Takut Tidak Mendapatkan Peringkat Bagus

66 2 4
                                    

Belakang ini kamu berusaha keras.

Memotong jadwal tidur demi tugas.

Rela begadang sampai menguap berkali-kali demi belajar.

Tak banyak main, nongkrong, dan scrolling media sosial.

Aktif di kelas adalah suatu keharusan.

Sedikit saja nilaimu menurun membuatmu sangat terpukul dan bersedih. Meskipun menurut teman-temanmu, nilaimu tak buruk-buruk amat.

Mereka tak bisa merasakan, betapa kamu berusaha keras untuk selalu menjadi yang terbaik. Untuk selalu dipandang dengan bangga oleh orang tua, guru, dan teman-teman seangkatan.

Oh, mungkin juga kamu bukan yang terbaik di kelas.

Usahamu tak sekeras itu walaupun seniat apa pun.

Kamu masuk dalam golongan kaum biasa-biasa saja, yang tak ambisius atau mungkin juga ambisius tapi pesimis, sekuat apa pun kamu mencoba, tak akan dapat mengugguli para bintang kelas.

Sejujurnya kamu sudah cukup lelah dengan cara orang tuamu membanding-bandingkanmu dengan kakak atau adikmu yang memiliki prestasi lebih.

Tak lupa acara keluarga yang selalu memiliki tema khusus terkait adu prestasi anak. Kamu selalu menjadi objek yang dibanding-bandingkan atau bahkan tak boleh ditiru atau bahkan namanya tak disebut lantaran tak menonjol. Itu semua membuatmu lelah dan merasa tak adil.

Momen penerimaan rapor adalah momen yang menegangkan, karena kamu akan tahu hasil dari usaha-usahamu selama ini, akan menjadi penentu bagaimana guru, teman-teman, orang tua bahkan keluarga besarmu memandangmu. Kamu takut bahkan sangat takut.

Jika kamu terbiasa menjadi bintang kelas, kamu tak siap dengan prestasi yang menurun.

Kamu tak siap dengan keterkejutan orang lain atas nilai ataupun peringkat yang tak berada di puncak.

Kamu tak siap dengan tuduhan dan penghakiman untukmu.

Kamu tak siap direndahkan.

Kamu tak siap dengan omongan orang lain.

Kamu sangat takut dan terbebani.

Jika kamu masuk dalam daftar kaum biasa-biasa saja, kamu juga khawatir, meskipun tak separah kekhawatiran para bintang kelas. Tapi, kamu berharap ada keajaiban. Setidaknya keajaiban dengan peringkat yang tak buruk-buruk amat, sehingga membuatmu tak dihina di meja makan keluarga dan uang jajan tak dipotong, ponsel tak disita ataupun kegiatan di luar sekolahmu yang disuruh berhenti karena dianggap mengganggu belajarmu.

Sungguh, kamu sudah capek dibanding-bandingkan dan belum siap ataupun telah lelah dengan les bertubi-tubi yang tak kamu sukai.

Namun, berhentilah sejenak. Peluklah dirimu dan tarik napas dalam-dalam.

Dunia memang kadang tak adil, karena selalu mengukur nilai diri orang lain dari angka yang tercetak di rapor. Lebih parahnya, kamu juga percaya pada anggapan itu.

Hey, setiap orang itu istimewa.

Semua orang lahir dengan membawa bakat alami masing-masing.

Kelebihan yang tak sama dengan orang lain.

Takdir dan masa depan yang berbeda-beda.

Bagaimana bisa orang lain mengukur dirimu hanya dari angka yang tercetak di rapormu? Dan, bagaimana kamu juga ikut mengukur dirimu dengan hal tersebut?

Kamu mungkin tak pintar Fisika dan Matematika, tapi Biologi dan Bahasa Indonesiamu keren.

Kamu mungkin lemah di Ekonomi, tapi Sejarahmu bagus.

Takut Pada Masa Depan Where stories live. Discover now