Padahal Angkasa berujar dengan begitu santai tapi jantung Qila memompa kencang mendengarnya. Ditambah tatapan khawatir Angkasa yang tidak disembunyikan itu membuat tubuh Qila semakin berdesir.

"Udah makan siang, kan?"

"Tadi belum sempet karena harus briefing."

Alis Angkasa tertekuk, "Kenapa gak bilang kalau belum makan."

"Aku gak kepikiran buat makan, tadi langsung latihan soalnya."

Decakan kasar terdengar sampai membuat Qila takut kalau Angkasa marah karenanya. "Harusnya tadi bilang gue dulu, jangan sampai telat makan, La, nanti sakit."

Takut. Qila merasa tatapan Angkasa seperti orang yang sedang marah. "Maaf. Tadi beneran kelupaan karena gak sabar buat latihan."

"Gue gak marah." Angkasa memejamkan mata sejenak sambil menarik napas. "Jangan pasang wajah ketakutan gitu."

pat pat. Angkasa menepuk ujung kepala Qila sekilas, "Gue beliin makan dulu, lo tunggu disini oke?"

"Aku bisa kok beli sendiri, habis ini-"

"-Gue aja," ujar Angkasa tak ingin dibantah. "Lo istirahat disini dan jangan kemana-mana." Perangai Angkasa yang seperti ini mengingatkan Qila pada Saka dan Daniel yang semakin protektif dari hari ke hari.

"Mana jawabannya?"

"Iyaaaaa." Qila memaksakan senyum sampai kedua matanya menyipit. "Makasih banyak, Asa."

"Anak pinter."

"Aku bukan anak kucing!" Qila mendelik karena lagi-lagi kepalanya ditepuk oleh Angkasa.

"Emang bukan, anak kucing gak ada yang seimut ini soalnya."

🍯🍯🍯

"Ih!" Qila membasuh wajahnya dengan air beberapa kali guna mengusir rasa panas di seluruh wajah. "Apa coba maksudnya ngomong gitu."

Ia kemudian mengangkat kepala sambil memperhatikan penampilannya di cermin. Wajahnya masih merah dan kalimat Angkasa tadi masih terputar di otaknya tak mau diam.

Namun senyumnya menjadi luntur ketika melihat Vega dan Wenda masuk ke toilet. Sudah beberapa minggu terakhir ini Qila tidak menampakkan diri dan ikut berlatih bersama teater.

"Oh liat bintang pertunjukan Osis ada disini, seru ya khianatin ekskul sendiri," sindir Wenda pedas tapi berbanding terbalik dengan ekspresinya yang tak berani menatap wajah Qila, dia justru mengalihkan pandangan ke arah sembarangan.

"Cukup, Wen." Vega melirik sinis meminta Wenda diam yang langsung dituruti oleh gadis itu.

Qila membalikan badan sepenuhnya berhadapan dengan Vega dan Wenda. Bilik toilet sepi hanya ada mereka bertiga saat ini. Mata Qila langsung terpejam begitu melihat Vega menggerakkan tangan.

"Lo berharap gue pukul?" tanya Vega ketus. "Lo pikir gue orang yang gampang main tangan?"

Itu hanya gerakan refleks Qila untuk melindungi diri. Namun Qila memilih bungkam sambil memundurkan badan hingga pinggangnya menyentuh westafle toilet.

Paradise (Segera Terbit)Where stories live. Discover now