Bab 12 Salah Tingkah

5 0 0
                                    

“Bodoamat! Tugasku cuma nganterian dia sampe sini. Selebihnya, aku sih terserah dia!” gerutu Karina.

Setelah masuk ke dalam ruangan miliknya, Karina kini meletakkan tasnya dan menghela napas lega. Seolah dirinya tengah dikejar oleh sosok penguntit yang membuatnya ingin merasa kabur.

Beberapa menit yang lalu, dia sudah mendapat konfirmasi dari Luna kalau dirinya sudah melakukan sesi interview dan dalam proses pengecekan oleh pemilik perusahaan.

Itu artinya Marcel sedang berada di ruangan HRD bersama mereka dan itu terbukti ketika Karina masuk ke dalam ruangannya ternyata tidak ada Marcel.

“Yang penting tugas Gue sudah selesai yah, mau dia diterima atau tidak itu mah bukan kendali Gue!” ucapnya sambil membuka laptopnya.

Ada beberapa hal yang membuat Karina merasa malas jika bertemu dengan Luna dalam satu tempat kerja. Tentu hal yang pasti adalah sifat buruk Luna yang bisa saja menjadi ular yang berbisa.

Entah apa tujuann adik tirinya itu begitu ingin masuk ke perusahaan yang dia tempati sekarang. Yang jelas Karina merasa kalau dirinya merasa tidak nyaman dan aman.

Selang beberapa menit berlalu, Karina yang sudah berhasil mencetak dokumen tugas hari itu pun dikagetkan dengan suara pintu yang berdecit.

Dia segera memalingkan muka dan memberi salam pada Marcel yang sudah melangkah beberapa langkah di ruangannya.

Tanpa ada jawaban apa pun dari Marcel, hal ini malah membuat Karina merasa bingung karena baru saja dia mengirimkan adiknya untuk melakukan wawancara seorang diri.

“Jadi, Luna itu benar adikmu?” tanya Marcel dengan sopan.

“Iya, dia adik ti—”

“Bagus sih kalau dilihat dari nilai akademiknya. Mungkin dia akan menjadi staff biasa yang bertugas di divisi purchasing karena memang yang lagi kosong hanya di posisi tersebut,” timpal Marcel memotong pembicaraan Karina.

Belum juga menjelaskan siapa sesungguhnya Luna, kini Karina harus menelan ludah karena merasa dirinya tidak ada kesediaan untuk menjelaskan lebih banyak.

Karina menganguk dan kembali mengurus tugasnya sendiri. Dia pun melupakan bahwa Marcel sejak tadi tengah memandangi dirinya dengan foto Luna yang berbeda jauh.

Tetapi, Marcel hanya mengerutkan keningnya dan tidak bertanya lebih karena dia sudah ada jadwal dokumen yang harus segera diserahkan satu jam kemudian.

Mereka masing-masing sibuk dengan tugasnya sampai akhirnya Karina melihat jam yang ada di tangannya karena sudah menunjukkan jam makan siang.

Ada rasa canggung karena sedari tadi Marcel tidak berbicara dengannya. DIa melihat teman yang dulunya adalah musuh bebuyutannya itu kini sedang sibuk dengan tugasnya yang ada di depan mata.

Ada rasa ingin bertanya tentang proses Luna tetapi Karina mengurungkan niatnya karena merasa dia tidak pantas untuk membucarakan hal tersebut.

“Lebih baik gue nanya ke Luna aja sih, tapi males juga kalau misalnya gue ngomong ke dia,” batin Karina sambil memainkan kursornya karena sudah merasa waktunya habis.

Tidak lama setelah itu, alarm perusahaan pun berbunyi. Karina langsung menoleh ke arah Marcel secara spontan.

“Gila!” ungkapnya dalam batin.

Bagaimana tidak, saat Karina menoleh ke arah Marcel, saat itu juga Marcel juga menoleh ke arahnya. Mereka saling berpandangan satu sama lain sampai akhirnya wajah Karina terlihat sangat kaku.

Sedangkan Marcel pun tak bisa melepas pandangannya melihat wajah lucu Karina yang mematung secara mendadak.

“E-eh bel!” ucap Karina spontan.

Dengan perasaan yang tak karuan, Karina langsung gugup mengatakan apa pun yang ada di kepalanya. 

Tingkah lucu itu membuat  Marcel melemparkan senyum sambil mengangguk karena sudah bisa menebak bahwa wanita tersebut tengah salah tingkah di hadapannya.

“Belnya udah bunyi yah,” ucap Karina sedikit menambahkan perkataannya.

Dia pun memainkan gerakan tangannya sebagai alasan dirinya menutupi salah tingkah tersebut. “Hahahaha sudah lah kalau emang lapar mah tinggal bilang aja!” sindiri Marcel sambil menggelengkan kepalanya.

“Ish! Gue kan ngomong kalau itu bel udah bunyi, mana ada gue ngomong laper!” sungut Karina tidak terima.

“Aduh! Udah deh, kalau misal kamu laper ya udah sok tinggal istirahat kan udah waktunya,” balas Marcel.

“Iya mana Gue terima kalau misal Lo bilang kalau Gue laper kaya gitu. Apa salahnya sih tinggal terima kalau Lo itu salah!” jawab Karina sambil mengerucutkan bibirnya.

Dia pun langsung menutup laptonya dengan cepat karena merasa tidak tahan harus berhadapan dengan CEO yang tidak dia sangka adalah musuh waktu sekolahnya dulu.

Di samping itu, Marcel benar-benar merasa tertegun melihat wajah Karina saat itu. Entah kenapa bayangannya di pikiran itu tentang masa lalu yang tidak bisa kembali lagi.

Karina dengan rambut ikal yang sangat rapi itu terlihat membuat Marcel juga ikut-kutan senyum-senyum sendiri.

Mungkin Marcel kini bisa jatuh hati lagi pada sosok wanita yang pernah menjadi musuh sewaktu sekolahnya itu.

“Dari dulu tuh gak pernah selesai kalau debat sama Lo!” singgung Marcel sedikit santai.

Karina melebarkan pupil matanya dan segera mengambil ponselnya sebelum dia beranjak dari kursinya. Dari lubuk hatinya, dia sebenarnya tidak tahan melihat kejadian yang menimpanya beberapa menit lalu.

“Aduh! Bego banget sih Gue! Ngapain coba pas denger bel itu langsung ngeliat ke arah Marcel! Kalo kaya gini kan bisa aja nimbulin salah paham! Aduh! Karina kamu bego banget sih! Arghrr!” ucapnya sambil mengacak rambutnya ketika berhasil menutup pintu ruang kerja.

Dari belakang Karina, ternyata sudah berdiri sosok wanita yang membawa lanyard dan ponsel. DIa adalah Kayla yang tak sengaja bisa bertemud engan Karina saat gadis itu kesal dengan kejadian saling pandang beberapa menit lalu.

“Kak Karina!” teriak Kayla dari jarak yang tak cukup jauh.

Sontak wajah Karina pun memerah karena mendengar namanya dipanggil saat dirinya tengah kesal dengan apa yang sudah terjadi.

Dia berusaha tidak menoleh ke belakang sambil menarik napas karena bertemu dengan Kayla yang bisa dikatakan sebagai wanita yang kepo.

“Kak Karina tidak ada masalah kan sama Kak Marcel? Kok Gue tadi liat Kakak seperti lagi kesal atau emang jangan-jangan Kak Marcel itu—”

“Sudah, sudah Kayla! Lebih baik makan siang bareng aja!” tegur Karina memotong kalimat Kayla.

Sejak saat itu, Kayla bungkam karena lengannya ditarik oleh Karina yang membawanya ke space makan siang di lantai atas.

Mereka memilih meja makan yang dekat dengan jendela agar bisa sambil menikmati makan siangnya melihat kota di siang hari yang cukup padat oleh lalu lalang kendaraan di jalan besar.

“Eh, Kak Karina, tadi tuh pas pagi Kakak memangnya bareng sama siapa sih? Kan Kakak bilang kalau mau cerita soal wanita yang ngobrol bareng Kkakak di depan resepsionis, jadi itu sebenarnya siapa?” tanya Kayla.

TAWANAN CINTA TUAN CEO حيث تعيش القصص. اكتشف الآن