#3. Terapis-Terapis Straight (Part 2)

3.5K 71 42
                                    


Oke, masuk ke part dua.

Seperti yang kubilang, aku mau fokus ke terapis straight di sini. Tapi kalau menurut kalian terapis-terapis gay juga worth to share, bikin masukan di kolom komentar. Pengalaman sama terapis gay juga sebenarnya oke-oke. Ada yang menyenangkan, ada juga yang zonk.

Pernah aku sama daddy-daddy yang udah tua di Singapore. Pijatannya enak, tapi pas ngewe rada-rada gimana gitu, karena old man bukan tipeku. Pernah sama cowok Filipin ganteng buanget di Manila, berasa ngewe sama bintang-bintang GMA Network Philippines. Pernah ketemu gay, tapi dia top, jadi kami nyari satu boti lagi untuk threesome. Pernah juga aku disodomi tanpa konsen di Yogyakarta, lagi asyik-asik dipijat, eh kontolnya masuk ke boolku. Kan kurang ajar, ya. Kumarah-marahin lah dia. Yang tadinya suasana pijat enak luar biasa, jadi bad mood bukan main.

Kubagikan kapan-kapan kalau banyak yang request.

Sekarang, back to terapis-terapis straight yang sudah kupilihkan ceritanya. Yang ini kejadiannya masih awal-awal kuliah, ketika aku baru meniti karier sebagai pembakar uang orangtua untuk pijat plus-plus. Wkwkwk. Ini juga jadi pengalaman pertamaku threesome. (Yes, threesome pertamaku ama dua straight, bukan ama homo.)

Kumulai dari pertemuan pertamaku sama si terapis ini. Namanya Eza. Tentu saja, bukan nama sebenarnya. Tapi kenapa dinamain Eza? Karena mukanya mirip Eza Gionino. Sumpah, enggak boong. Aku aja pertama ngelihat mukanya, sampe ngiler bentar sebelum akhirnya ngobrol ama tuh orang.

Ceritanya aku lagi ngumpul ama teman-temanku yang boti, nih. Kami semua satu SMA yang sama. Ada enam orang, tapi lima boti, satunya top—yaitu aku. Sampai hari ini kami masih sering ketemu untuk arisan. Di salah satu awal-awal kuliah kami, satu teman boti-ku ini punya teman, seorang waria yang kaya raya. Warianya masih bentuk laki. Tapi kalau malam, dia langsung dandan pake wig dan susu-susuan, terus ngelonte pinggir jalan. Padahal, waria ini tuh punya pekerjaan berpenghasilan lumayan.

Yaitu, ngegolin proyek-proyek pembangunan berisiko, lalu dia dapat ratusan juta dari setiap deal yang dia okein. (Istilahnya, korupsi. Hehehe.) Saking kayanya, dia punya mobil, apartemen, handphone terbaru dan tercanggih, dan yang paling penting ucica.

Masih ingat ucica, kan? Ucica tuh kucing. Yaitu lelaki yang memuaskan lelaki lain.

Karena duitnya banyak, lelaki-lelaki haus duit nempel terus ke dia bagai lalat. Lelaki-lelaki ini tentunya rela melakukan apa aja yang penting kelimpahan duit si teman wariaku ini.

Suatu hari, kami sedang berkumpul. Si teman SMA-ku bawa si waria ini buat hangout juga. Terus topik pembicaraan masuk ke bahasan tentang ucica. Bahwa aku lumayan sering sewa jasa ucica. Aku share ucica yang di Jl. Holis sama Jl. Aceh (saat itu aku belum nemu yang Jl. ABC). Si waria ini share juga dong, "Eke sih ucica-nya nurmila semua, Shay. Kadang-kadang eke bewong ke Amare. Ngendong di rumah eke. Semalaman eke mainin kenti detseu. Cucok, em?"

Jadi dia kucingnya normal (straight) semua. Sering dibawa ke tempat dugem (dulu di Bandung ada tempat dugem namanya Amare). Lalu nginep di apartemen dia sambil dia mainin kontolnya semalaman.

Begitu dia tahu aku suka sewa ucica, dia nyaranin. "Nih, mawar tinta sama si Eza? Ganteng banget kayak Eza Gionino. Seratus lima peli, lah. Bisa diapain aja detseu mah."

Waria itu ngasih lihat video dia lagi di-entot sama si Eza. Di video, Eza tampak kekar berotot dan ganteng. Sayangnya, si Eza pake topi, jadi enggak kelihatan banget mukanya di video itu. Cuma saat itu, aku tertarik. Sebab harganya cuma 150 ribu aja. Dikasihlah aku nomor telepon si Eza. Dan ku-SMS dia buat ngajak ketemuan.

Kumpulan Cerita GayWhere stories live. Discover now