10. Si Semanis Coklat.

290 259 18
                                    

Aerin itu jahat, benar-benar jahat sebab ia dapat dengan mudah mengambil alih kesadaran Fasha tanpa usaha apapun.

Sekalipun gadis itu hanya diam, Fasha dapat dengan mudah dibuat tunduk di bawah kaki Aerin.

Kalau Aerin sejahat itu, maka Fasha lebih jahat lagi, lebih dari semua bentuk kejahatan yang Fasha pikir Aerin lakukan padanya. Pada dasarnya laki-laki itu sendirilah yang jadi sumber.

Fasha tanpa sadar melakukan banyak kejahatan pada dirinya sendiri. Kalau Aerin memang jahat, maka kejahatan terbesar Fasha adalah membiarkan dirinya terjun bebas dalam kungkungan kejahatan gadis bertubuh tinggi itu.

"Bisa?" Fasha menghampiri Aerin yang duduk beberapa meter dari posisinya.

Gadis itu balas menatap Fasha, ia ingin mengangguk, tak ingin di anggap bodoh karena tidak bisa mengerjakan satu pun soal dihadapannya. Namun fakta bahwa orang yang bertanya adalah siswa peringkat satu, membuat nyali Aerin semakin menciut.

Fasha juga pasti sudah melihat lembar jawaban Aerin yang bersih tanpa satupun coretan di sana, meski sudah berjalan sekitar 15 menit sejak mereka diberi soal tersebut.

Aerin menggeleng lesu, Fasha yang melihat itu tersenyum singkat, kemudian mengulurkan tangannya, meminta Aerin menyerahkan lembar soal yang ia pegang.

"Mau gue bantuin?" tanyanya, Fasha duduk di sebelah Aerin yang bersila sehingga memperlihatkan sedikit bagian kaki atas gadis tersebut.

Fasha membuka jas praktek yang sedari tadi ia gunakan, menyampirkan jas putih itu pada kaki Aerin, sehingga menutupi seluruh bagian kaki dan juga sepatu hitam gadis berambut pendek tersebut.

"Astaga! Keliatan?" tanya Aerin panik. Tangannya dengan sigap menutupi pahanya meski sudah ada jas putih Fasha di sana.

Aerin terlalu panik memikirkan soal-soal, ia jadi tidak sadar bahwa dengan roknya, posisi duduk Aerin yang bersila mungkin saja membuat kaki bagian atasnya jadi terekspos.

Fasha balas menggeleng.

"Enggak kok, biar Aerin duduknya lebih nyaman aja, jadi gue taro di situ," ujar Fasha, sembari menunjuk jas putihnya.

Syukurlah, Aerin bisa bernafas lega setelah mendengar penjelasan Fasha. Ia sudah kepalang panik, membayangkan beberapa orang di sana mungkin sudah melihatnya dengan rok yang terbuka.

Fasha tersenyum simpul, Aerin itu, kenapa bisa secantik ini, Fasha benar-benar tak berdaya dibuatnya.

Kodrat dari sesuatu yang dikejar adalah berlari, dan sesuatu yang dilepas akan menghampiri. Fasha pernah membaca kalimat ini dari buku milik sang bunda. Ia tidak percaya bahwa kalimat itu nyata adanya.

Setiap kali ia berusaha mengejar Aerin, gadis itu tak pernah datang, bahkan melihatnya saja Fasha jarang. Tapi setelah ia mengatakan untuk berhenti, Fasha tak pernah kehilangan kesempatan bertemu Aerin.

Berturut-turut setiap harinya gadis itu tak pernah absen dari pandangan Fasha. Kemarin mereka berpapasan di perpustakaan, tumben sekali, itu kali pertama Fasha melihat Aerin di sana. Hari sebelumnya, ia bertemu di ruang guru, saat Fasha diberi sambutan dan selamat oleh kepala sekolah mereka setelah memenangkan olimpiade.

Dan satu hari sebelum itu, adalah hari dimana Fasha melihat Aerin hujan-hujanan di halte. Dan tentu saja sebelum hari itu ada hari dimana Fasha untuk pertama kalinya melihat Aerin di atas panggung. Ia juga melihat Aerin di gerbang saat bersama Valerie dan Damian, tentu saja kejadian di halte dan tempat pembakaran tidak boleh dilupakan.

Hari ini, mereka bertemu lagi. Di hukum karena sama-sama datang terlambat. Ini kali pertama Fasha datang terlambat seumur-umur ia di SMA, dan laki-laki itu baru tau bahwa sistem pemberian hukum bagi yang terlambat di sekolah mereka di dasarkan pada kemampuan akademik.

PrumessaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang