7

18 2 0
                                    

Yuan telah meninggalkan ruangan Wiga sejak satu jam yang lalu. Namun tidak dengan segala informasi yang diberikan. Semua yang terungkap begitu menganggu pikiran Wiga. Bagaimana tidak, Akira, teman semasa SMP kini kembali dengan perubahan fisik dan karakternya. Dia terlihat elok nan menggemaskan, pintar, memiliki tutur kata yang baik, dan menjadi pemilik LiRa Bakery. Ya, Yuan yang telah memberitahunya tadi. Awalnya Wiga tidak percaya jika Akira bisa berubah seperti itu. Padahal kalau diingat, dulu waktu SMP Akira lebih cocok diibaratkan seperti kripik rengginang. Kulit kering, sawo matang lebih ke hitam, tubuh yang sangat kurus. Dan dulu, dia sangat bodoh menurut Wiga dan teman-temannya. Dia pernah dihukum karena mendapatkan nilai nol dalam pengerjaan pelajaran matematika. Pernah pula dimarahi guru karena tidak bisa bahasa Inggris. Kata teman-temannya, semua guru juga tidak suka pada Akira. Tapi itu dulu, setelah sembilan tahunan menghilang. Dan akhirnya dia datang bagaikan bidadari yang cantik jelita dengan kelebihan yang patut dikagumkan. Salah satunya Wiga. Baiklah, di sisi lain ia merasa pengecut karena mengakui Akira teman di saat perempuan itu sudah sukses seperti ini. Sedangkan yang lalu dia mencoba menghindar.

Tapi. Oh. Ayolah. Semua itu masa lalu. Mereka masih terlalu dini membahas soal percintaan dan pertemanan. Setuju kata Yuan. Harusnya Akira dapat berdamai dengan masa lalu. Mencoba ikhlas, tenang, ya, walaupun dulu yang dihinakan Wiga untuk Akira memang berasal dari hatinya. Tidak ada kata bercandaan. Namun, kalau dia dari awal tahu semuanya akan berakhir seperti ini, bisa saja dia menjaga lisannya. Dan kata Yuan tadi, Akira memiliki trauma pada laki-laki. Cuih. Alasan macam apa itu?! Perempuan memang lebih muda terbawa suasana. Sampai-sampai kisah 9 tahunan masih saja diingat. Padahal sudah tahu buruk, harusnya juga mencoba untuk dilupakan.

Ah, kenapa Wiga jadi merasa bersalah seperti ini. Sampai-sampai dia menarik rambutnya secara erat sambil mengeram, "Ahhh." Beberapa kali, agar rasa sesalnya tidak lagi menggunung.

Untung saja Yuan tidak tahu kalau yang dimaksud Akira adalah dirinya. Dering ponsel menarik perhatiannya sekilas. Nama "Mama" muncul di layar utama, membuat Wiga dengan cepat menekan tombol panel warna hijau. Diapitnya ponsel tersebut di antara telinga dan pundaknya. Tangannya kini kembali menata dokumen-dokumen yang tadi ia obrak-abrik.

"Wiga, kamu ada dimana sekarang?" tanya seorang wanita dari seberang, sedikit meninggikan suara. "Aku lagi di klinik, Ma. Ada apa memangnya?"

"Ada apa ada apa. Kamu nggak lupa kan, Mama minta tolong apa kemarin? Tolong kamu pergi ke ruko buat narik uang bulanan mereka, ya."

Wiga menghelas nafas. "Kenapa harus aku, Ma? Biasanya kan, Mama sendiri yang ke sana. Pekerjaanku lagi banyak, nih." Wiga tidak berbohong, walaupun sebenarnya dia memang malas pergi ke ruko. Apalagi pekerjaannya yang menumpuk, ditambah klien barunya yang memiliki masalah rumit. Rumit di antaranya dirinya dan dia sendiri, seperti kisah masa lalu yang belum tuntas.

"Mama sekarang ada arisan bareng teman-teman, Ga."

"Yasudah, kalau gitu besok saja Mama ke ruko."

"Oh, begitu ya, jadi kamu nggak mau Mama suruh? Baiklah, besok kalau kamu nikah sama Inka, Mama nggak akan merestui kalian." Ancaman gila apalagi ini. Batin Wiga kesal. Hari ini sudah banyak beban pikiran yang ditangguhkan. Jangan lagi ditambah ancaman Mamanya yang sewaktu-waktu bisa berakhir nyata apabila tidak dituruti. Akhirnya Wiga memilih menyetujui daripada hubungannya bersama sang kekasih harus kandas di tengah jalan.

"Baiklah Mama. Nanti sore aku akan ke sana bareng Adel."

"Good."

_

Raja siang mulai menguasai singgasana. Menyingkirkan kelabu yang sejak tadi bertahta.  Merebut kekuasaan yang harusnya tempat matahari bersemayam di kala pagi hingga sore menyapa. Berjam-jam Akira mengurung diri di ruangan. Tak sedikitpun terusik oleh ketukan pintu dari rekan kerja atau karyawan lainnya. Dia membiarkan begitu saja. Telinganya mendadak tuli. Namun, kepalanya masih merekam pertemuan pagi tadi yang amat memuakkan.

Pertama kalinya ia kembali bertemu dengan Wiga. Seperti kata orang, dunia ini sempit. Sekecil bumi jika dilihat dari peta, tapi barangkali luas apabila dilihat secara langsung ke angkasa. Dan sebatas itukah alur ceritanya. Tuhan hanya memberikan orang di masa lalu sebagai kisah perjalanan hidup, sedangkan Akira butuh orang baru yang menenangkan. Namun, Akira memedam kobaran amarahnya sendiri. Meyakinkan jika selepas ini tidak lagi ada pertemuan berikutnya, baik bersama Wiga atau teman-teman SMP. Andaikan tahu Galih yang  dimaksud Yuan adalah Wiga, Akira tidak akan mau berobat ke klinik tersebut. Lebih baik ia hidup dalam belenggu kecemasan dan ketakutan, daripada memicu trauma yang bisa saja muncul kapanpun. Justru dia tidak akan sembuh, melainkan luka batin yang semakin parah.

Setelah meminum obat, perasaan dan pikiran Akira sedikit tenang. Dia kembali mencoba fokus kekerjaannya. Keluar dari ruangan, menemui pegawainya di dapur yang tengah berkutat pada pembuatan adonan. Akira ikut membantu. Mencampurkan putih telur, gula pasir, mentega dalam satu wadah, lalu dimixer. Dirasa sudah cukup, selanjutnya ia campur adonan tersebut dengan tepung terigu yang sudah ditimbang.

"Lo dari tadi kemana aja, sih? Dicariin nggak ada," kata Julia yang baru saja datang dari ruang depan. Biarpun perhatian Akira fokus ke adonan, tetapi dia masih tetap berusaha menyahut Julia sekadarnya. Agar Julia tidak merasa sakit hati akibat ucapannya yang diabaikan.

"Dari ruangan gue, lah."

"Gue ketuk pintu beberapa kali nggak Lo buka-buka. Lagi ada masalah, ya?"

"Ya namanya hidup, tanpa orang sadari setiap hari juga pasti ada masalah yang datang," jawab Akira sekenanya. Tangannya masih sibuk mengaduk-aduk adonan. Merasa diacuhkan, Julia memutar bulat matanya malas. Sebelum pergi ia juga berpesan pada Akira supaya gadis itu mau membantu beberapa pegawai yang kini  sibuk mengeluarkan barang-barang Lira Bakery yang telah habis dari dalam pickup. Akira menyetujui, lantas keluar setelah menyerahkan adonan buatannya ke pegawa lainnya agar dilanjutkan pembuatannya.

Bukannya Aku Takut Jatuh Cinta!Where stories live. Discover now