🍂Chapter 11🍂

5.1K 842 44
                                    

Setibanya sampe rumah langsung disambut sama dua bocil yang sibuk gangguin Abangnya buka sepatu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Setibanya sampe rumah langsung disambut sama dua bocil yang sibuk gangguin Abangnya buka sepatu.

"....Bang pulang?," tanya si Kembar yang diantaranya; si Kaka bernama Karisa, dan si Adek bernama Derisa. Kebetulan yang barusan nanya si Adek, si paling bawel.

"Iya, Abang baru pulang sekolah. Capek..," jawab gue gak bisa lagi nyembunyiin kalo sebenernya badan gue capek banget. Pengennya sampe rumah langsung rebahan. Tapi ini, baru aja buka septu bocil-bocil udah pada nyamperin.

"Eh, kalian belum tidur siang kah?," tanya gue begitu beres buka sepatu dan mau simpen di Rak sepatu yang sudah tertera di deket pintu masuk.

Dan mereka berdua gelengin kepala.

"Yaudah. Tidur siang yuk? Abang temenin bacain dongeng," ujar gue ngajak mereka buat masuk ke kamarnya.

Kebetulan banget nih, nindurin mereka tidur siang sekalian ikutan tidur juga.

"Ibuk mana?," tanya gue sambil jalan ke mereka berdua.

"Nyuci," jawab si Adek.

"Oh. Gak Adek bantuin tah?"

Si Adek gelengin kepala..

"Yaudah gak papa. Nanti kalo Adek sama Kaka udah segede gini, bantuin Ibuk cuci baju yah! Kan Abang juga suka bantuin. Nanti Adek Kaka bantuin juga..."

Seperti itulah dialog antara Adik, Kaka dan Abang setelah balik sekolah.

Sebelum masuk kamar, gue ajak mereka ke kamar mandi, buat cuci kaki sama cuci tangan.

"Cuci kaki sama cuci tangan dulu, yuk! Abang juga mau cuci kaki sama cuci tangan"

Setelah ngajarin mereka cuci tangan sama cuci kaki yang baik dan benar, gue ajak mereka ke kamar, terus gue buatin mereka susu.

Selagi nungguin gue buat susu, mereka berdua udah memposisikan diri buat tidur nyaman.

Enak kan kalo liat mereka tertib kayak gitu, kagak pusing jadinya kan.

Setelah bikin susu, gue ikut gabung tiduran bareng mereka berdua. Setelah itu gue bakal ceritain mereka sebuah dongeng.

"Mau dibacain dongeng apa?," tanya gue, yang satu jawab apa, dan yang satunya lagi apa.

"Jono"

"Asep"

"......"

Gue suka bingung kalo mereka udah jawab beda-beda, pasti ujung-ujungnya berantem.

"Gak ada cerita dongeng yang judulnya Jono sama Asep. Cerita dongeng tuh kayak Cinderella, Putri tidur.... kayak gitu," tutur gue menjelaskan dengan sabar.

"Yaudah terserah Abang aja, Kaka ikut"

"Kaka ikut! Adek mau ikut juga gak?"

"Adek ikut juga"

"Bagus, dengerin ya baik-baik. Abang mau ceritain kisah seorang pemimpi yang malang...."

Setelah itu gue ceritain mereka dongeng tentang orang yang mimpinya banyak tapi gak ada aksi, jadinya
Belom tamat gue ceritain, mereka berdua udah tidur, dan gue yang kebetulan ngantuk, ikutan tidur.

Rasanya baru aja merem, gue udah masuk ke sebuah mimpi, yang dimana, gue malah ngeliat Bang Liam.

Beda dari biasa yang gue liat, kali ini Bang Liam berdiri dengan tubuh penuh luka dan darah. Di sekiranya ada beberapa orang yang tergeletak, keadaan yang kacau akan sebuah pertarungan besar.

Bang Liam berdiri di tengah-tengah pertempuran memandang kosong ke arah langit oren, di tangan kanannya terdapat slayer yang dipajang di Beskem, dan angin telah membuat slyear itu bergerak mengombak.

Meskipun itu adalah sebuah tragedi yang mengerikan, tapi rasa menyeramkan tidak terasa di sana, yang terasa hanya rasa sunyi yang benar-benar sunyi.

Setelah itu slayer merah tersebut terbang terbawa angin meninggalkan Bang Liam yang terpaku ditempat yang sama.

Gue yang ngeliat kejadian itu, tak tega membiarkan Bang Liam sendirian seperti itu.

"Bang Liam!," Panggil gue, lalu Bang Liam berbalik ngeliat ke arah gue. Lalu gue ngeliat Bang Liam senyum, dan senyumannya telah memotong tujuan gue manggil dia.

Gue jarang ngeliat Bang Liam senyum. Gak heran, begitu dia senyum, hati gue kayak ada suatu perasaan yang aneh, dan gak jelas. Dan gara-gara senyumannya itu, gue gak sadar jarak antara kami memendek. Dengan begitu  gue bisa ngeliat secara jelas kondisi Bang Liam yang sesungguhnya.

Darah...

Luka yang mengaga...

Serta aroma amis tercium secara kuat....

Bukankah ini mimpi? Lantas kenapa gue menyadarinya? Tau bahwa ini adalah sebuah mimpi

Pertanyaan yang belum terpecahkan menjadi beban kedua setelah Bang Liam mengatakan sesuatu;

"Is that you?"

"....."

Gue terbangun dengan kepala pusing, badan keringetan, dan pikiran kosong. Bingung aja gitu...

Pas bangun, dua bocil udah bangun juga, dan lagi gangguin gue yang lagi tidur.

Habis tuh bengong aja dulu, bingung, karna sisa dari mimpi masih kerasa.

Ini pasti gara-gara gue ceritain mereka tentang si Malang pemimi, makanya sampe mimpi kayak gitu. Besok-besok gue gak mau ceritain yang itu lagi, ah!

Di hari berikutnya, di waktu yang sama dengan latar kejadian yang berbeda.

Pas gue jalan dengan latar belakang cerita yang sama kayak kemaren, kali bukan Bang Liam yang gue temuin, melainkan Bang Bono, Bang Beni sama Bang Akew.

"Eh ada Abang," tegur sapa gue ke mereka bertiga. Tapi bukan balasan akan tegur gue yang mereka berikan, akan tetapi balasan yang lain.

"Pegang nih," ujar Bang Bono kasih gue celurit panjang dengan ujung bilang yang mengkilap, dengan sekali liat bisa langsung tau kalo itu tajem banget. Gue aja yang dikasih buru-buru dibalikin lagi, tapi sama Bang Bono malah ditolak.

"Elah, pegang! Buruan kita tarung sekarang...!!," ujar Bang Bono yang bikin gue bingung gak jelas.

"Tarung gimana, Bang?," tanya gue karena topik yang mereka bicarakan selalu berbeda dengan konteks yang selama ini gue jalani, makanya gue suka bingung. Apalagi sekarang gue disuruh megang senjata tajam kayak gini.

"Tarunggg.....," Bang Bono menjelaskan dengan bahasa tubuh yang gue liat, malah makin bingung.

(**pake gaya ayam saling mematok)

"Apa sih Bang?"

"...Udahlah.. mendingan lo ikut aja. Bisa dibilang, ini udah waktunya buat lo maju," ujar Bang Bono, dan habis tuh narik tangan gue buat ngikutin mereka bertiga yang entah kemana membawa gue pergi. Tapi diperjalanan gue sempet nanyain anak-anak yang lain.

"Oni mana?"

"Ada"

"Bang Liam?"

"Ada"

"Terus sekarang kita kemana?"

"Melakukan kegiatan sesuai dengan visi-misi geng Coni. Divisi pertama mengatakan; siap memberantas kejahatan dalam bentuk apapun, kapanpun, dan dimanapun..."

Belum sempat mendengarkan omongannya Bang Bono, gue udah ngeliat sebuah pemandangan yang mengerikan.

Itu adalah sebuah pemandangan yang gak jauh berbeda dari mimpi kemaren.

••••••••
5/8/23

DUA DIMENSI |BL|TAMAT✔Where stories live. Discover now