Chapter 9

102 135 2
                                    

Tak lama kemudian aku sampai di rumah.

"Hai sayang, udah mendingan?" tanyaku saat melihat Allard yang sedang duduk di ruang tamu.

"Sayang? Kenapa kamu tiba-tiba bicara manis kayak gitu?" tanyanya heran.

"Kayaknya kamu udah mendingan dari cara bicaramu itu," celetukku.

Tiba-tiba handphoneku berbunyi.

Ah udah ada sinyal lagi. Kataku dalam hati.

Aku pun mengangkat telepon itu  "Halo."

"Halo Alexa."

"Merry? Kamu ganti nomor?" tanyaku. Pasalnya nomor yang menghubungiku saat ini adalah nomor tidak dikenal.

"Nggak, aku pinjem handphone salah satu karyawan rumah sakit karena tadi handphone kamu nggak bisa dihubungi," jelasnya.

Aku mengernyitkan kening. "Kalo begitu bukannya sama aja ya walaupun kamu pinjem handphone orang lain? Karena tadi handphone aku emang nggak ada sinyal tadi."

"Iya juga, aku lupa," gumamnya polos.

Aku tertawa geli mendengar gumamannya itu. "Kamu kenapa sih, Merry?"

"Oh iya, aku telepon kamu karena ada seseorang yang mau ketemu sama kamu," lapornya.

Aku mengernyitkan kening. "Ketemu sama aku? Siapa?"

"Kamu inget sama orang yang pernah aku ceritain nggak?" tanyanya.

"Temen kamu yang ahli daun teh itu?" tebakku.

"Iya, dia mau ketemu sama kamu dan minta aku buat tanyain kapan kamu bisa ketemu sama dia," jelas Merry dari telepon.

"Besok. Pas jam makan siang di cafe," jawabku cepat.

"Oke, aku bakal bilang ke dia. Omong-omong, dari mana kamu tadi? Kenapa nggak bisa dihubungi?" tanyanya.

Aku berpikir sejenak. "Aku abis dari luar dan tadi sinyalnya emang lagi jelek makanya susah dihubungi."

"Kamu yakin nggak ada sesuatu yang terjadi?" tanyanya lagi.

"Iya, nggak ada apa-apa kok," jawabku.

"Yaudah kalo gitu. Aku matiin ya teleponnya." Setelah itu panggilan berakhir.

"Kenapa?" tanya Allard penasaran.

"Merry baru aja ngasih tau kalo seseorang yang mau aku investasiin setuju buat ketemu," jawabku.

"Buat apa kamu investasi ke dia?" tanyanya bingung.

"Nggak buat apa-apa sih. Aku cuma mau investasi ke dia aja siapa tau dia sukses di masa depan dan bisa jadi tabunganku kelak," jelasku.

Allard mengernyitkan keningnya. "Buat apa kamu punya tabungan? Kan ada aku, kamu nggak bakal kekurangan uang."

Aku menghela nafas. "Nggak ada yang tau dengan masa depan, Allard. Siapa tau di masa depan kita bakal pisah dan kalo itu terjadi aku harus punya tabungan sendiri."

Seketika Allard menatap mataku lekat-lekat. "Kamu mikirnya kejauhan. Inget baik-baik, istri aku sekarang, besok, dan seterusnya cuma kamu, Alexa. Aku nggak ada niat sedikitpun buat pisah sama kamu."

Aku tersipu mendengar ucapan manisnya itu. "Walaupun kamu nggak cinta sama aku?"

"Iya, karena aku nggak ada niat buat punya banyak pasangan," jawabnya.

Mendengar itu perasaanku berubah menjadi sedih.

Jadi Allard nggak cinta sama aku? Tanyaku dalam hati.

Rahasia Keluargaku  ( END )Where stories live. Discover now