Nyx perlahan-lahan menyisip teh hangat di hadapannya. Wajahnya kelihatan tenang, namun jauh di lubuk hatinya, keresahan bergolak. Jari-jemarinya sedikit bergetar ketika cawan teh menyentuh bibirnya, cuba menyembunyikan kegugupan yang meresap ke setiap sudut tubuhnya. Di hadapannya duduk tiga figura, sosok-sosok yang terasa familiar, namun begitu asing. Seakan-akan dia pernah mengenali mereka, tetapi tidak dapat menggali satu pun ingatan yang jelas tentang siapa mereka sebenarnya.
Dia cuba mengatur pernafasannya, berpura-pura tenang, sedangkan hatinya dibanjiri soalan dan kebingungan. Setiap gerakan mereka, setiap lirikan mata, membuatnya semakin terperangkap dalam perasaan tidak menentu—seolah-olah dia berada di antara kenangan yang kabur dan realiti yang tak terjangkau.
" Verena ingin tambah teh lagi?" soal Lavander lembut memecah kesunyian yang melanda mereka berempat.
" Tak.. Terima kasih..." Nyx menolak lembut.
" Perut saya hampir meletup asyik minum air dari tadi.. Tak ada biskut atau kek ke? Takkan minum air teh je?" gumam Nyx sambil menyisip teh di cawannya.
" Apa?"
" Huh? Apa?" Nyx menatap wajah Lavander.
" Ouh.. Saya ingatkan Verena ada berkata sesuatu tadi.."
" Tak ada... Tak ada apa.." Nyx senyum tipis.
Marius memerhati setiap tingkah laku tunangnya. Matanya tidak lepas menatap wajah itu.
" Sudah lama awak tak datang ke sini, Verena. Awak juga abaikan surat-surat saya. Ada sesuatu yang terjadi pada awak?" soal Marius.
Nyx terdiam apabila Marius menyoalnya. Dia senyum tipis lalu memandang wajah Marius.
" Patik tidak sihat kebelakangan ini." ujar Nyx tenang.
" Patik?" Marius berkerut dahi apabila mendengar Verena menggelarkan dirinya patik.
Nyx membalas renungan Marius. Tertanya-tanya apabila melihat tatapan musykil Marius.
Apa? aku ada salah cakap ke?
" Verena..."
Pandanganya Nyx beralih ke wajah abang sulungnya, Valdimir.
" Ya..." Nyx senyum memandang ke arah abang sulungnya.
" Tak ada apa." Valdimir kemudian mengalihkan pandangnya ke arah cawan teh.
Nyx ketawa kecil menghilangkan rasa kekok apabila Vald melayannya begitu dingin.
" Gila."
" Apa?" ketiga-tiga mereka serentak memandang ke arah Nyx.
" Huh? apa?" Nyx kemudian memandang wajah mereka.
" Tadi... Verena..." Lavander menatapnya dengan tatapan terkejut.
" Ouh... Saya ingatkan saya bergumam di fikiran saya.. Tidak sangka saya akan mengeluarkan kata-kata fikiran saya secara terang-terangan... Maafkan saya.." Nyx tunduk sopan meminta maaf.
" Tak..Tak mengapa.. Kami hanya terkejut... itu sahaja.." Marius senyum tipis.
" Benarkah? HAHAHAHA! Maafkan patik tuanku... Maafkan saya, Cik Muda Lavander dan maafkan saya, Duke kecil...." Nyx ikhlas memohon maaf sambil menundukkan sedikit kepalanya.
Mereka bertiga sedikit terkejut melihat cara layanan Verena kepada mereka. Kata-kata panggilan sopan itu sedikit canggung didengar oleh mereka bertiga.
Mata Nyx segera menangkap figura abang keduanya yang sedang leka berbual dengan Putera ketiga.
Tanpa sempat dia mengambil kira akibat perbuatannya nanti, Nyx segera menjerit memanggil abang keduanya.
" Abang!!"
Jeritan Nyx memeranjat ketiga manusia di sekitarnya begitu juga Venal.
" Rena?" Venal segera mendekati adiknya manakala Nyx pula berlari anak memeluk tubuh Venal.
Sejujurnya, ketika duduk menyertai pesta minum teh bersama mereka bertiga, jantung Nyx berdegup kencang, memaksa darah mengalir deras ke seluruh tubuhnya. Entah mengapa, kehadiran ketiga-tiga figura itu membuatkan dia berasa begitu tidak selesa dan gusar. Setiap pergerakan mereka, setiap perkataan yang dilontarkan, menambahkan lagi perasaan serba salah dan kegugupannya, bagaikan dia berada di tempat yang tidak seharusnya. Lebih daripada satu jam tiga puluh minit dia bertahan di situ, memendam rasa takut yang entah datang dari mana, namun tidak mampu dia usir pergi.
Namun, sebaik sahaja pandangannya tertumpu kepada wajah Venal dan tubuhnya terhimpit dalam pelukan lelaki itu, segala ketakutan yang bersarang di dadanya hilang begitu sahaja. Perasaan cemas dan resah yang melingkari dirinya seolah-olah terlerai dalam sekelip mata. Untuk sesaat yang singkat, dia dapat menarik nafas lega, seolah-olah buat pertama kali dalam sekian lama, dia kembali mengenal pasti suatu rasa nyaman dalam kekeliruan yang menguasai dirinya.
" Rena menghadiri pesta teh?" soal Venal sambil mengusap rambut adiknya.
" Ya. Putera Mahkota yang jemput... Adik terpaksa pergi..." gumam Nyx pada ayat yang hujung.
" Venal.."
Venal segera mendongak memandang wajah yang menyeru namanya.
" Abang..." Venal meleraikan pelukan lalu tunduk sedikit menyapa abang sulung mereka. Putera ketiga hanya memerhati tiga beradik itu.
" Tuanku Putera Mahkota..." kedua mereka serentak memberi salam kepada Putera Mahkota Marius.
Verena hanya berdiri di sisi Venal dan memeluk erat lengan abangnya bagaikan tidak mahu melepaskannya.
" Abang...abang bawaklah Ren pergi dari sini.." bisik Nyx perlahan.
Venal kemudian memandang wajah Marius.
" Patik ingin meminta diri dulu dan membawa Verena bersama... Grand Duchesse berpesan agar membawa Verena bersama.."
Nyx senyum tipis namun senyumannya hilang tatkala matanya terarah pada Valdimir yang memandangnya dingin. Dia kemudian menyembunyikan separuh tubuhnya di belakang Venal.
" Iya.. Baiklah.." ujar Marius perlahan.
" Saya harap Rena tidak abaikan surat-surat saya lagi.." Marius mencari wajah Nyx.
" Patik... akan mengingatkannya." Nyx tunduk.
Marius hanya senyum tipis lalu meberi ruang pada Venal dan Nyx berlalu pergi. Nyx erat memeluk lengan Venal. Dia merasakan segala beban di bahunya berkurang apabila dia menjauhkan diri dari mereka bertiga.
" Kenapa Ren tidak selesa dengan mereka? Bukankah mereka kawan rapat Ren malah tuan putera juga adalah tunangan Ren." soal Venal perlahan.
Nyx terdiam. Dia kemudian senyum tipis memeluk erat lengan Venal.
" Rena cuma... rasa kurang sihat hari ini.." tipu Nyx lalu mengeluh halus.
Selama satu jam Nyx duduk di situ, perbualan di sekelilingnya bagaikan dengung yang samar-samar di telinganya. Tiada satu pun topik yang menyentuh dirinya, seolah-olah dia hanyalah bayang yang tidak wujud di hadapan mereka bertiga. Namun, yang lebih mengusik fikirannya adalah rasa aneh yang tidak dapat dijelaskan—perasaan asing tetapi anehnya familiar dengan suasana ini.
Setiap kali mereka berbicara, walaupun dia tidak mengenali mereka secara jelas, tubuhnya seolah-olah tahu reaksi yang harus diberikan. Namun di dalam hatinya, Nyx merasa tersisih, seolah-olah dia seorang penonton dalam cerita yang bukan miliknya. Wajah-wajah di hadapannya kelihatan seperti kenangan yang kabur—mereka dekat, namun tidak benar-benar dikenali.
ANDA SEDANG MEMBACA
PUPPET: The Strings of Verena (COMPLETE✔️/IN EDITTING)
FantasyWARNING!! +HAMBAR +GRAMMAR ERRORS +MY OWN IDEA +MATURE CONTENT (15+) +TYPO BERSEPAH +TIADA KAITAN DENGAN YANG HIDUP ATAU MATI DILARANG MENCIPLAK HASIL KARYA SAYA!!! JALAN CERITA 100% IDEA SENDIRI!!! SEBARANG KESALAHAN AMAT DIKESALI!!! START: 15 MA...
