6. Back to basecamp

35 0 0
                                    

Happy reading 🌻

Sepi, debu yang berterbangan ke seluruh ruangan menyeruak masuk ke tenggorokan. Sofa yang kini mulai usang. Semuanya barang yang ada di sana terselimuti debu dengan sempurna.

Rakha mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru rumah tersebut, terdapat beberapa bingkai foto yang berisi kebahagian saat mereka bersama enam tahun lalu. Sudut bibir Rakha sedikit terangkat, hatinya seolah terasa hangat melihat kenangan tersebut kembali.

Miris. Rumah yang dulunya disi dengan gelak tawa kini berubah menjadi rumah tua tidak berpenghuni.

Dengan keputusan Diga, Devigos akhirnya berhenti setelah Asep di tangkap. Tidak ada yang salah dari pendapat Diga yang mengatakan perkumpulan mereka tidak lebih dari remaja labil. Mungkin harusnya mereka lebih bijak 6 tahun lalu, agar tidak ada nyawa yang terancam.

"Kangen?" Rakha berbalik saat mendengar suara tersebut.

Leo terkekeh melihat raut Rakha yang tampak terkejut mendengar suaranya. "Kenapa? Lo kira gue setan?" Rakha memilih tidak menjawab pertanyaan dari sahabatnya tersebut, atensi kembali pada jejeran pigura foto yang berada di sana.

Langkah Leo tiba di sebelah Rakha, ikut serta melihat pigura foto yang kini hanya tersisa kenangan di dalamnya.

"Tempat ini harus ada atau gak?"

Reflek Leo lansung menoleh ke arah Rakha, meminta laki-laki itu menjelaskan apa yang baru saja di katakannya. "Hm?"

Rakha berbalik, melangkah ke arah sofa untuk sekedar mendudukan dirinya yang diikuti oleh Leo di belakang.

"Kalo gak ada ini, Asep gak mungkin gitu, iya kan?" Rakha melirik ke arah Leo, seolah meminta perserjuannya pada kalimat yang di lontarkan.

Kepala Leo mulai berputar, mengingat setiap kejadian yang berada di tempat ini. Asep yang sering menyanyikan lagu dengan nada yang salah, dirinya dan Diga yang sering melarikan diri untuk meminta tenang kesini, Rakha yang sering membawa makanan untuk mereka nikmati bersama. Kehangatan mereka juga di lengkapi dengan anggota Devigos yang lain. Menurut Leo mereka tidak semengerikan itu, mereka hanya keluarga yang saling memeluk saat ada yang tengah kesulitan.

Senyum tipis terukir di bibirnya, sial. Leo kini semakin merindukan basecamp dan suasananya yang dulu. Sejak awal bukan mereka yang salah, haruanya sejak bertemu Ralax, mereka bisa menghindar lebih jauh. Tapi itu hanya bisa menjadi penyesalan.

Tangan Leo menepuk bahu Rakha pelan. "Ini bukan salah siapa pun Rak,"

Rakha terkekeh miris, Leo terlihat seperti manusia paling optimis saat ini, namun keadaannya tidak sejalan sekarang menurut Rakha. "Terus salah siapa? Salah siapa yang jadiin Asep monster?"

Tatapan mata Leo menunjuk ke arah panggung kecil di ruangan tersebut. "Asep sering nyanyi pake nada yang salah di situ," Leo menepuk sofa yang tengah mereka duduki. "Kita pernah tidur di sini kalo lagi ada masalah di rumah,"

Sorot mata Leo terhenti di hadapan Rakha, sorot mata yang kini berubah menjadi sendu. "Kita ada untuk ngelengkapin bagian dari hidup yang hilang, keluarga,"

Bibir Rakha seolah terkunci rapat, dirinya tidak tau harus menimpali Leo apa. Karena apa yang di katakan laki-laki tersebut sepenuhnya benar.

"Asep nanyain lo lagi tadi," Lagi-lagi Rakha terdiam, dirinya juga merindukan Asep, namun hatinya seolah menggebu-gebu jika mengingat apa yang dilakukan Asep 6 tahun lalu.

"Dia juga nyesal Rak ngelakuin itu," Leo mencoba menenangkan hubungan keduanya, tapi Rakha hanya mengiyakan namun tidak ada berubah sedikit pun.

Rakha mengangguk mengerti. "Kasih gue waktu,"

Alysa (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang