25

391 60 13
                                    

Tubuh berbalutkan piyama merah muda itu masih belum sadarkan diri setelah beberapa jam tengkuknya dihantam siku dengan keras. Hanya saja dasi yang membekap mulutnya sudah dilepas beserta ikatan tali di tangannya.

Kini sang gadis merebah dengan alis menyatu. Soal waktu saja dia tinggal sadarkan diri. Laki-laki berambut hitam tak jauh di seberangnya duduk menekuk lutut, menunggu mata cokelat itu terbuka.

Gemeretak dari lidah obor memecah lengang yang tercipta. Megumi mengusap kening, tidak tahu apa yang harus diperbuat. Hampir tiga jam gadis itu pingsan, takut sekali ada cedera yang parah akibat hantaman telak tadi di tengkuknya.

Akan tetapi, ketakutan Megumi sirna seiring mendengar lenguhan sang gadis yang parau. Kelopak matanya yang tertutup bergerak-gerak, alisnya semakin menyatu, keringat banjir di sekitar dahi. Sampai perlahan, gadis itu membuka matanya.

"(Name) ...." Megumi memanggil, berbisik halus sambil mendekat. "kau baik-baik saja?"

Netra mata (Name) masih berusaha beradaptasi dengan cahaya remang di sana, matanya mengerjap beberapa kali guna menyesuaikan cahaya yang masuk. Wajah yang masuk ke dalam pandangan (Name) buram, sampai (Name) mengucek matanya sendiri.

Barulah dia terkejut melihat siapa orang itu ketika pandangannya jelas, hanya saja tidak ada tenaga untuk memekik bahkan terperangah saja. Wajah gadis itu tetap pucat disertai ekspresi bingung, hanya pupil mata yang mengecil sebentar sebagai tanda dia terkejut.

"Me–Megumi?" panggil (Name) serak.

Cekatan Megumi mengambil segelas air yang tadi diberikan oleh penjaga di luar jeruji, sebelum (Name) siuman tadi, Megumi sempat meminum sedikit untuk mengecek apakah airnya bersih atau tidak tanpa membiarkan bibirnya mendarat di pinggiran gelas. Dirasa aman, baru dia bisa memberikannya kepada (Name).

"Minum."

(Name) mengangguk. Dibantu Megumi, gadis itu duduk bersandar ke tembok yang lembab. Air diteguk sampai habis, (Name) mendesah setelah merasa tenggorokannya kembali segar. Sejenak dia hanya memejamkan mata seraya mengatur napas yang terasa berat.

Gelas disimpan kembali di atas nampan. Megumi duduk tak jauh dari (Name) yang masih linglung. Di tengah kesunyian dan suara napas berat (Name), benak laki-laki itu disesaki beragam pertanyaan. Selama satu minggu di sini, dia belum tahu kenapa (Name) ikut dijebloskan macam tahanan.

Kalau dirinya sudah jelas, ini ada sangkut-pautnya dengan Tsumiki, kakaknya. Maka dari itu dia ada di sini. Tapi, (Name)? Megumi menggeleng-geleng, menatap sang gadis yang kini napas sudah lebih tenang. Mata (Name) terbuka dan mengamati langit-langit.

"Kenapa bisa di sini?"

Tersentak. Megumi mengusap tengkuk ditanya oleh (Name). Ternyata mata gadis itu sudah mengarah kepadanya. Senyum kecil menghias di bawah keremangan. "Tidak tahu."

Mendapat jawaban yang tidak memuaskan, (Name) memeluk lututnya. Dia melamun, menyusun berbagai ingatan sebelum dia dibawa paksa kemari oleh seseorang yang terasa familiar, tapi siapa? (Name) mulai merunutkan kejadian demi kejadian.

Sedang Megumi, matanya yang berwarna biru tua tidak pernah luput dari wajah ayu mantan kekasihnya. Salahkah jika di tengah kebingungan ini, dia justru bersyukur karena bertemu dengan (Name)? Hati Megumi berdegup kencang, senang membuncah di dada. Perasaan itu masih sama. Tidak berubah sedikit pun.

Akan tetapi, wajahnya terlihat datar seperti biasa. Hanya ada mata yang berbinar-binar dalam diam.

"Kalau kamu, kenapa bisa di sini?" Gemas karena kecanggungan ini, Megumi memutuskan bertanya balik. Atensi (Name) kembali terpusat, Megumi bersorak dalam hati ditatap (Name). Sebisa mungkin dia tidak tersenyum lebar.

Forever [Nanami Kento]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon