Special Episode • 20 • (Name)' Past

439 37 15
                                    

Tokyo, Juli 2012

Akhirnya.

Menghabiskan waktu lima tahun di Indonesia cukup membuat gadis bernama Hatsuno (Name) itu merindukan negeri kelahirannya, Jepang. (Name) menjalani masa-masa sekolah dasarnya di sana bersama sang kakek dan nenek.

"Okaeri." Seorang gadis berumur 16 tahun terkekeh dan merentangkan tangan, menyambut kepulangan sang adik. Padahal dia sendiri ikut menjemput (Name) bersama Esme dan Ray ke Indonesia.

Keluarga kecil itu menginjakkan kaki di Haneda Airport.

"Jadi aku akan SMP di sini?" (Name) bertanya sambil bergandengan tangan dengan Yuraka, dia menengadah melihat langit-langit bandara.

"Ayah sudah mendaftarkanmu." Ray menjawab sambil mengelus rambut putri bungsunya.

"Apa nanti aku bisa mendapat teman?"

Pertanyaan itu membuat mereka membisu. Perlu diketahui saat di Indonesia, (Name) mengalami perundungan selama empat tahun dan itu baru terungkap saat Yuraka sedang berlibur di sana, lalu berniat menjemputnya.

"Tentu," jawab Yuraka. Lebih tepatnya dia berjanji (Name) akan mendapatkan teman. "jangan samakan orang-orang di sekolah barumu dengan mereka di sana, oke?"

****

Benar apa yang dikatakan Yuraka.

Hari pertama masuk sekolah (Name) sudah mendapat dua orang teman yang seru. Kala itu (Name) sedang duduk di bangkunya yang ada di tengah-tengah kelas, lalu dua orang gadis menghampirinya, mengajak (Name) mengobrol.

Di hari pertama masuk sekolah, kebanyakan guru tidak akan langsung memberikan materi. Mereka lebih membiarkan siswa-siswi beradaptasi terlebih dahulu setelah satu minggu melaksanakan MOS. Hal itu dijadikan kesempatan untuk (Name) dan dua teman barunya untuk bermain-main, atau sekadar menyapa teman satu kelas yang lain.

"(Name), cita-citamu apa?" tanya Kokoro saat mereka sedang ada di samping lapangan sekolah, melihat aksi permainan sepak bola.

"Belum tahu," jawab (Name) sambil nyengir.

"Begitu. Bagaimana dengan hobi?"

"Eh, hobi? Aku rasa ... entahlah."

Kokoro mengernyit heran. "Bagaimana bisa tidak tahu?"

(Name) bingung sendiri. Cita-cita dan hobi? Dia belum pernah memikirkannya, selama di Indonesia yang dia pikirkan hanya kata-kata jahat dan perlakuan buruk orang-orang itu. Tidak ada waktu untuk memikirkan diri (Name) sendiri.

"Maaf, aku tidak asyik, ya?" (Name) menunduk seraya meremas jemari tangan.

Nijimin menepuk pundak (Name) sambil tertawa, membesarkan hati temannya itu.

"Santai saja, (Name). Jangan merasa sedih begitu. Lagipula itu hanya cita-cita dan hobi, bukan? Ini hanya soal waktu sampai kau menemukannya." Nijimin yang paling tua di antara mereka berkata bijak. Kokoro mengangguk setuju dan mengelus bahu (Name).

"Maaf untuk pertanyaanku, ya? Mungkin itu bukan hal yang mudah untukmu, (Name)."

Mendapat respon positif, (Name) jadi terharu sendiri. Wajahnya cerah dengan mata berkaca-kaca, gadis itu langsung menangis pelan sambil menutup wajah. Membuat Kokoro dan Nijimin panik, berujung saling menyalahkan satu sama lain, tapi tak lama (Name) tertawa juga sehingga memecah pertengkaran kecil di antara keduanya.

Forever [Nanami Kento]Where stories live. Discover now