jadinya dateng ke sini, deh." 

Kayla mengangguk paham, ia lalu mengarahkan Karina menuju komputernya. "Folder nya ada di usb ini, Kak. Aku mau balik kerja lagi gak papa? Pak Daniel bisa bantu kak Karina, gak?" tanya Kayla. 

Daniel membulatkan matanya kaget, "B-bisa." 

"Makasih, ya! Sampai nanti, Kak!" Kayla berjalan menjauh dan alhasil meninggalkan mereka berdua. 

Tak mau suasana semakin canggung, Daniel putuskan untuk langsung memeriksa usb yang Kayla maksud. Ia lalu menyambungkan komputernya ke printer dan mencetak data tersebut ke kertas. 

Sepuluh menit berlalu, kertas-kertas yang Karina butuhkan sudah siap. "Makasih Pak Daniel." Karina tersenyum sambil menerima kumpulan kertas. 

"Sama sama," balas Daniel tak kalah lembut. 

Keduanya saling melempar senyum. Sesaat kemudian senyum Karina luntur akibat tarikan di tangannya. "Saya udah nyari kamu kemana-mana, ternyata malah sibuk senyum-senyum di sini!" ujar Marcel. 

Daniel tak melunturkan senyumnya. "Saya hanya membantu Karina menyelesaikan tugasnya, Pak Marcel. Apa itu sebuah kesalahan?" tanya Daniel. 

"Karina? Kalian punya hubungan apa sampai kamu bisa manggil dia dengan namanya langsung!?" 

"Pak Marcel kenapa sih? Saya mau balik kerja lagi nih!" ketus Karina. Ia berbalik dan berjalan mendahului Marcel. 

Marcel juga Daniel hanya mampu memandang punggung yang mulai menghilang, "Kamu harus ingat ini Daniel! Dia itu atasan kamu di perusahaan ini, saya gak peduli hubungan kalian apa, asalkan tidak mengganggu urusan pekerjaan!" 

Marcel berlalu pergi dengan emosi di kepalanya. Ia masuk ke lift, tapi ada sesuatu yang aneh dalam benak nya. "Eh, ngapain juga gue peduli kan? Dan sekarang kenapa marah coba!?" 

"Argh! Gak peduli ya, mau Karina sama siapapun. Gue gak peduli!" ujar Marcel sebelum akhirnya keluar dan memasuki ruang kerja. 

Saat masuk, bisa ia lihat Karina yang sangat fokus pada pekerjaannya. Marcel mengukir senyum tipis namun cepat-cepat ia gelengkan kepala. Tak mau berubah menjadi gila, Marcel putuskan untuk kembali bekerja. 

Dari arah mejanya, Karina sesekali memergoki dirinya yang memperhatikan gadis itu. "Ngapain lo natap gue terus? Naksir lo?" ketus Karina. 

Marcel membalas. "Saya masih marah sama kamu karena pergi tanpa izin. Hukumannya adalah kerja lembur buat beresin ide produk Kayla!" 

"Iya deh. Asal gak potongan gaji, gue lakuin." Karina tak membalas lagi. 

Dalam hati Karina bergumam. "Tuh kan bener. Pasti Marcel lebih pentingin ide Kayla. Secara kan dia itu pacarnya. Romantis banget sih mereka berdua," gumamnya. 

"Kerja tuh yang bener bukannya senyum-senyum. Naksir lo sama Daniel!?" ucap Marcel penuh penekanan. 

"Apaan sih lo sewot mulu deh sama urusan gue. Diem lo ah, lama lama gue cekik lo mau!?" 

"Halah sok jago! Gue tau kok, lo takut sama gue!" 

"Kapan gue takut, bodoh!" 

"Lo bodoh!"

"Lo yang bodoh!!" 

Keduanya sama sama tak mau kalah. Ruangan tersebut di penuhi oleh suasana SMA yang keduanya rindukan.

TAWANAN CINTA TUAN CEO Where stories live. Discover now