15. Pergi

4 1 0
                                    

Ucapan kepala sekolah terus berputar di kepala Bintang. Ia sama sekali tidak bisa menepis ucapan wanita itu, terlebih lagi dengan AWan yang mengatakan bahwa guru dan teman-teman tidak ada yang mau bermain dengannya. Jelas Bintang semakin tidak tenang. Ia bahkan memilih tidak masuk kerja hari ini.

"Masa, iya, ucapan kepala sekolah Awan benar? Jelas gak mungkin, tapi aku sama sekali gak bisa menghiraukannya begitu saja." Bintang bermonolog sembari memperhatikan Awan yang tengah mengerjakan PR. Meskipun mendapatkan perlakuan yang kurang baik dari teman-teman ataupun gurunya, Awan tetap melakukan tugasnya sebagai seorang pelajar.

Embusan napas kasar memenuhi ruangan itu. Bintang merasakan kepalanya berdenyut. Ada banyak pertanyaan yang bersarang di kepalanya, tetapi ia tidak bisa memaksa otaknya berpikir lagi. Seberapa keras pun ia berpikir, maka jawaban yang dibutuhkannya tidak akan didapatkan.

"Awan, Kakak ke mini market sebentar, ya. Kamu mau dibelikan apa?" tanya Bintang seraya melangkah mendekat pada Awan.

Awan mengalihkan fokusnya sejenak pada sang Kakak. "Awan mau es krim, Kak," jawabnya.

"Ya sudah, Kakak belikan. Kamu baik-baik di rumah," pesan Bintang sebelum pergi meninggalkan sang adik. Ia juga tidak lupa berpesan pada Pejuang untuk tidak mengganggu apalagi sampai melukai Awan. Ia akan marah besar jika hal itu terjadi untuk yang kedua kalinya.

Dikarenakan letak mini market yang tidak terlalu jauh dari rumah, maka Bintang memutuskan berjalan kaki. Sebenarnya, Bintang tidak ingin pergi ke mini market. Ia hanya ingin menjernihkan pikiran sejenak dan mencoba mencari jawaban atas segala pertanyaan yang bersarang di pikirannya.

"Apakah Awan sudah meninggal? Pertanyaan itu terus berputar di kepalaku. Aku gak tahu apa yang telah terjadi, tapi kenapa kepala sekolah Awan bisa bicara begitu? Sebagai orang yang berpendidikan, gak seharusnya dia bicara sembarangan seperti itu," gumam Bintang di sela-sela langkahnya.

Saat ini, Bintang membutuhkan seseorang untuk diajak bicara dan bertukar pikiran, tetapi ia tidak tahu harus bicara dengan siapa. Pikirannya sangat buntu saat ini.

"Mumpung di mini market, sekalian aku beli makanan cepat saji, deh. Lebih praktis di saat-saat seperti ini," kata Bintang pada diri sendiri sebelum memasuki mini market. Pikirannya sedang kacau, itu sebabnya membeli makanan cepat saji akan lebih praktis. Bintang tidak ingin rumahnya kembali terbakar hanya karena dirinya yang tidak fokus saat sedang memasak.

"Suka es krim, Mas," komentar seorang wanita saat sedang menghitung belanjaan Bintang.

"Bukan untuk saya, tapi adik saya," jawab Bintang sembari mengulas senyum tipis.

Kening wanita itu berkerut. "Adik Mas itu Awan, kan?" tanyanya memastikan.

"Iya. Mbak kenal dengan Awan?" Bintang balik bertanya pada wanita itu.

"Enggak, sih, Mas, tapi keponakan saya sempat main dengan Awan. Tapi belakangan ini udah gak lagi. Saya tanya dengan kakak saya, maaf, ya, Mas, katanya Awan udah meninggal, ya? Saya juga gak tahu pasti, karena saya baru sekali bertemu dengannya. Setelah itu, gak pernah lagi bertemu dengan Awan."

Pertanyaan yang diajukan wanita itu bagaikan petir yang menyambar Bintang di siang bolong. "Totalnya jadi berapa, Mbak?" tanyanya memutus topik pembicaraan.

Setelah selesai membayar, Bintang meninggalkan mini market secepat yang ia bisa. Bintang memeluk Awan erat begitu sampai di rumah. Awan yang melihat tindakan sang kakak menatap bingung.

"Kak Bintang kenapa?"

"Awan, janji sama Kakak, kamu jangan pergi, ya. Tetap di sini bersama Kakak," ucap Bintang dengan suara parau.

"Awan di sini kok, Kak. Awan gak akan ke mana-mana," balas Awan dengan polosnya.

Bintang merasakan air matanya jatuh. Dengan cepat ia menghapus air mata itu lalu melepaskan pelukannya dari Awan. "Ini es krim untukmu. Habiskan, ya," katanya dengan senyum lebar.

Awan memakan es krimnya dengan lahap dan hati girang. Namun, hal tersebut tidak membuat Bintang ikut merasakan kesenangan Awan. Malah sebaliknya. Bintang merasa sangat hancur. Hatinya yang belum sepenuhnya sembuh kembali terluka.

Awan, Kakak benar-benar gak nyangka kalau kamu yang ada di depan Kakak sekarang bukanlah kamu. Kenapa kamu pergi begitu cepat, Awan? Meninggalkan Kakak sendirian? Bintang bertanya dalam benaknya.

Sepeninggal dari mini market, Bintang memberanikan diri bertanya perihal Awan pada masyarakat sekitar. Jawaban yang mereka berikan sama, yaitu Awan telah meninggal dunia. Bintang kembali ke rumah dengan hati yang remuk redam. Lagi-lagi ia harus merasakan kepahitan yang luar biasa. Kehilangan orang-orang yang disayangnya.

Air mata Bintang kembali luruh tanpa aba-aba. Semakin jatuh dengan derasnya saat Awan memeluk tubuh dan hatinya yang lemah. "Kak Bintang cengeng banget. Kenapa nangis? Pasti dimarahi bos Kakak karena gak masuk kerja, ya? Awan bilang juga apa? Kak Bintang kerja aja. Awan, kan, udah biasa tinggal sendirian di rumah."

Bintang membalas pelukan Awan. "Iya, Awan. Kakak seharusnya kerja aja, ya."

Bersambung...

Malam Tanpa Bintang [TERBIT]Where stories live. Discover now