20. Bukan Gadis Polos

369 43 4
                                    

Tidak ada hal yang salah dengan kepala Cherry. Tidak ada pusing, tidak ada muntah atau gangguan tidur. Semuanya normal seperti biasanya dan akhirnya gadis itu diizinkan pulang.

Seorang perawat baru saja selesai mencabut infusnya. Jeno sedang mengambil surat ijin pulang dan menyelesaikan registrasi rumah sakit. Tinggallah Haechan yang duduk santai di dalam kamar rawat sembari menunggu Cherry selesai berganti pakaian.

Namun saat keluar dari kamar mandi gadis itu masih mengenakan pakaian rumah sakit. Ini membuat dahi Haechan berkerut, kenapa dia belum ganti baju?

"Kenapa?" Tanya Haechan lembut.

Cherry terlihat gelisah. Tatapannya terus bergerak ke samping.

"Mm.. susah buka kancingnya." Kata Cherry.

Tatapan Haechan mengarah pada kancing piyama Cherry lalu beralih ke tangan kiri gadis itu yang sedang di gips. Haechan menelan ludahnya.

"Kalau kamu ga bisa aku nunggu Jeno aja."

"Bisa."Haechan langsung menjawab. Dia akan lebih tidak rela jika Jeno yang melakukannya meskipun mereka bersaudara.

"Oke."

Cherry berjalan lebih dulu ke toilet dengan Haechan yang mengekorinya. Gadis itu berbalik, menghadap Haechan dengan tatapan canggung.
Menunggu lelaki itu bertindak rasanya seperti sedang menyerahkan diri kepada dewa kematian. Tapi daripada takut, Cherry lebih merasa malu untuk saat ini.

Haechan menelan ludahnya sekali lagi. Berusaha berpikir positif dengan membayangkan hal-hal indah di dalam pikirannya. Tangan lelaki itu akhirnya terulur kedepan, membuka kancing Cherry dalam gerak lambat hingga bra hitam gadis itu mengintip.

Cherry menunduk sebentar lalu mengalihkan tatapannya ke arah lain. Haechan tersenyum simpul, melihat bagaimana Cherry yang menghembuskan nafasnya dengan perlahan. Ternyata bukan cuma dirinya yang tegang tapi Cherry juga.

"Kenapa ? Tegang ya ?"

Cherry meliriknya sekilas sebelum kembali menatap kesamping.

"Belum juga di unboxing."

"Ga usah bahas aneh-aneh deh."

Haechan mengulas senyumannya. Jemarinya bergerak sangat lambat dan membuat ketegangan di antara mereka semakin menjadi. Lelaki itu mengalihkan pandangannya, memfokuskan diri pada wajah bersemu Cherry.

Haechan menunduk, lebih dekat dan semakin dekat. Mempertemukan garis hidung mereka dan membuat nafas Cherry tercekat. Gadis itu sedikit terkejut tapi tidak menolaknya. Dia diam, menatap manik mata Haechan yang menatap lembut.

Sampai pada kancing terakhir tangan Haechan bergerak kebelakang, menarik pinggang Cherry mendekat dalam satu tarikan cepat.

Bibir Haechan terbuka, dengan tatapan yang senantiasa mengamati setiap perubahan ekspresi Cherry, dia kemudian kembali tersenyum sebelum mempertemukan bibir mereka.

Cherry tau ini tidak hanya akan berakhir dengan kecupan ringan dan Haechan tidak akan pernah merasa cukup dengan itu. Cherry sudah mempersiapkan dirinya, dia berpegangan pada pinggiran wastafel ketika Haechan semakin bergerak maju, menyudutkannya dengan segenap hasrat yang mengepul di dalam kepalanya.

Lelaki itu menahan tangan Cherry, melepaskan pegangannya dari pinggiran wastafel. Lalu tiba-tiba Cherry merasakan tubuhnya terangkat.
Haechan mendudukkannya di pinggiran wastafel dan mulai menghujaninya dengan kecupan dan lumatan.

Setiap sentuhannya membawa Cherry melayang, setiap pangutan mereka memguapkan kewarasan Cherry dari kepalanya. Lee Haechan telah membuatnya tak berdaya, terhanyut dalam setiap ritme yang Haechan tawarkan.

My Pre-Wedding | LEE HAECHANTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon