#2. Terapis-Terapis Straight (Part 1)

7.9K 105 61
                                    


Di sela-sela menulis Mencari Budak Setia (aku baru aja nyelesaiin part 11 – 15 ditambah part 15++ yang akan dijual di Karyakarsa), aku teringat lagi kisah anu-anuku bersama lelaki straight. Kali ini, secara spesifik aku mau bahas pengalamanku bersama terapis pijat. Atau kalau di Grindr disebut MSG. (Bukan Monosodium glutamate.) Melainkan Message Boy. (Iya, mereka nulisnya message meskipun jelas-jelas maksudnya massage. Wkwkwk.)

Kenapa aku ambil cerita yang ini? Supaya ada adegan ewi-ewi-nya. Hehehe. Jadi bukan cuma di kisah Gairah Arya doang yang tokohnya bisa nganuin seorang straight muscle. Yang nulis pun, sebenarnya, pernah nganuin muscle bottom straight. Makanya aku nulis cerita kayak Gairah Arya tuh lancar. Sebab aku punya pengalaman pribadi ngentot muscle bottom straight. Kesulitanku nulis cerita tuh justru kalau tokoh utamanya bottom. (Cause I am not a bottom.)

Ada lima cerita yang akan kubagi. Tapi kuceritakannya singkat-singkat aja, ya. Mengapa? Karena polanya benar-benar sederhana dan klise. Ini semua tentang bertemu si terapis, aku buka baju, berbaring, dipijat, enak, lalu lanjut ngewe. Enggak ada drama romansa maupun brama kumbara. Selesai ngewe akunya bayar, terus aku pulang. Atau si terapisnya yang pulang kalau akunya outcall.

Teman-teman penggemar terapis pasti sudah hafal lah ya istilah incall, outcall, BO, RO, HJ, OJ, FJ, dan lain sebagainya. Aku sudah masuk dunia perpijatplusplusan jauh sebelum istilah-istilah itu ada. Pengalaman pertamaku sewa jasa terapis adalah semester pertama kuliah. Diajakin teman SMA buat nyobain ucica. Itu istilah yang kami gunakan. Ucica adalah bahasa bancinya dari "kucing". Kucing adalah kata yang memiliki arti lelaki gigolo.

Zaman dulu, terapisnya enggak banyak request. Jadi top atau bottom, mereka oke-oke aja. Zaman sekarang, terapisnya udah spesifik. Cuma bisa jadi top atau bottom doang. Gara-gara hal tersebut, aku jadi jarang nyewa jasa terapis plus-plus lagi. Karena, kebanyakan mereka top dan enggak mau disodok. Sekalinya nemu bottom yang okeee banget, muka mulus, badan muscle, bersedia jadi boti, eh harganya keterlaluan. Katanya minimal 800K buat full service. Itu pun kurang dari dua jam. Pas ketemu, eh ternyata ngondek. Aku enggak masalah sih sama yang ngondek. Tapi turunin harga, lah. Aku bayar 800K kan penginnya nge-fuck yang manly. Kalau mau nge-fuck yang ngondek mah aku buka Hornet aja anjir.

Kembali ke ceritaku zaman dulu ....

Karena belum ada Grindr maupun Twitter untuk jual diri, pijat plus-plus bisa didapatkan melalui iklan di koran. Sabtu pagi biasanya aku beli koran (kuplesetin namanya, ya) Anggapan Warga. Karena aku kuliah di Bandung, tentunya ini koran terlaris seprovinsi. Tagline-nya: Dari Warga, Oleh Warga, Untuk Warga. Setelah kubeli koran AW ini, aku buka halaman iklan. Yang memang pada hari Sabtu jumlahnya selalu lebih banyak dibandingkan hari-hari lain. Lalu, aku cari kolom iklan spa.

Di kolom spa itu, aku tinggal cari iklan: Pijat Pria ke Pria hub: 08XXXXXXXXX

Itu artinya massage plus-plus khusus lelaki homo kayak aku. Dari hasil pencarian itu, aku pernah nyobain di tiga tempat di Bandung. Entah teman-teman ada yang pernah nyobain juga (kayaknya sekarang udah pada tutup sih), lokasinya ada di Jl. Holis, Jl. Aceh, dan Jl. ABC. Rata-rata terapis mereka lelaki-lelaki straight dari kampung yang mengira datang ke Bandung bisa kaya raya begitu aja. Padahal di sini, mereka disuruh mijat tamu, udah gitu ngewe.

Mending lah ya kalau tamunya kayak aku, yang bakalan nusuk mereka. Jadi mereka tinggal ngangkang, ngerasa anus kesakitan, lalu selesai. Pernah aku datang ke salah satu tempat itu dan ada tamu marah-marah karena terapisnya enggak bisa ngaceng dan nusuk dia. Marah-marahnya di lobi, sehingga aku yang baru datang bisa dengar semua. (Melihat penampilan tamu itu, aku juga enggak bakal ngaceng sih jujur aja. Hehehe.)

Kumpulan Cerita GayWhere stories live. Discover now