CHAPTER 7: PERJALANAN

613 96 4
                                    


Bukan karena sangat dekat, seseorang menjadi sahabat. Karena pengkhianat bisa saja datang dari orang terdekat.

***

Kecantikan di dalam diri seorang wanita akan tetap terpancar, sekalipun ia tidak mengenakan riasan. Ini yang coba terus dipercayai Pijar yang sering kali tampil polos. Namun, tidak kali ini. Seringai kecil terbit di ujung bibir gadis itu. Ia menatap pantulan wajahnya di cermin.

"Cantik," gumamnya sembari menyibak sedikit rambutnya yang tergerai menutupi sebagian wajah.

Definisi cantik bagi Pijar memang berbeda. Lipstik berwarna merah tua juga rambut panjangnya yang sedikit berantakan karena tidak disisir, sudah cukup membuatnya puas.

Sungguh tidak bisa dibayangkan bagaimana reaksi Heksa saat melihat kekasihnya yang tampak seperti kuntilanak hendak mengikuti Take Me Out itu.

Gaun mewah dan berkilau itu pemberian dari Heksa. Sangat mengagumkan. Namun, dandanan Pijar sangat kontras dengan desain gaun itu.

"Hati-hati, Jar," pesan papa Pijar sekali lagi saat melihat putrinya melintas di ruang tamu. Papa Pijar tidak sempat menoleh menatap intens wajah putrinya karena sibuk menyuapi Nina, adik perempuan Pijar.

Hari Sabtu sore ini, anak-anak kelas XII SMA Rising Dream sibuk berdandan untuk acara ulang tahun Ginny.

Berkebalikan dengan Pijar yang hanya butuh waktu lima menit untuk berdandan, mungkin sudah hampir satu jam lamanya Heksa berdiri di depan cermin. Bahkan, setelah masuk mobil dan duduk di balik kemudi, dia masih sempat-sempatnya berkaca melalui spion.

"Gansss banget. Kalau sampe si Zombie masih b aja ngelihat aura kegantengan gue ini, fix deh, gue harus bawa dia ke dokter mata," gumam Heksa. Sesekali ia menyisir rambutnya dengan jari tangan. "Bikin konten, ah, biar amal, membagikan kegantengan gue ke followers gue."

Setelah kemarin rambutnya dimodel ala jengger ayam, kali ini Heksa tampak seperti terong dicabein. Namun, pesona SELEBGRAM HITZ SMA RISING DREAM itu memang tidak tertandingi.

"ASTAGA!" Heksa terperanjat. Ia menarik napas dalam-dalam sembari mengusap dadanya. Baru saja membatin soal Pijar, ponsel Heksa di dalam saku bergetar. Nama gadis itu muncul di layarnya.

Jangan-jangan dia tahu kalau lagi gue omongin? Hiiiiii ....

"Apa, Zom? Lo udah nggak sabar ketemu gue? Yaelah, baru juga sehari libur sekolah, kangen, lo, sama gue?" tanya Heksa. Pipinya memerah. Ia yang ingin menggoda Pijar, tapi malah dirinya sendiri yang salah tingkah dan malu.

"Nggak, Sa," jawab Pijar jujur. "Tapi, gue udah kesemutan ini," terang gadis itu sembari menggoyang-goyangkan kakinya.

Heksa yang sangat menahami isi kepala Pijar, sontak mendelik, lebih tepatnya, berusaha mendelik. Pura-pura kaget biar lebih mendramatisasi.

"JANGAN BILANG, LO NUNGGUIN GUE DI DEPAN PAGER RUMAH LO YANG UDAH REYOT ITU?" tanya Heksa. Suara cemprengnya bahkan sampai membuat alarm mobil tetangganya berbunyi.

"Kok lo tahu, Sa? Jangan-jangan lo cenayang, ya?" tanya Pijar dengan polosnya.

Heksa menggerutu di dalam hati. Yang cenayang itu lo, ogeb, kenapa malah jadi gue?

"Lo sekarang masuk, tunggu gue di ruang tamu lo yang paling cuma cukup buat duduk tiga orang doang itu," kata Heksa. Ia ingin menunjukkan perhatiannya, tetapi ujung-ujungnya tetap menghina. "Duduk di situ dulu—"

Tut .... Tut .... Tut ....

Sambungan telepon yang terputus tiba-tiba membuat ucapan Heksa terpotong. Tak tahu apa sebabnya, tapi Heksa menduga terjadi gangguan sinyal dari tempat Pijar.

Happy Birth-Die 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang