Part 22

253 38 23
                                    

Di tengah kesibukan kuliah, para maba tetap diwajibkan untuk mengikuti kegiatan ospek. Untung saja intensitas diadakannya ospek sudah semakin berkurang. Kalau tidak, bisa-bisa tugas kuliah mereka jadi ikut keteteran. Tapi setelah merasakan kuliah, tugas ospek justru nggak ada apa-apanya dibandingkan tugas kuliah yang lebih menguras pikiran dan hati.

Malam Jumat, Teo tumben-tumbenan mengajak Kelompok 18 untuk ngumpul. Tujuannya sih untuk membantu Calvin menyelesaikan tugas yang perlu dikumpulkan besok karena Calvin lupa total kalau besok ospek. Karena Winna mager, maka diputuskan mereka akan nugas bareng di kosan Winna, tepatnya di ruang belajar tempat langganan mereka sejak dulu.

Winna membaca sekilas lembar essay yang ditulis Teo. Untuk ukuran cowok, patut diakui, tulisan tangannya terbilang rapi. "Essay lo udah kelar anjir, ngapain lo tetep maksa buat kerkel ke sini? Lo kira waktu gue banyak?!"

"Kan Calvin belom. Masa lo gak kasihan sama Calvin? Mana solidaritasnya, Dek?!" Teo mengutip kata-kata andalan Chandra saat evaluasi. Dengan sekuat tenaga, Winna menahan diri untuk tidak menjoroki muka Teo ke meja.

Calvin yang menjadi bahan perdebatan hanya menoleh ke Adriel yang juga hadir mendampingi. "Kok lo sekarang kalau nyamperin kita kerkel selalu dengan tangan kosong, sih, Kak? Dulu awal-awal suka bawain martabak."

"Emang gue lagi main ke rumah pacar bawa-bawa martabak segala? Udah, itu essay lo kelarin sana." Jari Adriel mengetuk-ngetuk kertas essay Calvin yang masih kosong.

"Jadi, kalian bertiga di sini kerjaannya cuman nungguin gue kelar nulis essay aja?" Calvin menatap anggota kelompoknya bergantian.

"Iya. Soalnya essay kita semua udah selesai."

"Teo sus banget gak, sih? Biasa dia gak mau ikut kerkel, kenapa sekarang dia yang ngajak ngumpul duluan?"

"Udah, lo kerjain dulu itu essay, gak usah banyak bacot–"

"Gue putus dari cewek gue, guys." Ungkap Teo tak terduga.

Winna menganga. "Oh, ya?! Kok bisa??? Padahal lo udah bucin sampai tolol gitu. Gue inget banget, tuh – gara-gara lo majang foto berdua sama cewek lo di name tag, kita jadi disuruh revisi satu kelompok."

"Dia selingkuh. Sama anak kampus dia."

"Oh, shit. Emang bener ya berarti yang setia bakal kalah sama yang selalu ada. Gapapa, Te. It's her loss. Berarti dia emang bukan jodoh lo. Lo masih muda dan masih banyak ikan di laut." Sebagai mentor yang baik, Adriel berusaha untuk menyampaikan kalimat penghibur.

"Masih banyak ikan di laut, tapi lautannya udah terkontaminasi sama limbah!" Teo meringis lalu membenamkan wajahnya pada kedua tangannya yang sudah terlipat di atas meja. Ketiga pasang mata yang menyaksikannya saling bertukar tatap, mengirimkan telepati yang berisi tebak-tebakan apakah Teo sungguhan nangis atau tidak.

Suatu momen langka, cowok segarang Teo pun bisa mengalami breakdown juga kalau sudah putus cinta.

Calvin menggeser kotak tisu mendekat ke jangkauan Teo, "Emang harus nangkep ikannya di laut? Gak bisa di air tawar?"

Teo mengangkat wajahnya yang sudah memerah. "Lo pada boleh puas ngetawain gue sekarang. Tapi inget, roda kehidupan terus berputar! Pesan dari gue – gak usah cinta-cintaan, cok. Menguras hati, dompet, dan tenaga."

Adriel hanya geleng-geleng. Ada-ada aja kelakuan anak muda zaman sekarang... Batinnya.

Sementara Winna hanya bisa menarik napas panjang, menahan rasa sakit di perut bagian bawahnya. Bukannya dia tidak bisa berempati dengan Teo yang baru saja diselingkuhi, tetapi nyeri di perut yang ditimbulkan dari datang bulan hari pertama sangat membuatnya tidak nyaman. Makanya awalnya Winna enggan untuk melangkah keluar dari kamar kosannya.

eighteen [END]On viuen les histories. Descobreix ara