06 - Penculikan

651 111 8
                                    

Suara ledakan itu otomatis membuat mereka berempat berlari menjauhi sumber suara. Orang-orang yang berada di pusat alun-alun terlihat bingung, beberapa dari mereka terlihat berlari, beberapa lainnya hanya kecewa karena sound system tiba-tiba mati dan membuat suasana alun-alun yang sedang berpesta pora menjadi hening.

"Eh ... kenapa kita lari?" Tanya Liana terlihat bingung.

"Kamu tidak dengar suara ledakan?" Tanya Yustas dengan ekspresi khawatir.

"Ledakan apa? Tadi sound system di pusat alun-alun tiba-tiba mati, lalu kalian langsung lari. Aku spontan ikut lari!" Jawab Liana.

Hayu memandang ke arah alun-alun. Seperti ucapan Liana, sebagian besar pengunjung tidak berlari, mereka hanya mengeluh karena suara musik tiba-tiba berhenti. Hayu mendapati hanya sebagian kecil orang yang keluar dari kerumunan dengan ekspresi cemas. Gerak gerik orang-orang itu hampir sama, semuanya mengamati area sekitar seperti mencari-cari sesuatu.

Hayu memandang ke arah Dirga yang sekarang terlihat serius.

"Apa kita tetap pergi ke sana saja?" Tanya Hayu pada teman-temannya.

Yustas menoleh ke arah Hayu, ia menggelengkan kepala, "Perasaanku tidak enak." Jawab Yustas pelan.

"Aku ingin ke sana untuk memeriksa sumber suara itu!" Ucap Dirga pendek.

Hayu ragu. Ia mengalihkan pandangan pada Dirga dan Yustas bergantian. Ia lalu baru teringat ada Liana yang ikut dan tidak tahu apa-apa di antara mereka.

"Liana, kamu mau tetap di sini atau pergi ke tengah alun-alun?" Tanya Hayu.

Liana mengamati mereka semua, ia jelas sekali masih terlihat bingung kenapa teman-temannya bereaksi seperti itu. "Aku .. tidak masalah jika kita ke sana. Tapi, kalau Yustas tidak mau, aku juga tidak akan pergi." Ucapnya.

Dirga menoleh ke arah Hayu dengan ekspresi tanya. "Kamu gimana?"

Kali ini Hayu merasa setuju dengan Yustas. Perasaannya tidak enak, dan instingnya mengatakan kalau mendatangi sumber suara sama saja mengundang masalah. Tetapi, ia juga tidak bisa berdebat dengan Dirga secara langsung.

"Baiklah, aku dan Dirga akan mengecek  pusat alun-alun, kalian tunggu sini saja bagaimana?" Tanya Hayu.

Sebelum ada jawaban dari Yustas atau Liana, suasana pagi itu mendadak suram. Hayu terkejut saat ia melihat banyak sekali bayangan hitam terbang di atas mereka.

"Dirgaa!!" Panggil Hayu sambil menatap ke atas.

Dirga segera melihat ke atas dan langsung mengumpat, "Bajigur! Makhluk itu yang kemarin ikut aku kan? Kenapa jumlahnya sebanyak ini?"

Tidak ada yang bisa menjawab. Alun-alun mulai ramai pergerakan. Orang-orang yang tadi mengamati sekitar dengan ekspresi cemas, kini berubah ekspresi menjadi ketakutan. Bahkan Yustas sampai menepuk badannya sendiri entah karena apa.

"Ini gila." Komentar Yustas.

"Apanya yang gila?" Gerutu Liana yang mengamati tiga orang temannya dengan ekspresi tanya.

Hayu bahkan kehabisan kata-kata. Sepertinya jimat yang dimiliki Dirga bahkan tidak bisa menjauhkan sosok-sosok ini. Makhluk hitam itu masih berterbangan di atas. Orang-orang yang tidak bisa melihat makhluk itu terlihat mulai gelisah.

"Liana apa yang kamu rasakan sekarang?" Tanya Hayu tanpa menoleh ke arah gadis itu.

"Aku merasa tidak nyaman. Bulu kudukku merinding. Rasanya aku ingin pergi dari sini." Gumamnya pelan. Ia perlahan merangkul satu lengan Hayu. Dirga masih diam mengamati. Seperti dugaan mereka, makhluk itu tidak hanya diam. Mereka yang semula hanya terbang bergerumbul di atas seperti kawanan burung, kini terlihat mulai menyebar, lalu menjatuhkan diri ke bawah.

Hayu mulai merasa ketakutan. Ia baru menyadari kalau makhluk hitam itu jatuh ke arah orang-orang kemudian masuk ke dalam tubuh orang tersebut. Ada satu makhluk yang meluncur ke arah Hayu, tetapi sebelum makhluk itu bisa masuk, Yustas menangkapnya lalu melemparkan makhluk itu. Dirga melakukan hal yang sama pada satu makhluk yang meluncur ke arahnya.

"Bagaimana bisa kalian menyentuh makhluk seperti itu?" Gerutu Hayu masih ketakutan.

Dirga dan Yustas saling pandang. Keduanya tidak saling bicara, tapi terlihat serius. "Itu kita bicarakan nanti." Jawab Yustas pendek.

Mereka kembali mengamati orang-orang yang sudah kerasukan makhluk hitam. Sebagian dari mereka terlihat seperti tidak fokus, ada juga yang anaknya mulai menangis. Orang-orang itu kemudian berjalan menjauh dari kerumunan seperti manusia pada umumnya.

"Sepertinya kita harus menolong mereka." Gumam Yustas pelan.

"Aku juga berpikir seperti itu." Respon Dirga. Untuk pertama kalinya sejak mereka keluar bersama, Hayu merasa kaget karena dua orang ini ternyata bisa kerja sama. Sayangnya kenapa dua orang ini bisa kerja sama dalam hal-hal yang berbahaya saja.

"Kalian gila? Bagaimana kalian akan menolong semua orang ini?! Jumlahnya ratusan lo!!!" Gerutu Hayu.

"Teman-teman!" Liana tiba-tiba membentak, gadis itu membuat tiga orang lainnya menoleh ke arahnya. Liana kemudian menunjuk seorang ibu yang menggendong anak. Tatapan mata ibu itu tidak fokus, ia kemudian memasukkan anaknya ke dalam sebuah mobil van besar lalu berjalan pergi. Tidak berapa lama, ada seorang ibu-ibu lagi yang melakukan hal yang sama. Ia memasukkan anaknya ke dalam Van lalu pergi.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan ibu mereka, tapi sepertinya ini lebih darurat dari apapun yang kalian bicarakan tadi."

Dirga langsung berlari ke arah mobil itu. "Kalian tunggu di sini!"

Yustas mengumpat pelan. Ia langsung berlari mengikuti Dirga, "Kalian tunggu di sini?"

"Eh kalian! Jangan sembrono!" Teriakan Hayu sia-sia. Ia melihat Dirga dan Yustas lari ke van itu.

"Apa kita harus membantu juga?" Tanya Liana panik.

"Aku juga ingin membantu, tapi kan bahaya ..."

Hayu terdengar ragu. Ia mengamati kejadian di depannya, sekaligus ke arah van yang didatangi Dirga dan Yustas. Kedua temannya sudah berhasil mengeluarkan anak-anak dari van mencurigakan itu. Mereka semua dalam keadaan pingsan.

Hayu melihat ada van lain di ujung jalan berlawanan dari tempat Dirga dan Yustas. Entah kenapa instingnya mengatakan kalau van itu juga berbahaya. "Lia ... aku akan lari ke van yang ada di sana. Kamu, larilah ke arah Dirga dan Yustas dan beritahu mereka untuk menyusulku. Sekarang!" Hayu langsung berlari ke arah van itu. Kekacauan yang ada di alun-alun terasa aneh. Ada orang-orang yang terlihat seperti kebingungan, ada yang ketakutan ada juga yang seperti sedang tidak melihat apa-apa.

Kekacauan ini aneh, itulah kesimpulan pertama Hayu.

Hayu terlihat aneh sendiri karena berlari sekuat tenaga di saat orang lain berjalan santai atau sekedar menikmati suasana. Ia tidak peduli. Instingnya mengatakan keadaan sedang tidak baik-baik saja.

Saat Hayu sampai di van, ia mencoba membuka pintu mobil itu tapi nihil. Ia mencoba mengintip ke dalam mobil dan seperti dugaannya, banyak anak-anak yang terbaring pingsan di dalam mobil.

Yustas dan Dirga sudah datang. Mereka membantu Hayu yang masih berkutat dengan pintu mobil.

"Kalian meninggalkan anak-anak yang tadi?"

"Ada Liana dan beberapa orangtua yang sudah sadar di sana!" Jawab Dirga.

Yustas kehilangan kesabaran, ia kemudian mengambil batu sebesar kepalan tangan, lalu memukul jendela mobil. Kaca mobil retak, lalu Yustas meninju kaca pelan agar pecahannya tidak terlempar terlalu keras. Ketika akhirnya jendela terbuka, suatu udara seperti menyembur keluar, saat Hayu terkena udara itu ia langsung ambruk pingsan.

-------------------------------------------------------------------

Gate into the Unknown [END]Where stories live. Discover now