2

186 11 0
                                        

Seminggu berlalu, Nyx mengurung diri di dalam bilik di rumah agam yang megah itu. Dia mengabaikan setiap sosok yang menghampiri, termasuk Lavander yang seharusnya menjadi sahabat setianya. Perasaan yang menjalar di hati terasa asing, meskipun ada kerinduan samar yang bergetar di dalam jiwa. Begitu juga dengan tunangnya, Marius, yang hadir seperti bayangan tidak berwajah. Kesedihan dan kekecewaan melingkari fikirannya, namun semua emosi itu seperti sebuah teka-teki yang tidak mampu dia selesaikan.

Kehadiran mereka seolah-olah menjadi ilusi, sebuah kenangan yang tidak dapat dia sentuh dengan jari. Nyx terjebak dalam kekeliruan, seolah-olah mengenali mereka tanpa pernah benar-benar memahami siapa mereka. Dinding biliknya menjadi teman setia, tempat di mana kesunyian menyelimuti setiap detik yang berlalu. Dalam kesepian itu, dia merasai beban yang berat di dalam hati—sebuah ketidakpastian yang menyesakkan, mengikatnya dalam pelukan misteri.

Nyx melayan perasaannya sendirian, terperangkap dalam dunia yang terasa akrab, namun pada masa yang sama, begitu jauh dan asing. Nyx duduk bersantai di bawah pokok yang rendang di belakang rumah agamnya.

" Haih.. Abang Verena yang satu ni memang kacaklah..." Nyx senyum sambil memerhati Venal iaitu abang kedua Verena yang sedang berlatih pedang bersama dengan pelatih-pelatih yang lain.

" Rena!"

Nyx mengangkat keningnya tanda menyahut panggilan abang keduanya.

" Kenapa?"

" Nak cuba?" Venal senyum sambil menyuakan pedangnya kepada Nyx.

" Boleh ke? Ibu?" setahu Nyx, ibu kepada Verena amat melarang keras Verena belajar ilmu pedang. Katanya, tidak sesuai untuk jati diri seorang perempuan yang lemah lembut.

" Ibu takkan tahu kalau orang tak bagitahu." ujar Venal tegas sambil memerhati wajah-wajah sekelilingnya.

Nyx senyum tipis. Dia kemudian mendekati Venal.

" okay." Nyx kemudian menyambut pedang besi itu namun sebaik sahaja dia menyambut pedang tersebut Nyx jatuh terduduk di tanah.

" Kenapa... Berat..." Nyx berkerut dahi cuba untuk mengangkat pedang tersebut.

" Berat?"

" Ya..."

Venal hairan lalu kembali mengambil pedangnya.

" Taklah." ujar Venal bersahaja.

" Pedang biasa yang digunakan ketika berlatih adalah seberat 4 kilogram dan pedang untuk bertempur beratnya adalah 6 kilogram. Jika tidak mempunyai kekuatan pada tangan lebih-lebih lagi lengan,sukar untuk mengangkat pedang tersebut." terang Matthias, putera ke tiga, sahabat baik abang keduanya, Venal.

Tangan Nyx segera melayang menampar kuat bahu Venal.

" Sakitlah, Rena."

" Abang tahu kan pedang tu berat untuk perempuan bernama Verena, kenapa abang membabi buta bagi pedang tu kat perempuan bertubuh lemah dan lembik ni?" sembur Nyx.

Venal dan Matthias tergamam apabila Verena berbicara tanpa bertapis lagi seperti dulu. Mereka berpandangan sesama sendiri lalu ketawa kecil.

Nyx berkerut dahi melihat dua sahabat itu ketawa.

" Maaf... Abang tak tahu.."

Nyx menjeling tajam ke arah Venal.

" Abang akan ajar Ren guna pedang kayu." Venal senyum tipis.

" Pedang kayu?"

" Ya... Selepas minum petang bersama ibu dan ayah, kita mulakan latihan untuk stamina Ren." Venal mengusap lembut rambut putih abu adiknya.

PUPPET: The Strings of Verena (COMPLETE✔️/IN EDITTING)Where stories live. Discover now