47🍁

711 61 8
                                    

Tama membuka matanya pelan. Namun, ia terkejut saat ia melihat ada banyak petugas medis dan dokter yang biasa menanganinya saat itu sudah mengelilingi brankarnya. Ia sadar bahwa dirinya berada di dalam ruang rawatnya sekarang.

"Dok..," panggil Tama dengan suara lirih terhalang masker oksigen.

"Iya, apa ada yang sakit, Tama?" tanya dokter.

"Kenapa saya ada di sini? Bukannya tadi saya lagi di makam mamah saya?" tanya Tama dengan suara lemahnya.

"Kamu tadi memang ke makam mamah kamu, Tama. Tapi kamu sudah kembali lagi ke rumah sakit sekarang karena kamu tadi pingsan saat di makam. Papah kamu sampe panik banget pas bawa kamu ke rumah sakit. Papah kamu nangisin kamu dari tadi," ucap dokter.

"Dimana papah sekarang, dok?" tanya Tama.

"Ada di luar sama adik kamu. Mereka khawatir banget sama kamu," ucap dokter.

"Sekarang apa yang kamu rasain, Tama?" tanya dokter.

"Pusing..," ucap Tama.

"Itu pasti karena kamu kebanyakan menangis tadi. Jangan nangis lagi, ya! Nanti dada kamu juga jadi sesak lagi kalo kamu nangis terus," ucap dokter.

"Panggilin papah sama adek saya ke sini, dok. Saya mau minta maaf karena udah bikin mereka khawatir," ucap Tama.

"Baik, Tama. Nanti saya langsung panggil papah sama adik kamu ke sini, ya!" ucap dokter.

"Makasih, dok," ucap Tama.

"Sama-sama, Tama. Tapi kamu udah ngga ada keluhan lain lagi, kan?!" ucap dokter dan dibalas gelengan oleh Tama yang berarti tidak.

"Ya sudah, kalau gitu saya permisi ya! Kalo ada apa-apa, langsung pencet aja tombolnya yang ada di situ! Nanti saya pasti langsung ke sini," ucap dokter menunjuk ke arah tombol yang ada di dekat brankar Tama.

"Iya, dok," jawab Tama.

Setelah itu, dokter dan para petugas medis pun keluar dari dalam ruang rawat Tama dan memberitahu Agni dan Saka bahwa Tama ingin bertemu mereka sekarang.

Tak lama, Agni dan Saka pun masuk ke dalam ruang rawat Tama. Mereka langsung menghampiri Tama dan memeluk Tama erat.

"Ya Allah.. Alhamdulillah kakak tadi cuma pingsan. Papah takut banget, kak. Papah udah mikir yang ngga-ngga sama kakak. Papah sampe lemes banget tadi," ucap Agni.

"Iya, aku juga kak. Tadi aku kaget banget pulang les kakak ngga ada di dalem ruang rawat. Terus tiba-tiba aku liat papah, dokter, sama banyak petugas medis dorong brankar tapi yang ada di atas brankar itu kakak! Aku liat papah nangis sambil panggil-panggil kakak. Aku panik, lah! Aku takut banget kakak pergi ninggalin aku. Tapi Alhamdulillah kakak ternyata tadi cuma pingsan," ucap Saka lega.

"Maaf.. udah bikin khawatir lagi," ucap Tama.

"Ngga pa-pa, kak. Yang penting sekarang kakak udah ngga pa-pa," ucap Agni tersenyum pada Tama. Ia lalu mencium wajah Tama berkali-kali dan setelah itu ia mengucap syukur berkali-kali pada Tuhan karena Tuhan masih membiarkan Tama hidup saat itu.

••••

Keesokan harinya, terlihat Tama sedang belajar bersama dengan Bian di ruang rawatnya. Di ruang rawatnya itu, ia juga ditemani oleh Tsifani, nenek, dan Saka yang sedang menikmati rujak buatan nenek. Mereka duduk di sofa ruang rawat Tama sambil memperhatikan Tama dan Bian yang sedang belajar. Sementara itu, Agni masih berada di kantor saat itu.

Tama belajar bersama Bian sambil tiduran di atas brankarnya, sedangkan Bian tampak duduk di kursi yang ada di samping brankar Tama sambil menjelaskan materi yang sudah ia pahami pada Tama dengan sabar. Tama memang sedang berusaha memanfaatkan waktu luangnya untuk belajar karena sebentar lagi ia akan menghadapi ujian akhir kelulusan. Sesekali ia akan belajar bersama dengan Bian, sesekali ia belajar dengan Tsifani, dan sesekali ia belajar bersama dengan teman-temannya jika datang menjenguk. Tama benar-benar berniat ingin sekali mendapatkan nilai ujian akhir kelulusan dengan nilai terbaik. Ia belajar bersungguh-sungguh selama di rumah sakit karena ia tidak bisa mengikuti pelajaran di sekolah mengingat kondisinya yang sudah sangat parah itu.

Kakak Sempurna Untuk Saka || JENO × JISUNG√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang