H19 🪴 Cerita Tentang Mama dan Papa

167 44 17
                                    

Bismillahirrahmanirrahim.

Updated on: Jum'at, 18 Agustus 2023.

Bab ini mundur lagi ya sebelum malam kemarin Mardhea ketemu Hanan. Jadi, kemarin kan dimulainya dari Hanan mimpi sampai ketemu Dhea. Sekarang dari Dhea sampai ketemu Hanan.

Happy reading!💗

19. Cerita Tentang Mama dan Papa

🪴🪴🪴

DULU Mardhea sangat ingin merasakan suasana makan malam bersama orang tuanya. Makan malam seperti keluarga normal yang bahagia. Namun, kebiasaan dengan rasa sepi dari umur remaja tidak membuat dirinya berharap banyak lagi. Jadi jika malam ini melihat sang mama dengan suami barunya duduk di depannya untuk makan malam keluarga, Mardhea luar biasa merasa tidak nyaman. Matanya terus menatap setiap gerakan sang mama yang malam ini banyak mengukir senyum dan tampak cantik. Beliau terlihat seperti seorang istri yang bahagia, mengenakan daster rumahan selutut, rambut digulung ke atas, dan sedang mengisi piring suaminya dengan nasi beserta lauk-pauk.

Sedangkan, di samping sang mama ada pria yang semenjak datang ke rumah ini selalu memandangnya dengan tatapan hangat seolah dia adalah figur ayah teladan. Beberapa kali mereka berbicara—tentunya bukan Mardhea yang memulai obrolan—dia hanya memberikan respon anggukan atau jawaban singkat. Pria itu, Adhiyasta Baskara, baru dia ketahui adalah seorang jaksa. Namanya cukup dikenal sebagai seseorang dengan disiplin tinggi, penuh empati, tegas, dan membawa aura keadilan.

Sebelum bicara, dia selalu mengukir senyum. Nadanya lurus dan tegas, tapi tetap memiliki kesan hangat. Baik bicara dengannya atau sang mama, Adhiyasta tidak membedakan nada suara atau pilihan kalimatnya. Pria itu benar-benar berhati lembut dan sopan.

"Dhea, astaga!" Suara keras itu menyentak gadis yang sedari tadi melamun menatap piringnya.

Mardhea mengalihkan pandangan ke kanan, melihat Adhiyasta berdiri di sampingnya dan tangan pria itu menahan pergelangan tangannya yang hendak memasukkan sendok berisi nasi serta lauk ke dalam mulut. Pria itu mengambil sendok dari tangannya, meletakkan di piring, kembali fokus pada putri tirinya.

"Apa yang kamu pikirin sampai nggak tahu kalau kamu hampir makan udang?" Nadanya sedikit tinggi, tapi tersirat kecemasan dari sorot matanya.

Mardhea tersadar, dia melihat sendok berisi nasi dan udang. Dia menggigit bibirnya tanpa sadar. Namun, ingatannya justru memutar peristiwa beberapa tahun lalu. Dari dulu, Mardhea tidak bisa memakan udang, tapi pada suatu sore papanya justru pulang membawa udang goreng yang membuat Mardhea langsung melahapnya. Sepuluh menit kemudian, dia dilarikan ke rumah sakit karena kesulitan bernapas. Itu terjadi pada usianya sepuluh tahun, tapi ayah kandungnya tidak tahu anaknya sendiri alergi udang. Sedangkan, pria yang belum genap sebulan menjadi ayah tirinya mampu memberikan perhatian lebih dan mengenal dirinya lebih jauh.

Mardhea kembali menatap Adhiyasta ketika pria itu dengan telaten memindahkan udang dari piringnya dan mengganti dengan ayam serta sayur.

"Besok-besok nggak usah masak udang lagi, Phia." Adhiyasta berkata setelah duduk di samping istrinya. "Bahaya kalau Dhea kayak tadi lagi."

"Kamu suka udang." Sophia menjawab. Biasanya memang tidak ada olahan udang di rumah mereka, tapi malam ini dia membuatnya adalah untuk sang suami.

Hanan Where stories live. Discover now