2. something between us

Start from the beginning
                                    

"Cheol?"

Seungcheol sedang sibuk mengunyah burger di hadapannya. Duduk terhalang meja konter dapur apartemennya. "Ya?"

"Kenapa kau tidak pernah mengenalkanku pada pacarmu selama ini?"

Seungcheol nyaris tersedak makanannya. "Pacar apa?"

"Ya, pacarmu. Bagaimana mungkin pria sepertimu tak pernah sekali pun memiliki pasangan? Kau menyembunyikannya dariku?"

"Tidak ada."

"Orang yang kau sukai?"

"Hmm ... ada."

"Lalu?"

"Ya, hanya seperti itu. Tidak ada kelanjutannya. Aku mau mandi dulu," katanya. Meremas bungkus burger di tangannya dan berjalan ke kamar mandi.

Apakah Jeonghan tinggi hati jika berpikir Seungcheol sebenarnya memang menyukainya?

***

Jeonghan gelisah malam itu. Tidak bisa tidur. Ia tidak suka memikirkan kemungkinan Seungcheol menyukainya. Itu akan merusak pertemanan mereka. Bagaimana ia harus bersikap pada Seungcheol jika hal itu terjadi. Ia tidak bisa membayangkannya.

Ia akhirnya menyibak selimut dan bangun. Bergegas menghampiri Seungcheol yang memang selalu tidur di sofa ruang bacanya ketika menginap. Ia mengira pria itu sudah tertidur karena sekarang sudah tengah malam, tapi ia melihat lampu masih menyala, dan Seungcheol masih sibuk membaca ketika ia membuka pintu ruang baca.

"Terbangun?" tanya Seungcheol.

"Tidak bisa tidur," jawab Jeonghan jujur. "Kau sedang membaca apa?"

Seungcheol mengangkat bukunya sehingga Jeonghan bisa melihat buku apa yang sedang dibacanya. Ia kemudian melirik tangan Jeonghan yang masing-masing memegang dua gelas dan sebotol wine.

"Ayo, temani aku minum."

Jeonghan kemudian berjalan ke sofa ruang tengah, meletakkan gelas dan mengisinya. Seungcheol menyusul beberapa saat kemudian dan duduk di sebelahnya, masih membawa buku yang dibacanya tadi. Mereka bersulang, minum, lalu kembali diam sementara Seungcheol melanjutkan bacaanya. Berulang seperti itu sementara mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.

Jeonghan beberapa kali melirik Seungcheol yang sepertinya sama sekali tidak menyadari kegelisahannya. Ia kembali menimbang keputusannya untuk mengetahui perasaan Seungcheol terhadapnya. Dan alih-alih bertanya, Jeonghan sepertinya ingin mencoba sesuatu.

"Can I kiss you?"

Jeonghan bersumpah bisa merasakan tubuh Seungcheol yang menegang di sebelahnya.

"Han—"

Seungcheol belum sempat mengantisipasi saat Jeonghan tiba-tiba sudah menempelkan bibir padanya. Hanya kecupan ringan, yang membuat tubuhnya membeku dari sebelumnya. Ia tidak tahu harus bagaimana, atau mungkin lebih tepatnya sedang menahan sesuatu dari dalam hatinya yang sedang memaksa keluar. Apa yang ditahannya selama ini hanya agar ia tidak kehilangan Jeonghan.

Tapi saat kecupan itu berubah menuntut, saat Jeonghan menggigit bibir bawahnya agar terbuka. Ia terhanyut, membalas ciuman itu dengan lumatan-lumatan yang sama dengan gerakan bibir Jeonghan. Saat mereka berhenti, ia baru menyadari bahwa Jeonghan sudah duduk di pangkuannya. Masih dengan terengah, dan jarak yang masih begitu dekat.

"Kita sebaiknya berhenti," katanya. "Kau harus tidur. Aku juga."

Ia yakin ia masih sadar, dan Jeonghan belum semabuk itu. Tapi matanya menangkap kilat aneh di mata Jeonghan.

"Pernahkah kau menyukaiku, Cheol?" Napas Jeonghan menerpa wajah Seungcheol. "Oh, salah, harusnya, apa orang yang kau sukai itu aku?"

Seungcheol tidak menjawab. Ia mengalihkan pandangan lalu berusaha memindahkan Jeonghan yang semakin menempel di pangkuannya.

Tapi Jeonghan tidak bergeser satu senti pun, dan justru mengalungkan tangannya pada tubuh Seungcheol. "Kau tidak boleh jatuh cinta padaku, Cheol. Aku sudah mengatakannya berkali-kali sejak dulu. Kau sahabatku, dan aku tidak ingin merubah itu di antara kita. Tolong, aku tidak bisa," akunya sembari terisak.

"Ini hanya efek alkohol. Turunlah. Besok kita bicarakan ini."

"Aku tidak mabuk!" sangkal Jeonghan. "Tolong katakan padaku kau tidak menyukaiku, benar 'kan? Please."

Seungcheol menghela napasnya. Antara marah, sedih, atau bersyukur. Tidak bisakah Jeonghan ikut berpura-pura tidak menyadari perasaannya selama ini. Sama seperti ia yang terus menutupi dan mempertahankan hubungan mereka. Seungcheol tidak pernah berharap apa pun, sebab baginya berada di sisi Jeonghan sudah cukup, apa pun status di antara mereka.

"Maaf," jawabnya, tidak tahu lagi harus mengatakan apa.

"Pembohong!"

Lalu Jeonghan kembali menciumnya. Kali ini tidak seperti tadi. Ciuman ini lebih seperti amarah, hasrat dan keputusasaan. Jeonghan menciuminya tanpa ampun hingga membuat Seungcheol kewalahan. Ia harus menghentikan Jeonghan, bukan ini yang seharusnya mereka lakukan.

FlowerWhere stories live. Discover now