26. Selalu Sagara

Começar do início
                                    

"Lo nggak usah fitnah, sialan!" Ziva menatap Altair dengan kedua tangan mengepal emosi. Sagara bagai sebuah api yang berkobar sekarang dan Altair malah dengan sengaja menyiram bensin pada kobaran api itu.

Sagara berdesis pelan kemudian menghampiri Altair dan menarik kerah kemejanya. Wajahnya datar namun matanya menyorot dingin pada Altair.

"Why? Jealous?" Altair mendengus sinis. Cowok itu tersenyum culas sambil melepaskan cengkraman Sagara di kerah kemejanya. "Mau mukul gue, lo? Silahkan, karena pukulan lo nggak akan merubah fakta kalau Ziva kesini bareng gu––"

Bugh!

Ziva membulatkan matanya saat melihat Sagara benar-benar memukul Altair hingga cowok itu terhayung ke belakang dengan sudut bibir yang mengeluarkan darah.

Sagara sempat mendengus melihat Altair berdisis lirih sambil menatapnya tajam, sebelum menarik Ziva kuat untuk pergi dari sana. Sagara menahan diri untuk tidak menghajar Altair habis-habisan meski dia benar-benar ingin. Namun, ia tidak boleh terpancing emosi terlalu jauh. Ia harus mendengarkan penjelasan Ziva dulu. Sebab melihatnya salah paham pada Ziva adalah keinginan Altair. Cowok itu berniat memisahkannya dengan Ziva. Ia tidak boleh ceroboh dengan kelicikan Altair dan berakhir kehilangan Ziva.

Ziva sedikit terseok-seok karena langkah lebar yang Sagara ambil saat mengikuti cowok itu. Lengannya terasa nyeri karena Sagara mencengkramnya kuat. Tapi ia tidak berani bersuara karena Sagara sedang marah sekarang. Ia bisa merasakannya dan Ziva tidak mau membuatnya semakin kacau.

Ia pasrah saat Sagara menyudutkan di mobil. Kakinya yang berdiri terasa lemas sekarang. Ziva jadi panas dingin saat Sagara berdiri tepat dihadapannya. Ia menatap takut ekspresi dingin diwajah Sagara. Cowok itu menatapnya datar.

"A-aku bakal jelasin."

Ziva mulai berbicara kembali. Semakin Ziva menjelaskan, semakin ingin pula Sagara menghajar Altair habis-habisan bahkan sampai koma jika bisa.

"Altair bilang, dia... Dia cinta sama aku. Dia mau aku. Altair mau narik aku kembali sama dia."

Sagara memukul kaca mobil tepat disebelah Ziva cukup kuat dengan rahang mengeras kembali membuat Ziva tersentak. Jantung Ziva berdetak kencang saat Sagara menatapnya dingin. Mata cowok itu memerah menahan amarah.

"Terus dia ngapain aja?"

Ziva terdiam dan malah menatap Sagara takut. Sungguh, aura Sagara benar-benar menekannya sehingga lidah Ziva terasa kelu untuk menjawab.

"Jawab!"

"A-altair usap pipi aku. Dia.. Dia juga peluk ak––"

"Sial!" Sagara menghembuskan napas kasar sebelum menarik Ziva kedalam dekapannya.

Ziva membalas pelukan Sagara dengan air mata yang mulai mengalir ke pipinya. Dia benar-benar takut karena Sagara sempat membentaknya beberapakali. Dia juga lega karena Sagara memeluknya sebab Ziva sudah berpikiran kalau Sagara akan mendiamkan atau bahkan bersikap dingin padanya.

Merasakan hembusan napas memburu Sagara yang menerpa kulit lehernya, Ziva mengusap dan menepuk pelan punggung Sagara, membantu cowok itu meredakan amarahnya.

"Ziva," Sagara tiba-tiba berucap. Suaranya terdengar lirih dan nadanya ketakutan. Ia mengurai pelukan sebelum menangkup kedua pipi Ziva, menatapnya sendu. "Kamu nggak akan balik lagi ke dia, 'kan?"

Sungguh Sagara begitu takut sekarang. Ada keraguan dalam hatinya, ia tidak bisa mengelaknya karena tahu bagaimana Ziva begitu mencintai Altair meski sekarang semuanya telah berbeda.

Ziva mengangguk mantap. Ya, selama ia tetap dibiarkan berada disini, itu tidak akan pernah terjadi. "Iya, nggak."

"Nggak bohong, 'kan? Babe, tell me that you only love me, please...."

Figuran Wife [Republish]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora