74B | Seribu Satu Akal

Start from the beginning
                                    

"Aku nggak bisa paksa dia, Ra," Ucap Bara mengingat bagaimana Naqiya selalu emosi setiap di dekatnya. Bagaimana Naqiya selalu memandangnya tak lebih dari pria mesum menjijikan.

"Then trap her," Ucap Zahra. "Jebak dia sampe dia mau berobat."

"Astaga..." Bara tidak habis pikir bagaimana menjebak Naqiya untuk berobat. Tapi akal cerdiknya tak mungkin kalah sebab menjebak wanita itu untuk menjalani kewajibannya sebagai istri saja Bara mampu.

"Orang sakit nggak semuanya tau kalo dia lagi sakit, Bar. Beberapa pasienku bahkan bisa ngecap kita yang sehat justru yang harus berobat," Tutur Zahra. "Dan itu tugasmu, sadarin Nay kalo dia butuh pertolongan."

Zahra jelas merasa sedih dengan kondisi rumah tangga adik iparnya ini. Selain faktor umur dan kesiapan nihil yang Naqiya punya untuk memiliki anak sekaligus menjadi istri, faktor lain adalah bagaimana wanita itu melewati hari yang suram.

Dirundung, dicemooh, bahkan diculik hanya karena dirinya tengah mengandung di luar ikatan sah.

"It becomes more complicated karna istrimu udah banyak ngelewatin masa-masa suramnya, Bar. Ibu hamil karena pernikahan sah dan saling mencintai yang nggak di-bully, nggak diculik, nggak dicemooh aja udah sangat berat, apalagi istrimu?" Tanya Zahra. "Lukanya udah terlalu banyak, Bar. Dan ku pikir sekarang ini gantian ujianmu buat tau sejauh mana kamu bisa sabar ngadepin dia."

Bara terdiam, ia tahu pasti itu. Sementara Zahra menoleh saat putranya memanggil, "So, be strong. Inget, kamu nggak bisa nyelametin rumah tanggamu sendirian."

"Mas?"

"Mas Bara?"

Suara pelan Naqiya perlahan menyadarkan Bara dari lamunannya. Semua yang dikatakan Zahra adalah pondasi Bara selama ini tetap tenang bahkan jauh lebih sabar menghadapi istrinya.

"Dalem, Sayang?" Tanyanya pada sang istri. Manik mata Naqiya menunjukkan pada Bara bahwa wanita itu adalah wanitanya, kekasih hatinya, yang saat ini membutuhkan pertolongannya.

Naqiya terkekeh pelan dan menaruh gelasnya, "Biasanya kalo ada Pajero sport ngebul asepnya Mas langsung noleh, ini nggak noleh sama sekali."

"Hehe," Kali ini Bara yang terkekeh mengetahui istrinya masih mengingat kebiasaan itu. "Ganteng abisan, cumi darat."

"Gantengan Gaza."

Bara menggeleng, "Ganteng Papanya," Timpalnya tak ingin kalah.

"Idih," Tolak Naqiya sembari melirik Bara dengan alis bertautnya. "Mas nggak tanya cabang butikku? Kemarin ada tawaran loh, Mas. Aku seneng deh makin berkembang cabang yang aku pegang."

Bara jelas sudah mengetahuinya. Istrinya memiliki strategi bisnis yang cukup baik meskipun inilah kali pertama Naqiya memegang tanggung jawab. "Oh iya? Terus gimana, kamu terima?"

Wanita itu mengangguk antusias, "Iya dong, Mas, kesempatan besar 'kan."

"Kemarin pihak ads ngonfirmasi feedback positif dari audience. Tingkat pesanan sama fitting yang masuk ke kita juga naik drastis. Kita juga dapet exclusive invitation buat masukin koleksi-koleksi kita ke next international fashion show di Indonesia!" Tuturnya begitu antusias. "Nggak nyangka banget, Mas."

Perubahan suasana hati Naqiya memang begitu cepat. Dalam sedetik, wanita itu bisa merasa marah, kemudian merasa sedih, bahkan merasa antusias seperti ini. Bara menatap senyum istrinya dengan debaran hati seperti ia jatuh cinta pada orang yang sama untuk kesekian kali.

Tangannya bergerak mengusap hijab istrinya pelan, "Hebat, Sayang. Selamat ya..."

"Makasih, Mas," Ucapnya dengan senyum lebar.

Bayi Dosenku 2Where stories live. Discover now