04. Gadis Berambut Pendek.

198 168 35
                                    

Lelaki berkacamata itu tidak peduli bagaimana satu meja menertawakannya. Fasha tak ambil pusing, kemarin ia juga sudah ditertawai habis-habisan oleh keluarganya, pagi ini Dito tak kalah heboh meledeknya. Ia sudah kebal.

Dengan sedikit tengkak, Fasha berjalan hati-hati dan mengambil tempat duduk di depan Melvin. Nampan berisi makanan di tangannya Melvin bantu ambil dan letakkan di atas meja.

Disela tawanya, Arifan melirik kaki Fasha yang juga di balut perban. Laki-laki itu menggunakan sendal, ia berniat menyenggol jari Fasha yang luka, tapi Fasha dengan sigap menjauhkan kakinya, menyadari niat jahil Arifan.

Mereka tidak tau apa yang menyebabkan Fasha terluka, tapi tidak ada yang lebih lucu dari melihat teman sendiri tengah kesulitan. Begitu kata Damian, itu sebabnya laki-laki itu yang paling semangat menertawai Fasha.

"Ceritanya gagal bunuh diri kah?" tanya Melvin disela tawanya.

Fasha mendengus kesal, ia baru ingat sempat mengatakan itu kemarin, pantas saja Melvin tertawa sepuas itu. Ia jadi benar-benar malu sekarang.

"Lo bakal lebih ngakak denger kenapa dia jatoh." Dito yang sejak datang memilih sibuk pada makanan, akhirnya buka suara.

Diantara mereka berempat, yang sekelas dengan Fasha hanya Dito. Melvin sekelas dengan Arifan dan Damian beda sendiri. Mereka berlima hanya berada di kelas yang sama dalam mata pelajaran lintas jurusan. Itu sebabnya Dito selalu lebih cepat dapat informasi soal Fasha. Dan lagi, kemarin ia adalah saksi mata.

Berbeda dengan tiga orang lainnya yang langsung mengangguk antusias, Fasha hanya balas mengangkat jari tengah, kemudian menyuap hidangan di depannya.

Ia tak berniat menghentikan Dito, toh cepat atau lambat teman-temannya yang lain juga akan tau. Terlebih jika saksi matanya adalah Dito, mustahil jika dalam hitungan jam, momen itu akan tetap jadi rahasia.

Fasha memilih menulikan telinga, ia benar-benar tidak sanggup membayangkan kembali bagaimana ia jatuh dari motor karena gagal fokus melihat seorang pria tengah memeluk erat kekasihnya, yang Fasha kira adalah Aerin karena memiliki rambut yang mirip dari belakang.

Matanya yang fokus menatap dua insan tersebut membuat motor Fasha oleng, laki-laki itu terjatuh karena saat roda motornya menggelinding kesana kemari, kepala Fasha masih dipenuhi oleh wajah Aerin yang ia pikir tengah berpelukan mesra dengan seseorang. Ia seakan lupa tengah berkendara.

Dito, yang entah kenapa bisa ada di tempat kejadian perkara, tentu saja kaget saat tiba-tiba sebuah motor jatuh di depannya, dan lebih kaget lagi saat pemotor itu membuka helmnya, wajah Fasha lah yang Dito dapati.

"Prank...." Fasha tersenyum sembari merentangkan tangannya. Berusaha meyakinkan Dito bahwa kecelakaan itu adalah rekayasa semata. Laki-laki tersebut tertawa kecil diakhir kalimatnya. Berusaha menahan malu.

"Dih!" Bukannya membantu, Dito justru lanjut berjalan, melewati Fasha sembari menjilat eskrimnya yang hampir meleleh.

"Bantuin kek, atau pura-pura peduli gitu minimal," ujar Fasha sedikit berteriak agar Dito yang sudah membelakanginya beberapa langkah itu dapat mendegar.

Dito menoleh, tanpa memutar badannya. Laki-laki itu melihat sekeliling, selain pasangan kasmaran yang entah kenapa masih berpelukan itu, tidak ada orang lain di gang sepi tersebut.

"Prank kan? Minta bantuan sama kru-nya dong." Pria itu tersenyum jahil, meski ia tidak yakin, sedikit banyak Dito bisa menebak alasan Fasha terjatuh.

Sebab tadinya, Dito juga sempat mengira itu adalah Aerin karena mereka terlihat mirip. Ia hanya ingin mendengar kebodohan itu keluar langsung dari mulut Fasha.

PrumessaWhere stories live. Discover now