14🍁

1K 81 58
                                    

Siang itu, Tama dan Saka baru saja tiba di depan gerbang halaman rumah. Karena pintu gerbang masih tertutup, Tama pun turun dari belakang motor Saka untuk membukakan pintu gerbang. Setelah pintu gerbang terbuka, Saka melajukan motornya memasuki halaman rumah. Setelah pintu gerbang ditutup kembali, Tama pun menyusul Saka yang sudah berada di dalam garasi memarkirkan motornya.

Tama dan Saka lalu memasuki rumah dan berjalan menaiki tangga setelah melepas sepatu yang mereka kenakan. Mereka masuk ke dalam kamar masing-masing untuk mengganti seragam sekolah mereka dengan pakaian rumah yang lebih santai. Setelah Tama selesai mengganti pakaiannya, ia lalu mengeluarkan uang saku yang ia simpan di dalam tas sekolahnya hari itu dan memasukkannya ke dalam celengan bentuk tikusnya. Setelah itu, Tama pun keluar dari dalam kamarnya untuk makan siang karena hari itu ia tidak membawa bekal ke sekolah dan memilih untuk memakan makan siangnya di rumah. Saat Tama keluar dari kamarnya, ia melihat pintu kamar Saka yang masih tertutup. Ia lalu mencoba mengetuk pintu kamar milik adiknya itu dan mengajak sang adik untuk ikut makan siang bersamanya.

"Saka? Makan, yuk! Kamu tadi udah makan belum di sekolah?" ucap Tama setelah mengetuk pintu kamar Saka.

Karena Saka tidak menyahut, Tama pun kembali mengetuk pintu kamar itu lagi.

"Saka!" panggil Tama lagi.

"Berisik! Kalo mau makan ya udah sanah makan aja!" ucap Saka.

"Maaf, Sa.. kakak cuma mau ajak kamu biar makan sekalian bareng kakak. Siapa tau kamu belum makan siang juga tadi," ucap Tama.

"Gua udah makan! Lu aja sanah makan! Ngga usah nyuruh gua buat nemenin! Males gua kalo harus liatin lu makan. Ntar ujung-ujungnya kalo muntah lagi, gua yang beresin!" ucap Saka dari dalam kamar.

Tama langsung diam setelah mendengar jawaban Saka. Apa ia telah salah mengajak adiknya untuk makan bersama? Kenapa Saka harus menjawabnya seperti itu? Tidak bisakah Saka menolaknya dengan kalimat yang lebih halus? Kalimat yang diucapkannya barusan membuatnya merasa menjadi orang yang benar-benar menjijikkan.

"Ya udah, kakak makan di bawah ya, Sa!" ucap Tama dengan suara pelan.

Setelah itu, Tama pun menuruni tangga dan berjalan ke arah dapur. Ia mengambil sedikit nasi putih dan lauk khusus yang sudah disiapkan papahnya tadi pagi untuknya.

Ia lalu beralih ke meja makan dan duduk di kursi makannya dengan tenang. Ia pun menikmati makan siangnya itu setelah berdo'a terlebih dahulu. Hanya suara sendok dan piring yang beradu menemani keheningannya siang itu. Rasanya benar-benar tidak menyenangkan sekali. Ia merasa kesepian di rumahnya yang cukup besar dengan berlantai 2 itu. Meski ada Saka di rumah, ia tetap merasa sendirian. Hanya ada tersisa satu penghuni rumah itu yang selalu memberinya ruang dan kehangatan yang tak lain adalah papahnya. Hanya papahnya yang menerimanya sekarang. Hanya papahnya yang masih menganggapnya ada di rumah itu. Dirinya hanya berarti untuk papahnya, tidak untuk Saka.

Tama tampak mengunyah makanannya dengan malas. Semakin hari, selera makannya benar-benar berkurang daripada sebelumnya. Tapi ia masih terus memaksa untuk memasukkan setidaknya beberapa suap nasi ke dalam perutnya. Jika papahnya pulang dan lauknya itu masih utuh, papahnya pasti akan menceramahinya berjam-jam. Ia tidak ingin mendengar itu dari papahnya. Sudah cukup ia merepotkan papahnya. Ia tidak ingin menambah lelah papahnya hanya karena dirinya yang malas makan.

Setelah selesai makan dan meminum segelas air putih, Tama beranjak dari duduknya untuk segera mencuci piring dan gelas yang baru saja ia pakai.

Setelah selesai mencuci piring dan gelasnya, Tama kembali duduk di atas kursi makannya dan mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celananya. Ternyata, ada banyak pesan dari Bian yang belum sempat ia buka.

Kakak Sempurna Untuk Saka || JENO × JISUNG√Where stories live. Discover now