6. (b)

10.8K 1.8K 200
                                    

Dua hari kemudian, Herjuno dan Akram akhirnya menyelesaikan segala keperluan yang harus mereka siapkan, tidak ketinggalan membawa dua asisten dan satu orang kuasa hukum yang mungkin dibutuhkan, sebelum memesan penerbangan ke Kota P.

Sesuai arahan Ametys, mereka langsung menuju ke markas militer Angkatan Darat yang ada di kota tersebut dan dengan koneksi yang dimiliki, mereka dengan cepat diarahkan ke bagian administrasi tanpa banyak penundaan.

Seorang petugas di sana kaget saat mendengar penjelasan Herjuno yang datang mencari putranya, tapi melihat pria tua itu, mereka masih membantu dan bahkan beberapa orang dikerahkan untuk menyesuaikan informasi yang diberikan Herjuno dengan prajurit yang kemungkinan besar adalah keluarganya.

Herjuno kemudian memberikan petunjuk penting terakhir, "Ia tewas sekitar 6 tahun lalu, dan situasinya bukanlah kematian alami."

Hanya ada satu kemungkinan selain kematian alami di pekerjaan mereka, yaitu gugur dalam tugas. Dengan hal itu, staf di sana menyisir kembali informasi yang menumpuk dan akhirnya menyisihkan empat yang sesuai.

Herjuno dan Akram memeriksanya satu-persatu, sampai mereka melihat informasi di lembar terakhir dan pria tua itu tidak bisa menahan tangis. Nama yang tertera di sana bukanlah Prima Irawan Mezak, melainkan Brigadir Jenderal Bintang Haryan.

"Ini dia! Kita benar-benar menemukannya! Bagus, bagus sekali!" tangis Herjuno saat melihat jabatan anaknya dengan lambang pangkat bintang satu. Hanya saja, tidak ada yang tahu kepada siapa pujian terakhir itu sebenarnya diberikan.

Apa yang membuat Herjuno langsung mengenali Prima adalah wajah pria itu sangat mirip dengan istrinya, bahkan Akram tidak bisa tidak berpikir jika saudaranya adalah versi lelaki dari wajah ibunya. Meskipun ingatan Akram juga mulai samar mengenai ibunya, tapi foto masa muda wanita itu ada di mana-mana di rumah mereka, sehingga tidak sulit melihat kemiripannya dengan Prima.

Staf yang bertugas di ruang itu juga terharu melihat keluarga tersebut menemukan orang yang mereka cari. Dia lantas berkata, "Brigjen Bintang dikirim ke perbatasan negara A tujuh tahun lalu sebagai salah satu pasukan perdamaian. Namun, serangan dari kelompok militan tiba-tiba terjadi dan Brigjen Bintang yang saat itu masih seorang kolonel gugur saat berusaha menyelamatkan para wanita yang akan diculik."

Bintang Haryan kemudian diangkat secara anumerta atas jasanya dan bahkan saat itu, jenazahnya diantar oleh masyarakat setempat sebelum diterbangkan kembali ke negara ini dan dianggap sebagai pahlawan yang melindungi orang-orang tertindas.

Setelah Herjuno lebih tenang, mereka akhirnya membicarakan tentang hal lain, termasuk alamat lengkap dari keluarga yang ditinggalkan Prima. Sejak Prima meninggal, istri dan anaknya telah pindah ke daerah lain, yang membutuhkan waktu tidak lebih dari satu jam menuju ke sana.

Kelompok itu tidak membuang waktu lagi dan bergegas menuju alamat yang didapat. Kompleks perumahan itu sangat asri dan melihat bangunannya, tampaknya ditinggali oleh keluarga kelas menengah biasa.

Asisten Herjuno sesekali akan turun untuk menanyakan rumah yang dituju kepada orang yang lewat, dan untungnya mereka tidak tersesat sampai di lokasi tujuan. Lima orang itu turun dari mobil dan berdiri di depan gerbang sebuah rumah bertingkat dua sederhana yang dipenuhi dengan bunga di taman kecilnya.

Seorang remaja berusia sekitar sekitar 15 atau 16 tahun sedang berdiri di depan rumah, memegang selang air dan menyiram tanaman di pot dengan tidak bergairah.

"Batara Haryan, kamu akan membuat bunganya mati jika menyiramnya seperti itu!" Seorang wanita berseru hingga setengah badannya keluar dari jendela. Melihat anaknya yang menyiram bunga sampai batang dan daun tidak ada yang terlewatkan, mata wanita itu membelalak.

Syahdan ✓Where stories live. Discover now