Manusia

313 65 288
                                    

Terlahir sebagai sesuatu yang tidak di harapkan, tumbuh atas kekerasan dan berkembang sebagai buronan. Masa kecil yang seharusnya menjadi wadahnya untuk memulai kreatifitasnya, terenggut oleh posisinya sebagai budak.

Dipaksa bekerja tanpa secuilpun upah yang dimakannya. Malam kelam dengan sebuah pasungan di kakinya, tidak membiarkan ia mengambil celah untuk kabur dari markas para manusia yang memperkerjakan manusia lain.

"Aku ingin pergi ke toilet," bisiknya pada teman di sampingnya.

"Gak bisa! Ini sudah malam, besok pagi saja!" sahutnya dengan suara kecil.

"Tapi aku ingin buang air sekarang, El!" Anak perempuan yang mendengar hal itu berdecak dan mencoba mencari cara bagaimana ia bisa menghantar anak lelaki itu untuk pergi ke toilet.

Melihat perempuan di sampingnya kebingungan, iapun mencoba untuk menahan rasanya saat ini dan mulai berbaring untuk tidur.

"Maaf, aku tidak pernah membantumu." Anak lelaki itu membuka matanya dan menatap si empunya suara.

"Kamu selalu membantuku, aku saja yang merengek terus. Tidurlah, temani aku besok pagi," titahnya pada perempuan itu.

Setiap malam, para penjaga budak itu selalu memantau mereka. Jika tida ada yang tidur, mereka akan diseret dan disiksa secara brutal.

Esok harinya ketika mereka mulai bekerja, tidak ada sedikitpun makanan yang diberikan oleh para pengurus pada para budak. Tak sedikit dari mereka yang protes dan akhirnya disiksa hingga tak sadarkan diri.

Sepertinya hari itu penuh dengan penyiksaan dibandingkan dengan pekerjaan. Hingga saat fajar telah sampai di titik paling tinggi, waktu untuk beristirahat sejenak mereka gunakan untuk berebut air yang ada di tong besar sebagai energi mereka selain makanan.

"Kin!" teriak seorang perempuan di belakang anak lelaki bernama Kin itu.

Perempuan itu melambai dan Kin menghampirinya, mereka bersebunyi diantara tumpukan kayu yang jauh dari jangkauan mata para pengurus.

"Ada apa Ellena?" tanya Kin pada perempuan itu.

"Aku ...." Perkataan Ellena terhenti dan ia menunduk.

"Kau? Mencuri roti dari meja para pengurus?!" kata Kin tak percaya.

"Kamu selalu tau apa yang aku lakukan, Kin. Aku terpaksa, aku tidak ingin melihat wajahmu pucat seperti itu. Makanlah," ujarnya lembut sambil memberikannya roti isi.

Kin mengambilnya dan membelah roti itu menjadi dua, "Kamu juga makan sedikit, kalau tida nanti kamu sakit."

Bagi Kin, Ellena sudah ia anggap sebagai saudara sendiri. Apapun akan Ellena lakukan agar Kin merasakan hal lain selain penderitaan sebagai budak.

"Kau tau? Aku menulis sebuah pesan dan ku lempar keluar markas, aku harap ada orang yang mengambil pesan itu." Kin menatap Ellena dalam-dalam.

"Kita akan bebas?"

"Ya ... Aku harap begitu," jawabnya dengan sedikit senyuman terukir di wajahnya.

"Setelah bebas nanti, aku akan pergi bersamamu, El." Ucapnya sambil memakan roti itu.

"Iya, karena kita tidak punya keluarga dan entah darimana kita berasal ... kita akan terus bersama, kok!"

Setelah mereka menghabiskan roti itu, mereka kembali ke tempat para budak berkerumun untuk minum. Sebenarnya, mereka tidak tega melihat orang-orang disana mengeluh kelaparan dan jatuh sakit akibat kelakuan para pengurus itu.

Hingga saat sore tiba, Kin berpisah dengan Ellena karena para budak itu dibagi 2 kelompok untuk melakukan pekerjaannya esok hari.

Namun setelah mereka kembali ke dalam gedung penampungan budak, Kin tidak melihat keberadaan Ellena. Bahkan bau khas tubuh Ellena tidak bisa tercium olehnya.

KINWhere stories live. Discover now