63; Milikmu (END)

11.6K 739 809
                                    

cw// sex, 21+, nsfw

pardon for the many time skips and plot-holes

***

Pernikahan. Meski udah banyak belajar dari konseling serta wejangan orang tua tentang apa makna suatu janji suci dan gimana sebuah rumah tangga hendaknya dijalani, semua itu ngga lebih dari pemahaman teori. Dalam prakteknya tentu bakalan banyak hal yang berbeda karena dari prinsip dasar aja udah jelas; pernikahan adalah penyatuan dua hati, dua pemikiran, dan dua kepribadian menjadi senyawa.

Menikah bukan semata sukses kalau ada cinta dan materi, tapi ada banyak hal lain yang mesti jadi catatan untuk dimiliki calon mempelai — siap mental karena masalah yang nantinya dihadapi juga akan banyak beda, bukan lagi seorang yang memikirkan tapi berdua. Lebih-lebih ketika di masa depan menghendaki punya keturunan, harus disiapkan matang-matang supaya anak yang dilahirkan nanti tumbuh dengan baik dan terjamin hidupnya.

Jaman dulu-dulu orang banyak menikah di usia belia, dan itu bukan jadi masalah. Mereka masih berpegang pada prinsip, ‘penting sah dulu, soal mapan dan lain-lain bisa diusahakan.’ Jujur Radi sama Jaka ngga suka dengan opini itu; semuanya penting direncanakan matang-matang sejak memutuskan untuk menikah, dan maka dari itu, dengan dibubuhkannya tinta pena di atas secarik kertas bermeterai siang ini, mereka berdua mengikat sebuah perjanjian di hadapan notaris.

Radi sempat gamang sampai beberapa hari lalu, tapi akhirnya dia bisa memahami kenapa Jaka menyarankan perjanjian pranikah ini untuk hubungan mereka. Mau secinta apa pun mereka satu sama lain, mereka ngga boleh lupa bahwa manusiawi seandainya hati berubah rasa — bukan maksud mendoakan cinta mereka nanti bakal pupus di pertengahan hubungan, tapi realistis itu juga perlu.

“Terima kasih kerja samanya.” Sang notaris menjabat tangan mereka berdua, secara resmi menutup pengesahan perjanjian Jaka sama Radi di hadapan hukum. Kelak kalau salah satu dari mereka ada yang melanggar, maka konsekuensinya udah jelas dan bisa dipertanggungjawabkan.

Mereka lantas pulang, tapi kali ini bukan ke apartemen yang ditinggali berdua, melainkan ke kediaman Keluarga Parama dulu. Drama Ujian Akhir Semester udah selesai, maka pernikahan mereka tinggal tujuh hari lagi terlaksana. Karena itu pula, Ayah sama Bunda minta supaya Radi dipingit dulu di rumah semasa kecilnya. Permintaan itu ngga mungkin ditolak Jaka, toh katanya dulu Mami juga begitu waktu mau menikah sama Papi.

Satu minggu tanpa si aries, dia sanggup ngga, ya? Selama ini aja kalau mau tidur ngga bisa kecuali peluk tubuh mungil itu.

“Semuanya udah siap, ’kan, Jak? Kamu nggak bakal tiba-tiba cari cincin mendekati hari-h kaya waktu tunangan?” Ayah beneran masih suka krisis kepercayaan kalau sama Jaka. Lantas pertanyaan setengah nuduh itu dijawab senyuman oleh calon menantu keluarga ini. “Aman, Yah, semua sudah diurus kakak saya.” Om Cakra ngangguk, beliau juga tau Dara karena pernah ketemu beberapa kali waktu anak itu kecil dan dengerin celotehan orang tuanya juga soal sulung Estiawan yang dimanja itu. Terus karena semua hal tentang pernikahan anaknya ini juga di-handle sama Dara, otomatis makin banyak ketemu lagi.

“Kalau begitu, saya pamit pulang dulu, Yah. Nanti kelamaan di sini saya malah susah jauh-jauh dari Radi, hehe.” Jaka nyengir, padahal batinnya nangis juga. Ngga bisa bayangin harus jauhan sama si Adek dan cuma boleh kontakan lewat chat. Bahkan mau video call atau telepon biasa juga ngga boleh, jahat banget Ayah sama Bunda mau bikin dia galau gak bisa denger suara Ayang dan lihat wajahnya.

[1] Mas Jaka | ft. NoRen (✓)Where stories live. Discover now