[1] Mas Jaka | ft. NoRen (✓)

37; Tentang Mereka

Kejujuran itu mahal harganya, dan kadang atas nama kebaikan, ‘terpaksa’ harus disimpan rapat-rapat demi menjaga kenyamanan. Tapi mau sepandai apa pun tupai melompat, nanti akhirnya jatuh juga. Rahasia yang mati-matian ditahan tetap dalam bayangan, pasti ujungnya keluar juga ke permukaan. Semua cuma masalah waktu dan kesiapan, maka seharusnya bukan hal aneh kalau Kirani sekarang jadi saksi sahabatnya ucap sesuatu yang udah jadi sumber penasaran dari lama.

Kirani masih diam di tempat, mencoba mencerna, mencari celah di mana kira-kira candaan dari ucapan Radi— atau seminimnya, mungkin dia sendiri yang salah tanggap gara-gara kecapekan dan baru bangun.

“Gue udah lamar Radi.” Namun, kalimat yang dia dengar dari mulut sang dosen makin mematahkan asumsinya. Pak Jaka, dosen di jurusan mereka yang memang terkenal berjiwa muda dan sering nongkrong sama para mahasiswanya, tapi ngga pernah satu kali pun Kirani lihat beliau hangout sama Radi. Paling mentok cuma waktu PKK, dan itu juga katanya beliau bantuin divisi medis buat anterin anak maba ke klinik.

Selain itu apa? Kenapa dia yang sahabatnya Radi bisa kecolongan hal sebesar ini ketika mestinya dia langsung tau, mengingat pacar sang bestie itu adalah pengajar di kampus juga. Dia yang bolak-balik ketemu dosen buat agenda wajah jurusan, ngga pernah menerka kalau di antara semua orang, justru Pak Jaka yang selama ini menghiasi story tanpa wajah di akun sosmed Radi.

“Tapi kok bisa— eh,” si cewek katupkan bibir sembari tutup pakai telapak. Kirani ngga sadar ucap kalimat itu lumayan keras. Ditengoknya Radi umbar senyum tipis, anak itu ngga sedikit pun tersinggung sama keheranan Kirani. Jelas lah, ya, orang kuper dan temennya cuma berempat kaya Radi kok tiba-tiba bisa menggaet salah satu dosen yang notabene inceran sejuta umat.

Kirani ngga bicara masalah fisik, soal itu dia yakin pasti banyak banget yang naksir Radi tapi gagal duluan karena personaliti pemalu dan menutup diri si aries. Tapi gara-gara personaliti itu juga Kirani malah bingung— kek mana ceritanya si anak rumahan ketemu Pak Jaka yang hobi pasang story lagi kelayapan.

Apa iya Pak Jaka mainnya kejauhan, makanya sampai nyasar ketemu Radi? Aneh banget origin-nya.

“Kami dijodohin, Ran.” Singkat Radi, tapi itu udah merangkum jawaban atas semua tanda tanya yang ada di kepala Kirani. Sekarang dia udah bisa terima penjelasan dari sang kawan. It’s starting to make sense. “Tepatnya waktu liburan semester lalu. Orang tua Mas– uh, Pak Jaka itu kenalan lama Ayah sama Bundaku.” Imbuh Radi malu-malu, kontras sama perasaan, dia kaya ngga sadar sedari tadi masih rangkul Jaka. Taurus di samping cuma senyum miring kilas, dipanggil Pak lagi sama Radi di hadapan orang banyak rasanya agak menggelitik.

“Tapi meskipun namanya dijodohkan, saya jamin ngga ada unsur paksaan sama sekali di sini. Kamu dan Sukma ngga perlu khawatir.” Tukas Jaka. Dia sedikitnya sadar kalau dua cewek ini masih kesulitan untuk menanggalkan pembicaraan formal sama dia, tapi di saat yang sama seakan mengabaikan Jaffan dan Hega karena dua anak itu ngga ikut disebut.

Halah, sama-sama cowok mah gampang. Pikir Jaka tentang ide meluruskan perkara ini sama dua cowok temennya Radi itu.

“Kalian harus tau, sejak kami mulai ada hubungan, Radi udah berusaha meyakinkan diri untuk jujur, karena kalian sepenting itu buat dia. Tapi memang semua butuh waktu, dan baru hari ini akhirnya kami bisa ketemu kalian sambil ngobrol kaya gini.” Ngejelasin di depan Ayah aja bisa kalem, apalagi kalau cuma di depan temen-temen. Urusan jadi lebih gampang karena Jaka yang ngomong, tepat sesuai bayangan Radi— kalau urusannya harus interaksi sosial sama orang banyak, dia tinggal jorokin Jaka aja suruh maju.

“Tapi, um . . . Pak Jaka serius, ’kan, sama Radi? M--maaf sebelumnya, tapi ini pengalaman pertama Radi punya hubungan kaya gini.” Cicit Kirani, dia agak lirik Radi buat minta maaf, siapa tau malah ngga sengaja spill fakta kalau si aries belum pernah pacaran. Tapi kayanya anak itu ngga masalah sama sekali, demikian juga Pak Jaka.