CHAPTER 2: DUGAAN

Start from the beginning
                                    

"Kamu sama Kak Andre terus, ya. Jangan ngomong apa-apa tanpa komando dari Kak Andre."

"Kita lagi main detektif-detektifan, Kak?" tanya Aura. Gadis kecil itu menatap Andre dengan polos.

"Iya. Jadi, kamu harus ikuti arahan Kak Andre terus, ya." Andre mengusap kepala Aura.

Keduanya berjalan bergandengan menuju ruang tamu. Dedi menyambutnya. Melebarkan tangan seolah ingin memeluk Andre. Namun, Andre segera menyingkir, kemudian duduk di sofa paling ujung. Auara duduk di pangkuannya.

"Halo, ketemu lagi, Adik Cantik," Dedi menyapa Aura, mengajaknya tos.

Akan tetapi, Aura refleks menatap Andre seolah meminta persetujuan.

"Ah, iya. Tadi belum jadi kenalan, kan?" Dedi beralih kepada Andre, kemudian mengulurkan tangan lagi. "Saya Dedi. Oh, saya punya anak perempuan seumuran sama kamu. Namanya Ginny."

Dedi mengeluarkan ponselnya. Memperlihatkan foto gadis cantik berambut agak pirang yang dimodel keriting seperti artis.

"Dia selebgram. Kamu mungkin pernah lihat dia. Eluna Ginny. Familier, kan, sama namanya?"

Andre mengabaikan cerita pria itu meski sempat melirik sekilas. "Oke. Saya Andre. Anak pertama Ibu Juwita. Pengusaha katering sekaligus women motivator di kota ini. Anda pasti tahu seberapa hebatnya Mama, kan? Mama aktif di banyak platform media sosial, seperti Instagram dan Tik-Tok. Klien kateringnya pun banyak perusahaan bonafide dan dari kalangan atas. Saya banyak membantu tim media sosial Mama, terutama untuk urusan fotografi."

Tangan Andre terulur. Ia sudah bersiap menjabat tangan pria itu. Dengan senang hati, Dedi menyambut uluran tangan Andre, mengira anak itu mulai bisa menerimanya.

Secepat kilat bayangan masa depan datang silih berganti.

Berupa potongan-potongan adegan yang tak utuh.

Mama menangis.

Dalam sebuah ruangan yang minim penerangan.

Sesosok wanita menangis sesenggukan.

Tampaknya dia terluka, pipinya tampak merah lebam.

Rambutnya berantakan. Dan, terlihat sangat depresi.

Ia memanggil-manggil nama seseorang.

Dedi ... Dedi ....

Muncul sosok seorang pria. Dia.

Pria itu menatap bengis dan mengangkat tangannya ....

"Ndre! Andre!"

Andre mengerjap-ngerjap begitu merasakan tepukan di bahunya. Spontan Andre melepas jabatan tangan pria di depannya.

Di sampingnya, Juwita berdiri menatapnya gelisah. Andre tahu mamanya sebenarnya setengah percaya dan setengah tak percaya setiap kali ia memberi peringatan mengenai pria-pria yang mendekatinya. Terkadang, mama Andre menganggap putranya itu hanya menebak-nebak.

Ramalan tanpa alasan.

Kebetulan benar.

Juwita tak ingin memercayai apa yang dikatakan putranya itu sering kali menjadi kenyataan. Termasuk saat Andre memberi peringatan ketika Dedi sudah pulang. Sederhana saja, Andre telah menyaksikan mamanya terpuruk saat bercerai dengan Papa. Dia tidak ingin Mama mengalami kesedihan seperti itu lagi. Apalagi, kali ini lebih parah menurut penglihatan mata ajaib Andre.

Teringat dengan kejadian seminggu yang lalu, Andre tersadar dan kembali fokus pada apa yang dihadapinya malam ini. Bukan Heksa dan PR Matematika-nya. Keselamatan mamanya lebih penting. Andre berderap cepat menuruni anak tangga untuk menemui mamanya.

Happy Birth-Die 2Where stories live. Discover now