PROLOG

4.7K 320 8
                                    



Sembilan tahun usianya, kala dia pertama memiliki mata ajaib. Umur saat seharusnya seorang anak masih membutuhkan kasih sayang dan perhatian ekstra dari orang tuanya. Namun, sang papa memilih pergi dari rumah tanpa memberi pesan atau bekal yang mencukupi untuk masa depannya.

Sebagai anak pertama, Andre memikul semua beban sendirian. Ia didewasakan oleh keadaan. Selain merawat sang mama yang mengalami depresi beberapa bulan, Andre juga harus mengurusi adiknya yang masih berumur dua tahun.

Siang hari itu, perceraian papa-mamanya diputus pengadilan, Andre kecil berlari ke luar ruangan. Sampai akhirnya lajunya dihentikan petugas keamanan yang menggiringnya kembali ke ruang persidangan.

"Adek di sini dulu. Kan, mamanya masih di dalam," kata petugas keamanan itu, lantas meninggalkan Andre di depan pintu ruang persidangan.

Andre bosan sekaligus kesal. Papanya datang bersama wanita berwajah lebih muda daripada mamanya. Dan, itu kali pertama Andre melihatnya.

Ketika Andre menyapa Papa, pria itu hanya melengos. Sama halnya yang terjadi ketika persidangan selesai, dan ia kembali bertemu dengan papanya bersama wanita itu.

"Papa! Andre kangen, Pa!" Andre merengek. Tak mendapat perhatian dari sang papa, ia menarik-narik tangan pria itu. "Pa, ayo ke rumah dulu, ketemu sama Aura. Dia udah bisa ngomong dikit-dikit. Ma, Pa. Sering manggil-manggil gitu dan ngoceh lucu."

Andre berlari kecil untuk menyamai langkah papanya. Pria itu tidak berhenti sekalipun Andre terus memangil-manggil namanya.

"Pa, Andre kemarin jadi juara kelas lagi. Papa belum lihat rapor Andre, kan?"

Saat sampai di parkiran, amarah papanya memuncak. "Andre! Kamu kembali ke Mama sekarang dan jangan ganggu Papa lagi!"

Sebelum papanya benar-benar masuk mobil, Andre memeluk pinggangnya. Itu cara terakhir yang ia harap bisa membuat hati papanya tersentuh.

"Kalo kamu masih ngeyel, Papa nggak bakal mau ketemu kamu lagi!" ancam papanya.

"Tapi, Papa bakal balik ke rumah, kan?" tanya Andre. Wajahnya sudah merah dan berkeringat menahan tangis.

Tak ada jawaban. Pria itu mendorong pelan bahu Andre agar menyingkir dari mobilnya. "Jaga mamamu sama Aura. Anak sulung nggak boleh lemah."

Tangan Andre terkepal. Tangis Andre kecil akhirnya pecah begitu melihat mobil Papa keluar dari parkiran. Ia berlari mengejarnya sampai ke jalan, lalu berhenti dan terduduk sesaat di trotoar.

Banyak orang mendatanginya. Namun, Andre menepis semuanya dan memilih untuk menyepi di kamar mandi pengadilan yang siang itu sepi.

"Kenapa aku nggak bisa seperti anak-anak lain?"

Andre kecil menatap dirinya di depan cermin. "Mereka bisa main ke taman sama mama-papanya. Main bola, sepedaan, makan bareng di taman. Kalau aku?"

Tangannya yang terkepal dihantamkan ke wastafel yang keras. Rasa ngilu seketika menjalar di tubuhnya.

Bulir-bulir darah segar meluncur ketika Andre tertunduk. Ia mimisan lagi. Biasanya ia akan cepat-cepat menyumpal hidungnya dengan tisu, lalu beristirahat dengan posisi kepala mendongak. Namun, kali ini Andre sengaja membiarkannya.

"Kalau darahnya dibiarin ngalir terus, aku bakal mati nggak, ya?"

Mendengar suara langkah kaki seseorang yang mendekat, Andre cepat-cepat mengusap darahnya yang menetes di pinggir wastafel, lalu bersembunyi di salah satu bilik toilet.

Andre tidak mau ada orang lain yang melihatnya, lalu melapor ke petugas keamanan. Jadi, ia tidak boleh membuat keributan atau hal-hal yang dapat memicu kecurigaan orang lain.

Andre kecil memang diberkahi otak genius yang turun dari sang papa. Maka, ketika pengkhianatan itu berasal dari orang yang menjadi panutan, hancur sudah dunianya.

Orangnya udah pergi belum, ya? batin Andre sembari menutup mulutnya sendiri. Takut kalau desah napasnya terdengar sampai luar.

Lelah menangis dan mulai lemah karena mimisannya tak juga berhenti, Andre menutup kloset, lalu duduk di sana. Lama-kelamaan ia merasa mengantuk. Tubuhnya yang kurus semakin lemas.

Andre kecil mengira ketika terbangun nanti raganya mungkin sudah tak bernyawa. Apakah akan ada kesempatan baginya untuk tahu bahwa tak semua keluarga punya hubungan yang harmonis? Tidak semua cinta berakhir indah dan bahagia?

***

Hi, Sobat Belia!

Siapa yang kangen sama Happy Birth-die?
Minbel balik lagi dengan Happy Birth-die 2!!!!

Selamat membacaa


Happy Birth-Die 2Место, где живут истории. Откройте их для себя