Chapter 38

17 14 0
                                    

Aku kira manjanya akan selesai setelah perutnya membaik, tapi ternyata hal itu terus berlanjut.

"Jangan ke mana-mana. Duduk diam di sini aja," rengek Alexa.

"Sebentar, sayang. Aku mau mandi. Aku belum mandi dari pagi loh." Padahal aku hanya ingin ke kamar mandi sebentar, tapi dia terus merengek tak ingin ditinggal.

"Nggak apa-apa, nggak bau kok jadi kamu nggak usah mandi," jawabnya.

Ya beginilah dia dari pagi. Sampai Bella harus diantar sama nenek karena Alexa tidak ingin ditinggal walaupun hanya sebentar.

"Kamu nggak berangkat kerja, Alexa?" Sedetik kemudian aku baru sadar kalau yang aku bicarakan tadi adalah topik sensitif. Pasalnya semenjak kejadian itu, Alexa belum mulai kerja lagi.

Pihak rumah sakit selalu menghubunginya, tapi dia tak pernah menjawabnya. Karena teleponnya tidak pernah diangkat oleh Alexa jadilah pihak rumah sakit menelepon ke nomor asistenku. Dion memberitahuku kalau pihak rumah sakit sangat berharap Alexa bisa kembali bekerja karena banyak pasien yang membutuhkan Alexa.

"Maaf sayang, aku nggak bermaksud ngomongin hal itu," sesalku.

"Nggak apa-apa," jawabnya dengan tenang.

Namun ketenangannya itu malah membuatku menjadi khawatir. Bukankah wanita akan menjadi menakutkan bila dia tenang? Benar saja, ketakutan itu terjawab.

"Allard, aku mau berhenti kerja," ucap Alexa.

Aku yang terkejut mendengar itu pun langsung bertanya, "Kenapa? Nggak biasanya kamu memutuskan hal tergesa-gesa kayak gini."

"Aku mutusin ini udah dari lama dan inilah pilihan terbaik menurut aku," jawabnya.

"Aku bukannya mau maksa kamu, tapi banyak pasien di sana yang butuh kamu, Alexa. Kamu adalah dokter kepercayaan mereka." Tentu saja aku mengatakan seperti itu bukan karena alasan, tapi aku berharap Alexa tidak memutuskan pilihannya itu di saat pikirannya sedang kacau.

"Aku tau kamu khawatir, tapi percayalah, udah dari lama aku mau berhenti dari sana," balasnya.

"Apa alasannya? Bukannya kamu suka banget kerja di sana?" tanyaku penasaran.

"Kamu nggak perlu tau alasannya yang pasti alasan aku bertahan di sana udah selesai karena itulah aku bisa keluar sekarang," jelasnya.

Mendengar itu aku pun mengangguk paham. "Alasan kamu bertahan di sana itu pasti Bella ya?"

"Iya, walaupun ada alasan lainnya, tapi emang itu juga salah satunya. Jadi biarin aku berhenti dari sana ya?" izin Alexa.

"Tentu, sayang. Lakukan apa yang kamu mau lakukan. Aku bakalan selalu dukung semua pilihan kamu," jawabku.

"Makasih, Allard," sahutnya disertai senyuman.

Setelah itu Alexa melanjutkan bermanja-manjaan denganku. Hari ini dia benar-benar menempel seharian denganku. Bahkan sampai memintaku untuk memandikannya karena tak ingin pergi jauh dariku sedikitpun.

Nenek dan Bella sampai bingung melihat tingkah Alexa yang seperti ini. Untungnya Bella mengerti dan dia tidak merengek tentang apapun hari ini. Bella malah membantuku saat aku butuh bantuan.

Aku baru bisa melakukan hal lainnya saat Alexa tertidur. Aku bergegas mandi dan buru-buru mengerjakan semua dokumen yang dikirim oleh Dion dan Alvaro.

Saat sedang mengerjakan semua dokumen-dokumen itu, Alvaro meneleponku. Takut ada hal penting yang akan pria itu sampaikan, aku pun menerima teleponnya dan sialnya Alvaro berbicara sangat keras.

"Halo!"

"Pelankan suaramu, Alvaro!" bentakku. Ah aku juga jadi berbicara dengan keras karenanya. Terdengar suara lenguhan Alexa dan aku segera mendekatinya. Aku menepuk punggungnya pelan dan terus bersenandung agar dia kembali tidur.

Setelah dirasa Alexa telah tidur dengan nyaman lagi, aku kembali ke mejaku. "Bicaralah dengan pelan, Alexa lagi tidur."

"Nggak masalah, dia nggak mudah terusik kalo lagi tidur," sahutnya santai.

"Akhir-akhir ini dia lagi sensitif jadi aku nggak mau dia terbangun sekarang," jelasku.

Alvaro mengernyitkan keningnya. "Apa yang terjadi dengannya? Waktu aku ke rumah sama kakek, nenek berkata kalo Alexa lagi nggak bisa ditemui oleh siapapun dan minta kami untuk datang lain kali, tapi karena lagi sibuk aku belum sempat mengunjunginya lagi. Padahal aku pengen banget ketemu sama adik tercintaku itu."

"Jadi kalian ke rumah saat itu?" tanyaku.

"Iya. Waktu aku ngambil dokumen di rumahmu, aku nggak liat keberadaan Alexa dan nenek bilang kalo Alexa lagi pergi. Nenek juga ngasih tau kalo Alexa udah nerima masa lalunya. Makanya waktu denger itu aku langsung pulang buat ngasih tau kakek," jelasnya.

"Maafin aku. Waktu itu kondisi Alexa lagi nggak baik jadi aku minta pada nenek buat nggak izinin siapapun menemui Alexa," tuturku.

"Sebenarnya Alexa kenapa?" tanya Alvaro penasaran sekaligus khawatir.

"Maag dia kambuh dan perutnya mual. Dia terus merengek. Jadi aku menidurkannya lebih cepat," jawabku.

"Jadi ini alasannya kamu nggak ke kantor selama 2 hari ini," celetuk Alvaro.

"Iya. Sejak saat itu, Alexa jadi manja banget dan nggak mau ditinggal sama aku walaupun cuma sebentar," sahutku.

"Kenapa dia bersikap aneh? Nggak biasanya dia kayak gitu," kata Alvaro bingung.

Aku mengangkat kedua bahuku. "Aku juga nggak tau."

"Kamu udah bawa dia ke rumah sakit?" tanya Alvaro.

"Dia nggak mau pergi ke rumah sakit jadi aku datengin dokter ke rumah dan ya dokter bilang kalo maag Alexa kambuh," balasku.

"Cuma itu?" tanyanya lagi.

Alisku terangkat sebelah. "Iya, emangnya ada apa lagi?"

"Nggak ada pembicaraan tentang kemungkinan kalo Alexa hamil gitu? Kalian pasti udah ngelakuin hubungan intim, jadi setidaknya ada kemungkinan tentang itu, kan?" ucap Alvaro.

Astaga bagaimana Alvaro bisa membicarakan hal itu dengan ekspresi datar. Aku hanya berdehem untuk menjawabnya.

"Mungkinkah dokternya keliru? Bisa aja Alexa hamil karena kalian juga udah ngelakuin hubungan intim itu," gumamnya.

Sial, Alvaro terus saja membicarakan itu. Aku segera mengganti topik supaya Alvaro tak membicarakan hal itu lagi. "Ada apa kamu telepon aku malam-malam begini?"

"Ah aku cuma mau nanya kenapa kamu nggak ke kantor 2 hari ini, tapi aku udah tau jawabannya," ujarnya.

"Kenapa nggak lewat chat aja? Kenapa harus telepon segala?" tanyaku.

Alvaro memutar bola matanya malas. "Aku yakin kamu nggak bakal bales chat aku, makanya aku telepon."

Aku terkekeh melihat responnya itu. Alvaro benar-benar mengerti aku.

"Allard, kamu nggak mau coba periksa ke dokter kandungan? Sikap Alexa belakangan ini aneh banget dan mungkin aja dia bener-bener hamil, kan? Kalian pasti sering melakukannya jadi pasti Alexa hamil," kata Alvaro kembali ke topik menyebalkan itu.

"Sialan. Bisakah kamu berhenti ngomongin hal itu?!" kesalku.

Kening Alvaro mengkerut. "Kamu nggak suka kalo Alexa hamil?"

"Bukan itu." Aku mengacak rambut frustasi dan berdecak kesal. "Kamu terus bicarain hubungan intim dan hal itu jadi menyebalkan kalo kamu yang ngomong."

Alvaro malah tertawa di sana. "You are so cute, Allard. Are you embarrassed that I brought that up?"

"Stop Alvaro!" perintahku.

Namun bukannya berhenti, pria itu malah semakin menggodaku. "Omo ceo kita ini ternyata adalah orang yang sangat polos. Astaga betapa menggemaskannya dirimu."

"Stop making fun of me, Alvaro!" bentakku.

Pria itu masih terus mengolok-olok sampai akhirnya aku mematikan teleponnya. Aku pun melanjutkan pekerjaanku dan selesai pada dini hari.

Sikap manja Alexa ternyata berlangsung sangat lama. Ini sudah 3 minggu sejak Alexa bersikap manja dan tidak ingin ditinggal olehku. Itulah yang membuatku sampai saat ini masih melakukan pekerjaan di malam hari setelah Alexa tertidur.

Rahasia Keluargaku  ( END )Onde as histórias ganham vida. Descobre agora