12. Awan dan Pejuang

3 1 0
                                    

"Pejuang, kenapa kamu mengeong keras seperti itu? Apakah karena aku menyebut nama Awan?" Bintang bertanya memastikan pada hewan peliharaannya itu. Namun, lagi-lagi Pejuang mengeong keras.

"Ya sudah, kamu sebaiknya tidur lagi," ucap Bintang pada kucing tersebut.

Pejuang diam sebelum tiduran kembali ke tempatnya. Kening Bintang seketika berkerut saat melihat Pejuang yang dengan mudahnya anteng di tempat tidurnya. Padahal beberapa saat lalu ia mengeong keras seperti hendak bertengkar dengan lawannya.

"Sikap Pejuang makin aneh. Dia mengeong keras saat aku menyebutnya nama Awan. Apakah benar karena Awan?" Bintang tidak dapat menyembunyikan rasa penasarannya terhadap sikap yang ditunjukkan Pejuang beberapa hari terakhir.

"Mungkin hanya kebetulan saja. Besok, akan kubawa Pejuang kembali ke klinik untuk memastikan apakah dia benar sakit atau enggak."

Bintang beranjak dari tempat duduknya sebelum kembali ke kamar. Ia mencoba menyingkirkan pertanyaan-pertanyaan yang bersarang di kepalanya terkait Pejuang. Ia ingin tidur dengan nyenyak tanpa memikirkan apa pun malam ini.

***

"Awan gak mau sekolah, Kak!"

Teriakan keras itu memenuhi seluruh ruangan. Menciptakan keributan yang tidak diharapkan pada pagi yang cerah ini.

"Kenapa, Awan? Sudah waktunya kamu masuk sekolah. Liburannya sudah cukup, kan?" Bintang berucap dengan nada lembut. Awan menolak datang di hari pertama masuk sekolah.

"Luka di wajah Awan belum sembuh, Kak. Teman-teman pasti mengejek Awan," ucap Awan memberitahukan keengganannya menuntut ilmu di sekolah.

"Gak ada yang akan ngejek kamu, Awan. Luka itu gak kelihatan jelas. Sudah mau sembuh juga. Kamu sekolah, ya. Ibu guru dan teman-teman yang lain pasti senang jika kamu ada di sekolah," tukas Bintang memberikan penjelasan.

Bujukan Bintang sukses membuat Awan mengurungkan niatnya pergi ke sekolah. Bintang memutuskan mengantar Awan ke sekolah, tetapi Awan minta diturunkan di depan sebuah gang. Ia akan berjalan kaki sampai ke tempat tujuan. Bintang menuruti permintaan sang adik dan memutuskan pergi bersama Blubell ke klinik hewan.

"Bagaimana keadaan Pejuang, Dok?" Bintang bertanya sesaat setelah dokter selesai memeriksa Pejuang.

"Keadaan Pejuang baik-baik saja. Tidak ada yang salah dengannya," jawab sang dokter.

"Yakin, Dok? Pejuang benar baik-baik saja?" Ragu, Bintang bertanya memastikan.

Sang dokter mengangguk. "Saya yakin sekali. Pejuang dalam keadaan sehat. Memangnya dia melakukan apa sehingga membuat Anda merasa cemas begini?"

"Sikap Pejuang akhir-akhir ini berbeda, Dok, terutama pada adik saya. Semenjak Pejuang tinggal di rumah bersama saya dan adik saya, dia sering bermain dengan adik saya. Dapat saya lihat dengan jelas bahwa Pejuang senang bermain dengan adik saya, begitupun sebaliknya. Tapi, belakangan ini Pejuang gak mau bermain dengan adik saya lagi. Pejuang lebih memilih mendekat pada saya dibandingkan adik saya. Biasanya Pejuang senang sekali berada di dekat adik saya," jelas Bintang singkat mengenai sikap dan perilaku Pejuang akhir-akhir ini terhadap adiknya.

"Saya tidak tahu pasti apa yang terjadi pada Pejuang, karena saya pun tidak bisa bahasa kucing. Mungkin saja adik Anda melakukan suatu hal yang menyakiti Pejuang sampai membuatnya trauma untuk dekat dengan adik Anda. Coba Anda bicara baik-baik dengan adik Anda. Sebenarnya apa yang terjadi pada Pejuang," usul dokter di akhir penjelasannya.

Bintang mengangguk beberapa kali. "Baik, Dok. Akan saya tanyakan pada adik saya. Mungkin saja tanpa sadar dia melukai Pejuang."

"Benar sekali. Saya akan periksa ulang Pejuang jika sudah mengetahui apa alasan pastinya. Sementara ini, Pejuang baik-baik saja, tetapi akan saya berikan vitamin yang menjaga tingkat stresnya," kata dokter itu lagi.

Bintang mengucapkan terima kasih pada dokter yang memeriksa Pejuang sebelum pamit pergi. Pejuang dibawa pulang oleh Bintang dan membiarkan kucing itu bermain dalam kandangnya. Selama bekerja, Pejuang ditinggalkan bersama Awan, tetapi dikarenakan Awan sedang tidak berada di rumah, maka Pejuang ditempatkan di kandangnya yang penuh dengan makanan, minuman dan vitamin khusus.

"Pejuang, kamu baik-baik di rumah, ya. Kamu jangan bertengkar lagi dengan Awan. Aku suka melihatmu bermain dengan riang bersama Awan, begitupun sebaliknya."

Pejuang diam, tetapi sorot matanya begitu tajam melihat Bintang. Di mata kucing belang itu, Bintang mungkin terlihat seperti seorang musuh, atau santapan sarapan pagi yang enak.

"Tatapan matamu itu, Pejuang. Kenapa kamu menatapku seserius itu?" Bintang bertanya heran. Selama ini ia merawat dan menjaga Pejuang dengan baik. Tidak seharusnya Pejuang menatapnya seperti itu.

"Atau jangan-jangan kamu marah padaku karena ingin aku memelihara kucing betina? Apakah sekarang sudah  memasuki musim kawin?" Bintang bertanya bingung pada dirinya sendiri. Pejuang juga ikut menatap dengan bola mata jernihnya sambil sesekali menggaruk telinga dengan kaki depannya.

"Aku lupa menanyakan hal ini saat di klinik tadi. Dokter itu pun gak memberitahukan hal ini," gumam Bintang pada diri sendiri sembari menggaruk tengkuk leher yang tidak gatal. "Sebaiknya aku kerja sekarang," ucap Bintang lagi sesaat sebelum pergi meninggalkan Pejuang di rumah.

Bersambung...

Malam Tanpa Bintang [TERBIT]Where stories live. Discover now