19. Kehancuran Akan Selalu Menjadi Akhir Kejayaan (a)

Mulai dari awal
                                    

Melihat Darsana berusaha menerobos api, Juan tidak langsung menyusul. Keluarga mereka sudah kehilangan banyak sebelumnya, jadi dia harus menyelamatkan apa yang bisa diselamatkan. Jadi Juan kembali ke ruang kerja dan membuka brankasnya. Ada sebuah brankas kecil lain di sana, yang berisi sertifikat dan juga akta dari properti yang tertinggal.

Semua jendela kaca di rumah itu adalah tipe tempered sehingga sulit untuk dipecahkan, Jadi Juan hanya bisa dengan susah payah mengangkat brankas tersebut dan berjalan melewati api. Sensor panas di rumah itu entah bagaimana tidak berfungsi, yang mengakibatkan api dengan cepat melahap isinya.

Juan melihat Darsana sudah hampir sampai ke pintu, jadi dia berusaha menyusul. Namun, saat itu, lampu gantung besar di ruang tengah tiba-tiba jatuh dan menimpanya. Darsana mungkin mendengar suara itu sehingga dia berbalik, tapi alih-alih menolong, pria itu ketakutan melihat apa yang terjadi dan berlari semakin kencang.

Teriakan Juan bergema di tengah deru api yang membakar, tapi sayangnya tidak ada yang datang menyelamatkannya.

Sementara itu, Darsana yang melihat jalan keluar hanya beberapa meter darinya sangat lega. Sedikit lagi, dan ia akan selamat. Tepat saat Darsana akan sampai, pintu besar tersebut tiba-tiba tertutup.

Darsana berusaha menariknya sekuat tenaga, tapi itu tidak mau terbuka. Dia sangat panik dan berusaha berteriak melalui jendela kaca, tapi hanya melihat pelayan dan wanita gila itu di sana. "Tolong! Tolong aku!" teriak Darsana.

Sayangnya baik Darsana maupun Juan, keduanya tidak memperhatikan jika di bawah pintu dan rantai lampu gantung, ada kabut hitam yang bergerak.

Saat Naesa kembali bersama menantu dan cucunya, yang mereka lihat adalah rumah dengan api yang masih menyala-nyala, di mana empat mobil pemadam yang berusaha menyemprotkan air ke sumber api diparkir di depan rumah mereka.

Naesa berteriak histeris. Dia mencari-cari Juan, tapi pelayan itu mengatakan bahwa Juan sepertinya tidak sempat keluar karena dia masuk ke ruang kerja untuk mengambil sesuatu, . Memikirkan bahwa Juan mungkin sudah mati terbakar di dalam sana, Naesa segera kehilangan kekuatannya dan pingsan.

Saat Dwiyon tiba setelah mendengar kabar itu, yang ia lihat hanyalah istri dan anaknya yang menangis di satu sudut, sementara ibunya sedang ditangani di dalam ambulans.

Di bawah bayangan pohon yang tak dihiraukan oleh siapa pun, Dikta berdiri menatap api yang masih mengamuk dengan asap hitam yang membubung tinggi. Mulutnya bergerak untuk berbicara, tapi suara yang keluar bukanlah miliknya.

"Seperti inilah nasib mereka yang merusak takdir," bisik suara itu tanpa ampun.

* * * * *

Ketika Kahliya mendengar tentang kecelakaan di keluarga Hansa, dia sedang berada di studio bersama Ametys dan yang lainnya. Menatap layar televisi yang menayangkan siaran langsung dari tempat kejadian, orang-orang di sana terkejut.

"Aku merasa keluarga Hansa sangat sial belakangan ini," kata salah satu karyawan Sendrakara.

"Benar, mulai dari kasus penculikan anak-anak, perusahaan yang bangkrut dan sekarang bahkan rumah mereka pun terbakar," komentar yang lain. "Apakah menurut kalian ini disengaja?"

"Jika itu perbuatan seseorang, maka orang itu pasti sangat kejam."

"Atau bisa jadi orang itu membalas dendam."

Sementara mereka berbicara, Ametys memperhatikan jika ekspresi Kahliya yang tenang sedikit redup. Orang-orang ini memang tidak tahu mengenai hubungan Kahliya dengan keluarga Hansa, jadi mereka bisa berbicara begitu bebas.

"Kalian lanjutkan makan, aku akan mengurus sesuatu sebentar," kata Kahliya sebelum meninggalkan yang lain dan masuk ke ruangannya.

Ametys yang melihat itu juga meletakkan sendoknya dan menyusul. Melihat keduanya bertindak demikian, yang lain saling pandang dan masing-masing memberikan tatapan penuh arti.

Syahdan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang