38 - Setetes Darah

410 61 3
                                    

Yustas mengajukan diri untuk melatih Hayu. Meskipun Hayu sudah menyerah, ia tidak ingin menolak kesempatan untuk melatih kekuatan yang diragukannya. Ini mungkin akan menjadi win-win solution untuk dirinya sendiri. Jika dia memang punya kekuatan, maka mungkin dia bisa mengendalikan itu atau dia memang ditakdirkan tidak bisa memiliki kekuatan.

Erfan dan Fero setuju, dan mereka berdua memutuskan untuk mengawasi Yustas saat melatih Hayu. Keluarga Yustas mengawasi dari teras rumah bersama para Yaksa sedangkan Yustas dan Hayu berdiri berhadapan di halaman rumah.

Saat para anak muda itu berhadapan, para orangtua yang mengawasi di teras berbincang pelan. "Aku dengar Yustas suka Hayu ya?" Tanya Fero pelan.

Emelia yang sedang duduk sambil kaki menyilang memandang ke arah Fero dengan ekspresi terkejut. "Hah? masa?"

Fero menaikkan kedua bahunya, "Aku hanya menebaknya setelah mendengar cerita Hayu ...."

Para orangtua kemudian memandang ke arah Yustas berdiri. Anak itu jelas mendengar percakapan mereka, ia melirik ke arah mereka semua dengan ekspresi datar tapi senyum memenuhi wajahnya ketika ia mengalihkan pandangan pada Hayu lagi.

"Yup, jelas Yustas suka dengan Hayu." Komentar Erfan.

Ekspresi Emelia tidak bisa dibaca. Sebagai seorang ibu ia tentu menginginkan kebahagiaan untuk anaknya, tetapi bangsa Siluman sudah menjunjung tinggi tradisi bahwa mereka tidak akan menikah dengan manusia. 

Yustas mulai bermain lempar bola voli dengan Hayu. Meski Erfan tidak tahu metode apa yang akan dilakukan Yustas untuk melatih Hayu, ia juga tidak mempertanyakan cara Yustas mengajari Hayu.

Pada awalnya mereka terlihat seperti main lempar bola voli biasa, tetapi perlahan tapi pasti Yustas mulai melempar bola semakin keras dan Hayu mau tidak mau harus berusaha lebih keras lagi untuk mempertahankan posisinya. 

Erfan dan Fero saling pandang, "Sepertinya cara Yustas lebih efektif." Gumam Fero.

"Anak itu membiarkan Hayu terbiasa pada level kekuatan tertentu lalu perlahan menaikkannya." Tambah Emelia.

Tak lama lempar bola biasa itu sampai pada level yang tidak masuk akal. Bola voli melesat bolak-balik bagai kecepatan angin. Pada titik tertentu Hayu tidak sempat menghalau bola yang datang ke arahnya, sehingga bola voli itu menghantap wajahnya keras.

"Argh," Teriak Hayu sambil menutup wajahnya kesakitan.

Yustas dan yang lain segera berlari mendekati Hayu untuk memeriksa keadaan gadis itu, dan benar saja wajah Hayu memerah, dan darah perlahan jatuh dari hidungnya. Hayu secara otomatis memandang ke atas agar darah tidak langsung menetes ke bawah. Emelia yang datang sambil membawa tisu langsung memberikan selembar tisu itu pada Hayu.

Tanpa mereka semua sadari, setetes darah Hayu jatuh ke tanah. 

Erfan mengamati kondisi wajah Hayu yang meskipun tidak terlihat secara gamblang, memar di wajah Hayu secara perlahan menyembuhkan diri. Erfan tanpa sadar langsung menangkupkan kedua tangannya di pipi Hayu sambil mengamati perubahan kecil di kulit Hayu.

Hayu terdiam sejenak tidak bisa melepaskan diri dari genggaman Erfan. Yustas langsung memukul tangan Erfan. 

"Ah, maaf ... aku tadi cuma memastikan kemampuan penyembuhnya. Anak ini lumayan punya potensi." Tambah Erfan sambil memandang ke arah yang lain.

Saat yang lain mengkhawatirkan Hayu, Fero berdiri tidak jauh dari sana mulai memperhatikan keadaan sekitar. Sore hari itu cerah, tapi cuaca mendadak mulai mendung gelap. Angin berhembus lebih cepat dari sebelumnya seperti akan terjadi badai. Fero memandan ke arah hutan di kejauhan, entah kenapa instingnya merasakan sesuatu yang tak lazim di dekat sini.

Gate into the Unknown [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang