2. He Needs a Punishment Sometimes

269 44 4
                                    

Fourth Year-End of 1992

Kembali menapak di Dungeons untuk menemui sang Master of Potions, Claire menghela napasnya. Tadi pagi ia tidak sengaja memasukan terlalu banyak bahan ke dalam kuali, dan berakhir dirinya harus memunguti pecahan kuali.

Kini, kakinya berhenti melangkah. Entah sudah terhitung berapa ratus--mungkin--kali ia menginjakkan kaki di ruangan ini. Sejak tahun pertama sampai sekarang dirinya berada di tahun ke empat, belum pernah sekalipun dalam satu minggu ia absen untuk datang kemari.

Padahal kalau dipikir-pikir Claire tidak begitu nakal.

Ia hanya menikmati masa remajanya.

Setelah pintu diketuk tiga kali dan mendapat perkenan dari pemiliknya, Claire lantas masuk.

"Good evening, Professor," sapanya kala ia menghentikan tapaknya di hadapan Snape.

Pria yang asik sibuk dengan perkamen-perkamen para muridnya itu hanya mengangguk--menanggapi sapaan satu siswi onarnya ini.

Seperti biasa, Claire menunggu beberapa saat sampai maniak ramuan yang menjadi momok menakutkan itu bertitah.

"Ekhem!"

Claire lantas menegakkan tubuhnya, ia menatap Snape dengan senyum simpulnya. Bagaimanapun juga, Claire selalu siap menerima detensinya, tidak peduli apapun itu.

Sebelum membuka suara, Snape lebih dulu menyodorkan selembar perkamen dengan tinta yang sudah tertata rapi di atasnya.

"Kerjakan essay itu tanpa ada kesalahan sedikitpun. Waktumu hanya 20 menit, dan aku ingin perkamenmu datang padaku dalam keadaan bersih, tidak ada coretan atau apapun itu, hanya ada jawaban benarmu." Claire mengangguk paham seraya mengambil selembar perkamen berisi essay.

"Setelahnya, kau ku beri tugas untuk membersihkan kelas ini dan membereskan bahan-bahan yang tidak lagi tertata rapi di sana. Daftarkan semua bahan yang berkurang lebih dari 50%, tanpa ada satu bahan pun yang terlewat. Mengerti?"

Lagi dan lagi Claire mengangguk, sebelumnya ia pernah mendapat detensi lebih berat dari ini. Ya, tidur di hutan terlarang selama satu minggu, karena dirinya dengan sengaja mematahkan tongkat sihir milik anak Slytherin tingkat pertama tahun kemarin.

Faktor utamanya jelas bukan dari Claire. Melainkan bocah tengik, tengil dan menyebalkan itu meledeknya dengan sebutan, 'half-blood jelek' padahal orang dengan gangguan penglihatan pun akan memuji pahatan Tuhan yang indah miliknya ini.

"Kerjakan sekarang," titahnya selesai memerintah.

"Thank you, Sir." Claire menundukkan kepalanya sekejap lalu berbalik dan memilih salah satu meja kelas untuk dirinya mengerjakan essay.

Terkadang Claire merutuk, kenapa kelas ramuan jarang menyediakan tempat duduk, sih? Bukan apa, tapi kakinya akan kebas kalau terlalu lama berdiri tanpa bergerak sedikit pun.

Menelisik bentuk soal nya, Claire menghela napas lalu terkekeh sarkas. Lirikan sinisnya menyorot Snape yang kembali sibuk dengan perkamennya begitu tajam.

Pria tua sinting!

Kira-kira itulah yang terbaik dari semua umpatan yang ada dalam benak Claire.

Sangat terasa sekali 20 menit terlewati begitu cepat. Meskipun begitu, ia berhasil mengerjakan essay dengan keakuratan jawaban 99,99% benar. Semua yang menjadi syarat Claire bisa menuntaskan detensi ini berhasil dijalankan. Perkamennya bersih, tidak ada coretan ataupun kata-kata yang salah. Semuanya sempurna.

Tepat saat ia memberikan perkamennya ke arah Snape, mereka sempat beradu pandang. Pria itu menatapnya begitu tajam dan penuh selidik, sedang Claire, ia hanya memberikan tatapan bersahabat. Senyum simpulnya kembali muncul, meskipun tangannya mengepal kuat di belakang tubuhnya.

Sequoia | Severus SnapeWhere stories live. Discover now