#5. Hangat-Hangat Tempat Sauna (Part 1)

3.3K 62 28
                                    


Untuk cerita kali ini, kayaknya aku mau share yang kemungkinan besar bukan cowok straight. Dugaanku kuat mereka ini homo semua. Tapi satu hal yang perlu digarisbawahi: Mereka manly. Enggak ngondek sama sekali.

Ditambah bonus: mereka semua muscle.

Selama periode 2019 – 2020, aku nge-gym di sebuah tempat fitnes premium. Aku enggak akan nyebut nama tempat gym-nya dan aku harap kamu enggak menyebutkan juga di kolom komentar nama tempat gym-nya. Segala sesuatu yang berbentuk tebak-tebakan, pemelesetan nama, apalagi menuliskan dengan detail tempat gym-nya, akan aku hapus yang komentarnya. Please untuk tidak merusak nama baik tempat gym-nya. Meskipun di banyak forum, review soal yang kualami ini juga bertebaran. Apalagi di Kaskus. Tapi tolong untuk tidak memperparah image tempat gym-nya karena jelas-jelas tempat gym ini tidak dibangun dengan peruntukan "itu". Bisa ya Gays, ya? Yuk, bisa, yuk!

Dengan begitu, sepanjang part ini, aku akan menyebutnya sebagai tempat gym Tersebut. (Anggap aja namanya memang Tersebut.)

Membership di tempat gym Tersebut ada banyak pilihan. Ada yang di (1) satu club itu aja, di (2) satu kota itu aja (jadi kalau cabangnya banyak di satu kota, semuanya bisa dimasuki), di (3) satu regional itu (misal Jabodetabek), di (4) seluruh Indonesia, (5) digabung dengan tempat gym premium lain yang terafiliasi se-Indonesia, lalu terakhir (6) di tingkat internasional, semua negara yang ada tempat gym Tersebut bisa dimasuki. Jadi, ada enam jenis membership ceritanya.

Di pekerjaan sebelumnya, ketika aku mau apply membership, aku traveling terus nyaris setiap minggu. Sebulan aku bisa 3 – 4 kali ke luar Jakarta. Kebetulan tujuannya kota-kota besar kayak Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Medan, Palembang, Makassar, dan Balikpapan. Di mana tempat gym Tersebut ada di kota-kota besar itu. Sehingga, aku mengambil membership yang di seluruh Indonesia.

Harga membership-nya lumayan mencekik. Tapi seenggaknya, kalau aku lagi dinas ke Bali, aku bisa lah mampir di tempat gym Tersebut. Jadi enggak rugi-rugi banget. Kalau tempat gym-ku Jakarta doang, atau parahnya di satu lokasi doang, misal kutinggalkan seminggu ke Surabaya, bisa rugi enggak kepake membership-nya. Kuanggap ini investasi, lah.

Toh fasilitasnya juga syakalakalakabum! Mesin-mesinnya lengkap, treadmill-nya selalu berjejer minimal lima unit, dumbbell-nya berbagai weight, ada area kosong buat free weight, di setiap cabangnya minimal ada tiga ruangan yang sudah pasti bisa digunakan untuk kelas-kelas joged, row (mengayuh), dan pilates atau yoga. Belum lagi timbangannya bisa ngukur BMI sampai ke body fat-nya, ada lounge-nya, ruang lokernya selalu luas, lokernya banyak, bilik mandinya berjejer, ada pilihan air hangat, ada sauna, ada steam-nya, air minum gratis refill kapan pun, handuk dipinjamkan dua helai, dan ada member-member ganteng yang udah jadi badan muscle-nya yang kalau latihan enggak pake celana sehingga kontolnya berayun ke sana kemari.

Wkwkwk. Enggak, deng. Yang terakhir itu, "Candyyyaaa ..., bercandyaaa ...!"

Tapi kebayang lah, ya, selengkap apa fasilitasnya. Aku keliling ke berbagai cabang di Jabodetabek, kudatangi juga cabang-cabang di kota lain, semua fasilitasnya konsisten ada semua.

Oke, kisah dimulai tiga bulan setelah aku nge-gym di Tersebut. Di kantor lamaku itu ada cowok straight yang pernah nge-gym juga di Tersebut. Tapi sejak dia menikah, dia berhenti nge-gym di situ. Pas tahu aku nge-gym di situ juga, dia langsung bilang, "Hati-hati, Mat, jangan main di saunanya."

"Kenapa gitu?" tanyaku penasaran. Kebetulan, selama tiga bulan pertama itu, aku udah berkali-kali coba tempat saunanya. Everything was okay. Aku suka.

Kumpulan Cerita GayWhere stories live. Discover now