"Minggir biar gue masak buat lo dan gue. Udah laper dan juga gue gak bisa lama-lama disini jadi biar gue yang masak"

Syifa melakukan seluruh ritual masak sendiri di temani Agam yang hanya mengamatinya.

Uap panas hasil sup setengah matang memproduksi butiran keringat meluncur menuruni dahi Syifa tanpa hambatan.
Agam terganggu mengetahuinya, ia menarik satu tisu lalu mengelap lembut keringat tersebut.
Syifa membiarkan saja. Dalam hati ia mengacungkan jempol, ternyata Agam peka juga.

"Dimana ikat rabutnya kak ??"

"Nih" Syifa menyondorkan ikat rambut pinknya dari dalam kantong "Btw jangan panggil gue kak lagi, ntar gue ngerasa tua banget" pinta Syifa.

Agam berdeham setelahnya ia mengumpulkan menjadi satu uraian rambut Syifa lalu mengikatnya lembut "Kekencengan ??" tanya Agam memastikan.

Syifa menggeleng seraya mengaduk supnya tanpa henti.
Banyak bumbu di campurkan ke dalam sana, dan kebanyakan tidak Agam ketahui sama sekali kegunaannya.

"Sudah siaaapp" sahut Syifa semangat. Ia mengambil satu sendok untuk mencicipi kuahnya. Namun bukannya di cicipi ia malah meniup kuah sup dengan asap yang masih bergembul.

"Cobain deh, aaaaa" pinta Syifa memperlakukan Agam layaknya. bayi.

Suapannya lancar memasuki mulut Agam. Raut wajah lelaki itu berbinar merasakan kenikmatan hasil masakan Syifa
"Enak banget Fa, aku suka" Agam mengelus rambut Syifa lalu segera menyiapkan mangkok untuk di sajikan.

Mereka langsung melahap semua makanan tanpa tersisa.
Selama makan tidak ada obrolan antara keduanya sampai tiba giliran mencuci seluruh alat yang digunakan.

"Biar aku yang cuci Fa. Kamu tunggu aja sambil nonton tv biar gak bosen"

Syifa merasa aura Agam berbeda karena ia tidak menggunakan panggilan 'kak' seperti biasa. Hal itu menjadikan Agam terlihat seperti sosok yang seumuran dengan Syifa.

"Biarinlah gue kan ikutan makan jadi gue wajib nyuci juga" paksa Syifa.

"Tanganmu nanti kasar, sayang dong perawatanmu selama ini. Aku cukup telaten udah biasa juga nyuci piringnya" Agam membasuh telapak Syifa yang mengenai busa. Ia tersenyum meyakinkan tapi mendapati ekspresi geram Syifa.

"Yaudah kita cuci sama-sama. Jangan bawel"

"Huh oke, tapi pakai dulu sarung tangannya" Agam hendak memakaikan sebelum Syifa menarik perlahan tangannya.

"Gue bisa pake sendiri" ujar Syifa di setujui.

▪︎■▪︎

"Gila dalam sehari lo bisa gemparin seisi fakultas. Bahkan penggemar lo dari fakultas lain heboh semua"

"Oiyaa jelasss, Syifa nich ada lawan kah" Syifa menepuk-nepuk dadanya membanggakan kejadian kemarin.

"Di pikir lagi lo dapet dua keuntungan, pertama punya pacar ganteng, kedua lo bisa nutupin gosip gak jelas itu pake hubungan lo sekarang. Gue wajib berguru sama lo"

"Udah mujinya gue gak punya duit sekarung buat belanjain lo"

"Haelah gue tulus muji ini. Lo malah mikir gue ada maunya"

"Kebacaa munaroh, dari kacamata gue kepala lo sekarang lagi di kelilingi emot duit terbang. Ngaku"

"Kalau tau gitu langsung dikasih duit. Minimal 1M sebagai bentuk terima kasih lo udah punya temen secantik ini" Nazwa menggeser anak rambutnya di belakang telinga bersamaan dengan wajah angkuh yang ia angkat tinggi-tinggi.

"Eh Nazwa lama-lama gue gantung kepala lo di menara eiffel"

"Psikopat euy" sahut Nazwa ngeri.

Tanpa diduga Agam duduk di samping Syifa. Membuka buku catatan dan menyalin tulisan pada foto di ponselnya.

"Nempel mulu, gerah gue liatnya"

"Makanya jangan kelamaan jomblo, ntar makin tua makin gak laku" imbuh Syifa tertawa memegangi pelipisnya.

"Awas kualat lo doain yang gak-gak sama temen sendiri"

Nazwa membawa tas salempangnya di bahu meninggalkan Syifa dan Agam berdua. Syifa masih fokus tertawa melihat tingkah Nazwa berjalan sambil membanting kuat kakinya hingga mendapat sinisan dari pengunjung kantin yang lain.

"Diem dulu Fa" pinta Agam.

"Siapa nyuruh belajar disini ?? nanggung resiko lah"

"Aku belajar disini buat jagain kamu. Catatanya dikit. Abis ini aku temenin kamu makan"

"Sorry gue udah beres makannya"

"Yah... kalau gitu tungguin aku ya??" bujuk Agam.

"Manja bener lo udah kek anak gue"

Agam sontak menutup bukunya menatap Syifa dengan raut kekecewaan "Kamu udah punya anak ?? umur berapa ?? kapan punyanya??" pertanyaan beruntun di lontarkan Agam begitu saja.

Syifa memukuli kuat mulut Agam dengan buku milik lelaki tersebut. Tenang bukunya tipis jadi tidak terlalu sakit.

"Palamu perlu gue ganti baru ?? mikir dulu sebelum ngomomg bambang. Ngeselin banget"

Agam merasa bersalah akan ekspresi Syifa yang sudah merah padam gara-gara pertanyaan asalnya. Ia membuka tas ranselnya lalu mengeluarkan dua coklat baru pada Syifa.

"Jangan marah... aku minta maaf"

"Oke tapi janji bakal beliin gue cokelat setiap hari"

"Iyaa janji" Agam mengaitkan kelingkingnya pada kelingking Syifa sebagai bentuk janjinya.

Syifa membuka satu satu coklat lalu menyuapkan sepotong coklat pada Agam. Pria itu menerima dengan senang hati lalu lanjut menulis catatan pertama dari dosen yang belum selesai.

Syifa menyadari interaksinya dengan Agam di notice oleh mahasiswa maupun mahasiswi lainnya. Ia tersenyum sumringah memamerkan cokelatnya pada pasang mata milik Banyu yang rupanya menatap tak terima.

Tangan author gatel banget pengen nyolok matanya Banyu.
Merusak pemandangan kapal Syifa-Agam aja.

Eh tetiba keinget Nazwa huhuu kasian tangannya kedinginan gak ada yang gandeng 😣

Ada peringatan nih buat Readers : kuatin hatinya dari sekarang buat tameng sama keuwuan Agam ke Syifa di chapter-chapter selanjutnya.

PHP (Pakar Hubungan Palsu)Where stories live. Discover now