CHAPTER 4: BERTAHAN

761 117 2
                                    


Mencampuri takdir akan membuat hal-hal lainnya juga ikut berubah. Bagaimana jika perubahan itu menyebabkan hal buruk? Apa diam adalah hal paling tepat?

***

"Ginny?"

Kening Heksa berkerut sesaat. Ia melirik Willy yang ternyata juga sedang memperhatikannya. Lalu, di detik yang sama, keduanya saling melempar senyum.

"Ginny, oh, Ginny, kau mutiara hatiku ...."

Heksa dan Willy kompak menyanyikan soundtrack sinetron lawas yang mereka tahu dari Youtube, sembari berjoget tarian khas India. Pinggul keduanya melenggak-lenggok seperti angsa sedang berjalan.

"Lihat, Jar? Cuma gue, kan, yang waras?" Andre menaik-naikkan sebelah alisnya. "Lo nggak berniat barter pacar lo sama cowok yang lebih sehat jiwanya?"

"Oh, lo ngatain kita gila?" Walau sedang fokus berjoget, Heksa langsung peka jika ada orang yang menjadikannya topik pergibahan.

Willy menjauhkan dirinya dari Heksa. Menatap lelaki itu dengan ekspresi geli. "Kita? Lo aja, kali, gue nggak!"

Heksa melengos. Ia mengerling pada Willy yang langsung memasang kuda-kuda. "Kaburrr!"

Bibir Pijar melengkungkan senyuman. Setiap kali suasana hatinya sedang buruk, Heksa dan teman-temannya selalu berhasil membuatnya kembali tersenyum.

Aneh, memang.

Kalau dipikir-pikir, saat kebanyakan murid perempuan ingin sekali berdekatan dengan tiga cogan itu, Pijar yang tidak punya teman malah bisa bersahabat dekat dengan ketiganya. Sesuatu yang sungguh membuat iri gadis-gadis di SMA Rising Dream.

"Jadi, lo kenapa nggak masuk kelas, Jar?" tanya Andre sekali lagi. Ia sungguh-sungguh ingin membantu Pijar. Namun, gadis itu masih saja terlihat canggung untuk membagi masalahnya dengan Andre.

"Nggak mau cerita, nih?" Andre bangkit dari duduknya sembari menatap Pijar dengan intens. "Oke, gue bakal cari tahu sendiri," tukasnya, lalu melangkah menjauhi Pijar.

Gadis itu termenung. Ia duduk sambil terus mengawasi Andre yang kini berderap ke ujung koridor.

Pijar terlambat peka. Ia ingin meneriaki Andre, tapi takut suaranya mengganggu kegiatan belajar-mengajar di kelas lain."

"Ndre." Akhirnya Pijar hanya menggumam. Berharap Andre berbalik dan menoleh ke arahnya.

Ia ingin meminta bantuan Heksa, tapi Pijar sendiri tidak tahu lelaki itu ada di mana. Tadi waktu kejar-kejaran sama Willy, sepertinya mereka berbelok ke arah kantin. Mungkin sekarang lagi sarapan atau nongkrong di sana, padahal masih jam pelajaran.

**

Tok ... tok ... tok ....

Bu Seli menoleh ke arah pintu. Ia tertegun sejenak, sementara murid-murid perempuan di kelasnya mendadak heboh. Bahkan, beberapa di antaranya ada yang sampai histeris dan mengguncang-guncang lengan teman sebangkunya.

Sementara para murid lelaki hanya melengos kesal. Merasa reaksi murid-murid perempuan terlalu berlebihan. Bahkan Diego, yang dinobatkan sebagai murid paling tampan dan memesona di kelas itu, langsung kalah pamor begitu Andre datang.

Alias, tidak dianggap.

"Tenang semuanya!" teriak Bu Seli sembari menggebrak-gebrak meja. Saat menoleh ke Andre, ekspresi wanita itu berubah lembut. "Andre, ada perlu apa ke sini?"

"Huuu." Murid-murid perempuan kompak menyoraki.

Entah apa sebabnya, orang yang menjadi lawan bicara Andre akan selalu luluh. Terbius tatapan teduhnya. Khusus untuk mereka yang sepantaran, dijamin langsung jatuh hati pada cowok itu. Jadi, jangan heran jika setiap harinya daftar bucin Andre selalu bertambah."

Happy Birth-Die 2Where stories live. Discover now