6. Dear Miss Edevane

223 36 0
                                    

Wangi roti yang baru saja keluar dari panggangan memang surgawi, apalagi jika diresapinya dengan kopi latte. Claire akan bersujud demi seonggok kenikmatan itu. Dan seperti yang sudah didefinisikan, sore ini-- selepas pulang dari kampus, ia mampir ke Salleo Bakery. Hanya untuk mengembalikan energinya yang terasa seperti terkuras habis.

Netranya ia edarkan ke sekitar, merasai jalanan Oxford yang kebanyakan dilintasi oleh para pekerja yang baru saja pulang dari tempat pencetak uangnya-- dan beberapa turis manca negara. Tidak dipungkiri juga jika masih ada banyak mahasiswa yang ikut lalu-lalang di jalanan sana, meskipun sekarang sudah masuk liburan musim panas.

Hembusan napas berat terdengar seirama dengan pandangannya yang Claire lemparkan untuk menembus segumpalan awan abu yang sedikit menutupi mendung di atasnya. Sudah seminggu ini langit London dihantui abu yang menurut Claire menjengkelkan. Sebab ia harus membawa payung setiap kali pergi bekerja atau sekedar keluar. 

Tapi setidaknya, langit abu itu bisa lebih bersahabat dari langit cerah yang terkadang dengan lancangnya membawa ia bernostalgia ke lima tahun lalu. Tahun dimana semuanya berubah pekat.

"Hey!" Hingga akhirnya, gerbang lamunan itu dihempas habis oleh tepukan seorang wanita di bahunya. Sedikit berterima kasih sebenarnya.

"Heii!" Ia lantas menaruh seluruh atensinya pada wanita yang kini sudah duduk di hadapannya  sembari meletakkan kopinya. "Bagaimana bisa kau menemukanku di sini? Dan kapan kau kembali?"

Cassandra terkekeh rendah usai meneguk capuccino nya. "Aku kembali kemarin dan tadi aku mencarimu ke apartemen, tapi kau tidak ada. Luckily i met Kaisar, so i asked him, dia bilang kalau sore-sore begini kau pasti ada di sini, jadi aku mengeceknya. Dan beruntungnya benar. Jadi setidaknya aku tidak perlu repot-repot melakukan apparate lagi dan lagi," sahutnya yang membawa gelak renyah bagi Claire.

Cassandra Ainsley, wanita keturunan half-blood yang memang lama waktu ini dekat dengan Claire. Mereka pertama bertemu di kereta bawah tanah saat Claire menolong Cassandra yang tengah diganggu oleh para penjahat kelamin calon-calon korban kebiri.

Traumanya masih begitu terasa sampai sekarang, jadi mulai saat itu Cassandra memutuskan untuk selalu membawa tongkatnya dan melakukan apparate setiap kali ia berpergian sendiri. 

"Di mana kau bertemu dengan Kai?" 

"Your apartment."

"Ck, makhluk astral itu hanya akan membuatku mengeluarkan uang untuk restock makanan." 

Gelak renyah yang terdengar seiring dengan rotasi mata Calire, menandakan bahwa ia benar-benar jengah dengan kelakuan salah satu kakaknya itu. Datang tidak diundang, pulang perut buncit, sebab rakus menghabiskan semua stock cemilan Claire

"Biar saja. Lagipula kau 'kan kaya," ucap Cassandra usai dengan tawanya.

Claire mendesis sembari mendelik tajam. "Dia lebih kaya dariku," katanya sembari mengedip untuk mengakhiri tatapan sinisnya.

"Iya, kalau dilihat dari segi pekerjaan. Tapi kalau dilihat dari segi warisan, jelas kau lebih besar."

Untuk kesekian kalinya, ia mendesis. "Tetap saja, dia lebih kaya dariku."

"Ah ya, ya, ya," apatisnya setelah meneguk, dan tergelak bersama dengan si bungsu kaya raya.

Menit berikutnya hanya mereka isi dengan perbincangan ringan tentang keseharian mereka, pekerjaan mereka, situasi di dunia sihir yang masih begitu-begitu saja--berbalik dengan dunia muggle yang lumayan chaos, bahkan mereka membicarakan tentang aktor-aktor tampan yang kian menjulang di dunia per film-an. Seraya menikmati sedapnya kopi dan croissant hangat, langit mendung ternyata tak kuasa untuk menahan timbunan air yang mengendap di sana.

Sequoia | Severus SnapeTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon