Enam

3K 308 8
                                    

Dobel up mwehehehe
Jan lupa votmen juseyo!

.
.
.

Zico masih setia dalam gendongan papanya. Ia suka, gendongan hangat yang belum pernah ia dan kedua adiknya rasakan.

"Papa jangan belubah," gumam Zico pelan namun dapat Zergio dengar dengan jelas karena anak itu berbicara tepat di telinganya.

"Tidak akan."

Zergio teringat dengan dua tuyulnya. Kemana mereka pergi? Akan jadi masalah kalau mereka nyasar.

"Papa tulun, aku mau cali Adek," rengek Zico. Anaknya yang satu ini satu pemikiran dengannya ternyata.

Lantas Zergio langsung menurunkan Zico dengan hati-hati.

"Jangan berlari oke?" ucap Zergio mengingatkan. Zico mengangguk sambil tersenyum manis.

Manis banget cuk meleleh gue༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ

Zico berjalan dengan tenang diikuti oleh Zergio dibelakangnya. Dia melirik ke segala arah untuk mencari adik-adiknya. Ruangan ini sangat besar, kakinya mulai pegal karena tak kunjung menemukan mereka.

"Meleka di mana sih?" monolognya. Langkahnya tertuju pada ruangan yang sangat ramai. Entahlah firasatnya mengatakan bahwa mereka ada di sana.

Ia pun melangkah menuju ruangan itu. Ia melihat beberapa orang yang sedang berkerumun. Tatapannya terpaku pada dua orang yang sangat familiar.

Itu adiknya. Zio yang meringkuk dilantai dan Zeka yang menatap seorang wanita. Mereka terlihat sedang cek cok.

Matanya membulat kala wanita itu memberikan gestur menampar ke arah Zeka. Dengan segera ia berlari dan..

Plak

Tubuhnya terhuyung, pipinya panas dan ada sedikit rasa amis di sudut bibirnya. Ia menatap lantai dengan pandangan yang memburam mencoba menahan air matanya. Bahkan hidung mungilnya mengeluarkan cairan merah. Tamparan wanita itu benar-benar kuat, rasanya sangat sakit. Beruntung ia segera berlari dan menggantikan posisi Zeka, jika tidak? Ia tidak tau apa yang akan terjadi kepada adiknya.

"Abang!" teriak Zeka. Ia terkejut saat tubuhnya tiba-tiba terdorong lalu kakaknya yang menggantikan posisinya. Ia kembali menangis. Tadi adiknya, sekarang kakaknya. Ia semakin membenci kedua wanita itu. Dia benci semua orang yang hanya melihat tanpa ada niat membantu.

Sementara Zergio, ia kelimpungan mencari ketiga tuyulnya. Padahal tadi ia tepat berada di belakang Zico, namun entah bagaimana anak itu tiba-tiba saja menghilang dari pandangannya.

Ia menyernyit saat melihat kerumunan. Kaki jenjangnya ia langkahkan menuju kerumunan itu. Mereka yang melihat tuan mereka datang langsung menunduk hormat. Ada juga yang merasa takut saat melihatnya.

Deg

Jantung Zergio terasa lepas dari tempatnya, tubuhnya kaku saat melihat Zico, putra sulungnya berdiri dengan tubuh bergetar. Wajahnya memerah dengan jejak telapak tangan yang begitu kentara, sudut bibirnya sobek dan hidung mungilnya mengeluarkan darah. Bahkan air mata anak itu turun begitu deras, namun tak ada suara yang keluar dari bibirnya.

Dibelakangnya ada Zeka yang tengah memeluk tubuh Zio yang masih meringkuk dengan wajah pucat. Wajah Zeka juga terdapat jejak darah yang sudah kering.

"Brengsek!!"

Tangannya terkepal kuat, urat nadinya tercetak jelas. Aura disekitarnya berubah. Membuat beberapa orang meneguk salivanya susah payah. Marah, ia marah melihat kondisi ketiga anak kesayangannya. Anak yang begitu ia jaga mengalami kekerasan tepat di depan matanya. Ia berjalan dengan amarah yang membuncah, mendekati ketiga putranya dan juga orang-orang yang telah melukai putranya.

ZergioWhere stories live. Discover now