CHAPTER 8

565 78 3
                                    

"Mereka berkomentar sesukanya, tanpa mengenal diriku yang sebenarnya."


***

Heksayang

Lo nggak boleh jauh-jauh dari Andre, biar lo nggak lihat tahun dan bulan kematiannya Ginny. Tapi, juga jangan terlalu deket, bukan muhrim. Bentar lagi gue dateng. Maklum, orang sibuk, ya, kayak gini, nih. Jadwal padat.


Dari isi chat Heksa ke Pijar, terlihat cowok itu sepertinya ingin cepat-cepat menemui Pijar. Heksa sengaja mengirim pesan tanpa memberi penjelasan lebih rinci. Ia tak mau Pijar khawatir dan menyusulnya ke rumah sakit.

Karena Heksa tahu ... semenjak Pijar menemukan tempat persembunyiannya, gadis itu tidak lagi takut menghadiri perayaan ulang tahun seseorang.

Hal yang sangat diinginkan Pijar sejak kecil, tapi ia tak pernah bisa menikmati perayaan ulang tahun seseorang karena mata ajaibnya itu.

Hingga suatu hari, Pijar akhirnya bertemu Andre, sosok yang bisa menjadi tempat persembunyiannya. Berdekatan dengan Andre, membuat kekuatan istimewanya tumpul. Mereka menyimpulkan hal ini setelah melewati berbagai peristiwa.

"Kita tunggu Heksa di dalem aja." Andre hendak membelokkan kemudinya ke sisi barat area parkir. Namun, tiba-tiba terdengar ketukan di jendela mobilnya.

"Maaf, Kak. Karena parkiran di sini penuh, biar saya yang carikan tempatnya," ucap sosok lelaki berpakaian rapi yang menawarkan jasa vallet.

Andre menyipitkan mata sejenak. Ia mengeja tulisan yang tertera di ID card si lelaki. "Valeron, sie perlengkapan dan peralatan," Andre mencebik sembari berkomentar, "kayak panitia pensi aja, nggak kreatif banget, tuh, si Grindong ngasih nama petugas-petugasnya."

Pijar menatapnya bingung. "Grindong siapa, Ndre?"

"Ginny Grindong," sahut Andre sambil terkekeh. Menurutnya lucu, tapi Pijar hanya mengerjap-ngerjap tak paham. Memberi reaksi datar seperti sebelum-sebelumnya.

Bahkan kadang, gue lihat Heksa udah sampai jempalitan demi bikin Pijar ketawa. Tapi, ending-nya juga sering failed. Jadi, bukan sama gue doang, kan, dia bereaksi kayak gini? Meski repot, tapi rasa cinta gue ke Pijar nggak bisa pudar.

"Eh, bentar, Mas." Andre kembali masuk ke mobilnya sebelum si petugas vallet memarkirnya ke area lain.

Andre membuka pintu mobil di kursi belakang dan mencari-cari sesuatu. Ia tersenyum tipis saat menemukan jaket putihnya yang terlipat rapi di bangku belakang mobil.

"Lo pake ini, Jar." Andre menyampirkan jaketnya di pundak Pijar, lalu termenung sesaat. Dahinya mengerut heran. Masa iya, Heksa yang beliin Pijar model gaun kayak gini? Dia rela gitu ceweknya pakai gaun bahu terbuka yang seksi, terus diperhatiin sama cowok sejuta umat?

"Ada apa, Ndre?" tanya Pijar sedikit bingung melihat Andre yang tampak seperti orang melamun.

Andre mengerjap-ngerjap sembari menggeleng. Hanya karena tangannya tanpa sengaja bersenggolan dengan tangan Pijar, dadanya mendadak sesak. Sarafnya seperti dialiri listrik. Ia seolah bisa mendengar degup jantungnya sendiri yang tak berhenti berdebar-debar kencang.

Setelah melewati bagian pengecekan undangan dan barang bawaan di koridor lantai satu, Andre dan Pijar menaiki lift bersama tamu-tamu lainnya. Namun, ketika melihat gadis itu memasuki lift, beberapa tamu cepat-cepat melompat ke luar. Dua pasang remaja yang masih tertinggal di dalam pun memilih untuk menyingkir sampai ke pojok lift.

Happy Birth-Die 2Donde viven las historias. Descúbrelo ahora