"Udah jam 7 malam," jawab Sagara.

Ziva melotot. Ia menatap jam dinding ruang tamu. Jarum jam kini menunjukkan pukul 19.05. Aish, selama apa ia tidur siang? "Kok nggak bangunin aku sih?! Aku belum masak, tahu!"

Bukannya menjawab, Sagara menepuk sisinya menyuruh Ziva duduk. Namun, bukannya duduk di sana, Ziva malah duduk di pangkuan Sagara.

Ia menyandarkan sisi kepalanya di tulang selangka Sagara. Harum lemon segar langsung Sagara dapatkan sebab pucuk kepala Ziva berada di dagunya.

Sagara kemudian memeluk pinggang Ziva. Sementara kepalanya sedikit menunduk untuk menghirup aroma rambut Ziva kuat. Harum rambut Ziva selalu membuat moodnya bagus karena terasa segar.

"Udah makan?" tanya Ziva.

"Belum,"

"Mau makan sekarang?"

"Nanti aja."

Ziva mengangguk. Ia mengangkat kepalanya untuk menatap Sagara. "Pulang jam berapa tadi?"

"Jam 5."

Ziva berdecak. "Tuh, 'kan. Kamu pasti nunggu aku bangun sendiri, 'kan?" Sagara mengangguk membuat Ziva kesal. "Kenapa nggak bangunin aku aja sih?! Terus siapa yang nyiapin air anget buat mandi?"

"Aku,"

Wajah Ziva jadi suram. "Ish, kamu––" Ziva lantas mengerjap karena Sagara menahan ucapannya dengan mengecup bibirnya cepat.

"Cerewet,"

Merona, Ziva memukul dada Sagara kesal. "Jangan asal cium, ih!"

"Why? Why can't I kiss you?" tanya Sagara datar.

"B-boleh, cuma kasih aba-aba dulu dong! Jangan dadakan kayak razia rambut!" decak Ziva.

Sagara mengangguk mengerti. Cowok itu memajukan wajahnya, ingin mencium Ziva lagi, tapi kali ini menggunakan aba-aba. Tapi, Ziva malah menahan wajah Sagara dengan panik.

"N-gapain?" tanya Ziva gugup.

"Kasih aba-aba,"

Sagara brengshake! Ia jadi menyesal menyuruh Sagara memberi aba-aba lebih dulu untuk menciumnya. Bukannya berhenti, Sagara malah ingin melakukannya lagi. Aish, cowok itu selalu bisa membuat Ziva berdebar-debar.

Ziva memilih menyembunyikan wajahnya di leher cowok itu, malu. "Sagaraaa." panggil Ziva.

"Hm?"

"Pusing."

"Kenapa? Mual lagi?" tanya Sagara.

Ziva menggeleng. "Penasaran sama cewek yang ada di kepala aku. Tapi semakin aku pikirin, kepala aku malah tambah sakit,"

"Jangan di pikirin kalau gitu,"

Ziva mengangkat kepalanya. "Tapi penasaran, Ga."

Sagara menghela napas. Ia menarik Ziva untuk semakin dekat. Sagara menaruh wajahnya di ceruk leher Ziva. Sesaat kemudian, Ziva tersentak halus tatkala Sagara mendusel di lehernya.

Sagara tak hanya mendusel. Cowok itu mengecupi lehernya membuat Ziva meremang. Ziva menyentuh pundak Sagara ingin mendorongnya, tapi Sagara menahan tangannya.

Ziva menggigit bibir bawah menahan suaranya tatkala Sagara semakin menjamah di sana. Ia mencengkram lengan Sagara yang menahan lengannya saat merasa ada sensasi aneh yang menggerayangi tubuhnya. Ziva meremang sempurna.

Sagara menjauhkan wajahnya dari leher Ziva. Dia menatap leher dan juga tulang selangka Ziva yang terdapat bercak kemerahan akibat ulahnya. Sesaat kemudian, Sagara memejamkan matanya dengan kening mengerut dalam saat Ziva berteriak di hadapannya.

Figuran Wife [Republish]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora