Saat ini Alexa sudah tak bisa diajak bicara. Pikirannya pasti masih kalut dengan kejadian beberapa minggu yang lalu. Aku pun memeluk Alexa dan menenangkannya. "Alexa, jangan bicara kayak gitu."

"Aku harusnya mati, Allard. Nggak sepantasnya aku masih hidup dengan damai," racaunya.

"Hentikan Alexa, aku mohon..." lirihku.

"Bunuh aku, Allard," pintanya.

Aku terkejut dengan permintaannya yang tidak masuk akal itu. "Kamu gila?!"

Alexa mengangguk. "Iya, aku gila karena itu bunuhlah aku. Bukan hal sulit buat kamu bunuh aku, kan?"

"Nggak. Aku nggak bakal ngelakuin itu!" tolakku.

"Aku mohon, Allard. Aku capek. Aku capek sama ini semua." Alexa terus memohon hal yang sama.

"Nggak, Alexa! Siapa yang bakal jadi ibunya Bella kalo kamu pergi?!" kataku dengan nada tinggi.

"Carilah ibu baru buat Bella. Lagian aku nggak pantes jadi ibunya," jawab Alexa.

"Nggak! Bella nggak mau ibu baru!" ucap Bella yang tiba-tiba datang.

Bella menghampiri kami dan menangis. "Kenapa mommy ngomong kayak gitu?"

"Kamu sekarang udah sembuh, Bella. Dengan kekuasaan yang dimiliki Allard, semua orang pasti mau jadi ibu kamu," jawab Alexa.

Bella menggeleng. "Bella cuma mau dokter Alexa yang jadi ibu Bella."

"Setelah semua ini, apakah aku masih pantas disebut ibu? Aku bahkan membunuh seorang ibu juga," lirih Alexa.

"Mommy, Bella nggak pernah kenal siapa itu ibu kandung Bella. Bella cuma ngerasain kasih sayang ibu dari mommy dan sejak saat itu Bella mau dokter Alexa yang jadi mommy Bella. Bella nggak mau orang lain." Bella ikut memeluk Alexa.

"Sebentar lagi Bella bakal sekolah dan Bella harap mommy bisa anterin Bella di hari pertama Bella sekolah sama daddy," ujarnya.

Alexa tak menjawab permintaan Bella.

"Kita jalan-jalan keluar ya? Kamu butuh udara segar buat menjernihkan pikiranmu," bujukku pada Alexa.

"Nggak. Tolong tinggalin aku sendiri," tolak Alexa.

"Yaudah kalo itu yang kamu mau. Ayo Bella, mommy butuh istirahat." Sebelum keluar, aku mencium kening Alexa.

POV ALEXA

Setelah Allard dan Bella keluar, aku menangis sekeras-kerasnya. Bagaimana mereka semua masih menginginkan aku di saat mereka telah mengetahui yang sebenarnya? Kalau kalian tanya kenapa aku tidak pergi saja dari sini, jawabannya adalah aku sudah pernah melakukannya, tapi saat itu mereka semua berhasil menangkap aku dan berakhir dengan pengawasan di rumah ini diperketat.

Flashback On

Aku berlari sekuat tenaga untuk menjauh dari rumah itu. Aku berniat untuk pergi keluar negeri, tapi ternyata di bandara ada banyak pengawal Allard dan alhasil aku tertangkap dengan mudahnya di sana dan langsung dibawa pulang oleh mereka.

"Astaga Alexa, apa yang kamu pikirin?! Aku khawatir banget!" ucap Jessica sambil memelukku.

"Hal bodoh apa yang kamu lakukan itu?!" ucap kakek marah.

"Cukup kakek, jangan marahin Alexa dulu." Kak Alvaro menatapku dengan lembut. "Adikku sayang, lain kali kalo mau pergi jalan-jalan bilang sama kami ya?"

"Iya Alexa, jangan tiba-tiba pergi kayak tadi. Nenek khawatir banget karena kamu nggak ada di kamar," timpal nenek.

"Bodoh! Aku itu mau pergi dari neraka ini! Kamu pikir aku pergi buat jalan-jalan? Lucu sekali pemikiran kamu itu," hinaku.

"Alexa! Jaga bicaramu pada kakak laki-lakimu!" tegur kakek.

"Kakak laki-laki? Siapa? Aku adalah anak tunggal dari keluarga Smith. Apakah anda lupa, tuan?" ucapku mengganti panggilan pada kakek.

"Alexa, kenapa kamu kayak gini, sayang?" tanya Allard dengan lembut.

"Allard, ayo kita bercerai," ujarku.

Mendengar kata cerai, Allard pun tak bisa menahan emosinya. "Cerai?! Jangan ngomong hal bodoh, Alexa!"

"Kita menikah karena perjodohan konyol itu. Nggak ada sedikitpun cinta di antara kita jadi aku mau kita selesai di sini," jawabku.

"Setelah selesai, kamu bakal pergi ke mana?!" tanyanya.

Aku memalingkan wajah ke arah lain. "Itu urusan aku jadi kamu nggak perlu tau."

"Bawa aku pergi bersamamu, Alexa," pinta Jessica.

Saat itu aku bingung harus memperlakukan Jessica seperti apa. Jessica adalah teman terbaik yang pernah aku punya dan dia tak pernah melakukan hal buruk apapun padaku, tapi kalau Jessica tetap berada di dekatku mungkin saja dia akan dalam bahaya suatu saat nanti.

"Nggak. Kamu punya tanggung jawab di sini," tolakku.

"Kamu juga punya tanggung jawab di sini, Alexa. Kamu adalah orang tua Bella jadi kamu harus menjaga dan merawatnya," balas Jessica.

Aku mengernyitkan kening. "Bukannya aku udah pernah bilang kalo aku nggak mau jadi orang tuanya?"

"Bella sayang sama kamu, Alexa," tutur Jessica.

"Aku nggak peduli. Keputusan aku udah bulat! Aku bakal pergi dari rumah ini!" putusku.

"Siapa yang izinin kamu pergi?" ucap seseorang .

"Aku nggak butuh izin dari kamu. Kamu bukanlah siapa-siapa bagiku, Allard!" ketusku.

"Kamu lupa? Kita masih suami istri jadi kamu masih berada di bawah pengawasanku," ujarnya.

Tiba-tiba dua orang pengawal datang dan memegang tanganku. "Apa-apaan ini?! Lepasin aku!"

"Bawa nyonya ke kamar dan jangan biarkan dia kabur!" perintah Allard pada dua pengawalnya itu.

"Baik, tuan," jawab mereka.

Kedua pengawal itu membawaku ke kamar. Aku berusaha untuk melepaskan diri, tapi tidak bisa karena tenaga mereka sangatlah kuat.

Sesampainya di kamar, mereka langsung mengunci pintunya dari luar. Aku terus menggedor-gedor pintunya, tapi semuanya menghiraukan aku.

Flashback Off

Rahasia Keluargaku  ( END )Where stories live. Discover now